Di era yang serba cepat ini, kita kadang kebablasan melakukan tindakan sia-sia yang seringnya menguras tenaga dan menyita banyak waktu. Alih-alih mendapat apresiasi dan tepuk tangan, tindakan itu justru malah membuat kita memiliki banyak musuh. Salah satu tindakan sia-sia itu adalah nyinyir atau berkomentar seenaknya.
Iya, kita kerap dan mudah sekali nyinyir. Hanya dengan membuka smartphone, melihat orang lain update status atau membaca berita yang sedang trending, kemudian berkomentar sesukanya. Apalagi jika komentar ini mendapat lawan tanding yang seimbang. Bukan mencerdaskan, justru malah jatuh pada debat kusir.
Lllhhaa daripada debat egak jelas seperti itu, mbok ya dibuat untuk melakukan hal-hal produktif lainnya. Bersih-bersih pekarangan rumah, atau belajar menanam sayur hidproponik misalnya.
Socrates (469 SM-399SM), filsuf dari Athena Yunani ini punya tips yang relevan untuk diterapkan agar frekuensi nyinyir kita tidak terlalu tinggi. Socrates sendiri merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat Yunani, selain muridnya Plato dan cucu muridnya Aristoteles. Semasa hidupnya, Socrates tidak meninggalkan karya tulis apapun, sehingga sumber utama mengenai pemikirannya berasal dari dokumentasi tutur tulisan muridnya, yakni Plato.
Suatu ketika, Socrates ini datang berkunjung ke rumah salah seorang temannya yang begitu gembira atas kedatangannya. Temannya ini lalu berkata, "Socrates, tahukah kamu apa yang baru saja aku dengar tentang salah seorang muridmu?"
Socrates tidak segera merespon dengan rasa kepo. Justru malah mengajukan syarat ujian tiga lapis. Katanya, "sebelum kamu mengatakan kepadaku tentang muridku, mari menyisihkan waktu sebentar untuk membahas apa yang akan kamu katakan. Pertama adalah ujian kebenaran. Sudahkah kamu merasa pasti apa yang akan kamu katakan padaku adalah benar?"
"Tidak. Sebenarnya aku baru saja mendengarnya dari orang yang ...", belum selesei, oleh Socrates langsung dipotong dengan pertanyaan selanjutnya.
"Baik. Jadi kamu tidak tahu apa yang kamu katakan itu benar atau tidak. Sekarang mari menuju ke lapisan kedua, ujian kebaikan. Apakah yang akan kamu katakan tentang muridku itu adalah sesuatu yang baik?"
"Tidak, malah sebaliknya. Muridmu itu ...", kembali ucapannya dipenggal oleh Socrates.
"Jadi kamu ingin mengatakan sesuatu tentang keburukan muridku, meskipun kamu sendiri tidak yakin apakah itu benar?", tanya Socrates dengan tatapan mata menyelidik.
Temannya hanya mengangguk, tertunduk, dan malu. Socrates kemudian mengatakan lagi, "kamu mungkin masih bisa lolos di pertanyaanku yang terakhir ini. Ujian lapis ketiga, kemanfaatan. Apakah yang akan kamu katakan padaku tentang muridku itu akan ada manfaatnya bagiku dan bagimu?"
"Tidak, kukira tidak ..."
Socrates geleng-geleng kepala kemudian mengatakan, "kesimpulannya kalau apa yang akan kamu katakan padaku itu tidak benar, tidak baik dan juga tidak berguna, lalu kenapa kamu masih ingin menceritakan juga?"
Cerita ini bisa didapati di buku "Filosof Juga Manusia" karya Fahruddin Faiz. Buku ringan berisi celotehan-celotehan para filsuf tanpa mengurangi muatan kearifan dan kebijaksanaan.
Nah ujian tiga lapis ini bisa kita terapkan ketika kita hendak mengomentari sesuatu. Tanyakan pada diri sendiri, "apakah komentar saya ini benar? apakah komentar saya ini baik? dan apakah komentar saya ini punya kemanfaatan?" Kalau semua jawabannya "tidak", lebih baik tahan jari anda untuk mengetik. Lebih baik melakukan riset kecil-kecilan atau malah tidak meresponnya sama sekali. Karena tubuh, pikiran, dan hati kita punya hak untuk tenang dan tidak ikut campur urusan orang lain.
Tips ujian tiga lapis ini tidak hanya sebatas di media online. Ketika kita bertemu dengan teman kerja di kantor, teman sepermainan di warung kopi, atau ketika mendatangi majelis taklim yasinan dan arisan bisa digunakan.
Saat orang di kanan kita menggosip, "masak kemarin anaknya Ibu Toyo itu lho, dijemput sama pria berumur. Jangan-jangan..."
Kita boleh langsung mengajukan ujian tiga lapis di atas kepada orang itu. Atau kita memilih diam, menimbang-nimbang sendiri obrolan itu dengan tiga pertanyaan di atas. Begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H