Mohon tunggu...
Sugeng Klinsman
Sugeng Klinsman Mohon Tunggu... profesional -

Melamar mimpi yang tertunda

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mencari Rumah di Tanah Sendiri

4 Desember 2011   17:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:50 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badannya besar, dua kali usia anak 7 tahunan, kedua belah tangannya memgang makanan, begitu juga dua belah kakinya juga memegang makanan, sementara mulutnya tak henti mengunyah makanan yang dia pegang. Terkadang dia tak memperdulikan pekerja yang sedang membersihkan lahan, dia tetap asyik dengan makanannya. Cerita itu mengalir saja dari Tomblok (41) wanita Jawa yang sudah enam bulan berada di kawasan hutan lahan sawit milik PT. Jalin Vaneo sebagai juru masak. Dia sedang menceritakan orangutan (pongo pygmaeus) yang mencari makanan sampai dikawasan perkebunan. “Saya melihatnya bukan sekali tetapi sering kali,” jelas wanita asal Semarang ini. Namun dia tidak berani mengusirnya karena badanya besar. Begitu juga degan Yusuf, pria yang bekerja di Blok Q PT. Jalin Vaneo ini mengaku sering melihat dua orangutan diseberang sungai sedang memakan umbud nipah, dan itu sering. Yusuf mengaku selama bekerja melakukan pembersihan lahan dia sering melihat binatang yang diindungi itu. “kalau tak mengganggu biarkan saja, tetapi kita tembak kalau sudah merusak atau mengganggu,” terangnya. Di Blok lain perbatasan blok perusahaan dan pemukiman penduduk, warga juga sering melihat orangutan yang masuk ke perkebunan mereka dan memakan yang ada di kebun. “kebun saya sering dirusak orangutan yang mengambil makanan di kebun,” jelas Muih. Muih mengaku hal itu sudah sering terjadi. Tetapi Muih bersama warga yang lain tidak membunuh orangutan itu, mereka mengusirnya dengan cara digiring bersama-sama menuju sungai. Bahkan pernah orangutan yang sudah tua terpaksa bertahan di pohon nipah mempertahankan sumber makananya, namun karena dianggap mengganggu pohon nipah tersebut ditebang dan di buang jauh bersama orangutannya. Menurut Muih pihak perusahaan meminta mereka tidak membunuh orangutan itu tetapi ‘membuangnya’ dengan mengiring hingga ketepian sungai, dan pihak perusahaan sendiri telah menyiapkan dana untuk melakukan hal tersebut. Melihat kejadian itu, pihak PT. Jalin Vaneo melalui humasnya, Omay mengaku sudah mengantisipasi kejadian dengan mengharapkan para pekerja tidak membunuh orangutan tetapi melaporkan ke pihak perusahaan jika menemukan orangutan. “Kita juga peduli terhadap keselamatan orangutan, buktinya sudah dua orangutan diserahkan ke BKSDA Ketapang,” terangnya. Bahkan menurutnya PT. Jalin Vaneo telah menyiapkan 6 ribu hektar lahan khusus untuk hutan konservasi dan tidak akan dikonversi ke sawit. Dan Omay berkeyakinan bahwa perusahaan mempunyai komitmen mengatasi permasalahan tersebut. Adanya hutan lindung yang disiapkan pihak perusahaan berkeyakinan pembukaan perkebunan sawit tidak akan mengganggu keberadaan orangutan dan habitatnya. “Keberlangsungan hidup mereka tidak akan terputus dengan kita siapkan hutan lindung untuk mereka,” jelas pria asal Jawa barat ini. Dilain pihak, Ian M Hilman dari Yayasan Titian Pontianak meyayangkan, perhatian pemerintah maupun kepedulian masyarakat Indonesia terhadap orangutan dinilai masih minim. Tak jarang orangutan menjadi “korban gusuran” pembukaan perkebunan kelapa sawit karena dianggap hama. Upaya konservasi orangutan juga masih dilihat secara sempit dan sektoral. Ini dapat dilihat dari fakta lapangan bahwa banyak orangutan yang hidup di luar hutan kawasan konservasi seperti di kawasan taman nasional. “hasil perkiraan OCSP (Orangutan Conservation Services Program), sekitar 70 persen habitat orangutan di luar kawasan konservasi,”jelasnya Sementara itu, peraturan mengenai kerusakan habitat orangutan belum ada. Yang diatur baru orangutannya saja. Akibatnya habitat orangutan seringkali tergusur kebun sawit. Padahal orangutan tidak dapat bertahan hidup tanpa habitat. “Inilah lemahnya produk hukum kita,” ujarnya. Menurutnya perlindungan spesies juga harus dibarengi dengan perlindungan habitat seperti yang dilakukan banyak negara di dunia. Di mana ada satwa dilindungi, kawasan tersebut harus bebas dari kegiatan yang dapat mengganggu kelangsungan hidup spesies tersebut. Hal tersebut tidak lepas dari penetapan kawasan konservasi yang dilakukan secara sektoral dengan menetapkan luasan daerah konservasi saja dengan asumsi orangutan dapat digiring ke kawasan tertentu saja. Dengan kebijakan ini, tak jarang komunitas orangutan terisolasi karena digiring ke kawasan sempit yang terkepung perkebunan. Dengan kondisi seperti ini, daya tahannya akan turun dan risiko kepunahan tinggi. Pengelolaan kebun sawit sebenarnya tetap dapat dilakukan tanpa melawan upaya konservasi. Yakni dengan menyediakan daerah penghubung antara habitat orangutan yang satu dengan lainnya. “Peraturan yang tegas dan penegakan hukum terhadap hal ini mungkin perlu agar pemilik kebun sawit tidak memanfaatkan kelemahan aturan yang berlaku saat ini,”tegasnya Konservasi orangutan tengah berada dalam kondisi krisis. Populasi kera besar yang hanya ada di Asia itu tengah berada dalam ancaman yang serius mulai dari penebangan kayu secara illegal hingga perdagangan satwa. Orangutan pada saat ini tengah menghadapi satu musuh baru yang akan membawa orangutan dalam kepunahan. Seringnya masyarakat bertemu bersama orangutan bertanda bahwa orangutan sudah mendekati hunian masyarakat, karena rumah mereka yang seharusnya menjadi lumbung makanan mereka sudah hilang, sehingga mereka harus mencari rumah baru untuk bertahan hidup dan mendapatkan makanan yang cukup. Sementara BKSDA Ketapang sendiri mengaku dalam hal penyelematan orangutan beberapa perusahaan sudah mempunyai itikad baik dengan tidak membunuh bila menemukan, tetapi menyerahkan kemereka. “Selama ini tidak saja perusahaan masyarakat pun yang menemukan selalu baik untuk menyerahkan kepada kami,”jelas Sri Ernawati, Staff BKSDA Ketapang di ruang kerjanya. Bahkan saat ini masih ada empat orangutan di kandang transit yang segera mungkin dikembalikan ke habitatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun