Mohon tunggu...
Sugeng Klinsman
Sugeng Klinsman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Script Writter

Senang Menulis, dan sesekali Traveling, dan sering ngulik-ngulik barang-barang elektronik

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kelaparan atau Tetap Jual TBS ke Malaysia

14 Juli 2022   13:16 Diperbarui: 14 Juli 2022   13:32 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source Image :KOMPAS

Sepanjang tahun ini, Tandan Buah Segar (TBS) sawit mengalami penurunan harga jual, akibatnya banyak petani sawit mandiri mengalami kerugian yang sangat besar, bahkan bangkrut. "Survive" pun dilakukan para petani sawit ini, salah satunya menjual TBS ke Neger Jiran Malaysia, hal tersebut dilakukan semata-mata untuk mempertahankan hidup.Selisih harga yang signifikan di Malaysia memberikan angin segar kepada petani sawit mandiri, daripada menahan lapar, lebih baik menjual TBS ke Malaysia yang harganya lumayan, meskipun secara procedural hal tersebut tidak dibenarkan. Bayangkan saja di Malaysia Petani dapat menjual TBS diharga kisaran Rp3.500 hingga Rp4.500 per kg. keadaan tersebut berbanding terbalik di Indonesia TBS hanya dihargai Rp.1000 hingga Rp.1.500/Kg nya. Tak ada cuan menjual TBS didalam negeri.

Kalau Kami Mati kelaparan Apakah Pemerintah mau bertanggung jawab, tidak kan?! Baiknya kami jual di Malaysia agar kami tetap makan

Saya pikir menjadi wajar kiranya petani sawit mandiri beramai-ramai menjual TBS mereka di Malaysia, selain harganya mahal yang secara tidak langsung bisa menutupi biaya produksi selama berkebun, juga bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari petani tersebut. Para petani tersebut sebenarnya sadar apa yang mereka lakukan salah dimata negara, namun negara juga tidak bisa menghadirkan solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan ini, bahkan terkesan tutup mata terhadap kejadian itu.


Lihat saja Menteri Pertanian melalui Surat Edaran Nomomr 144/KB.310/M/6/2022 tanggal 30 Juni 2022 mengenail pembelian tandan buah segar (TBS) produksi pekebun, dalam surat edaran tersebut terdapat empat point penting, dan salah satunya adalah membeli TBS dari Petani Sawit mendiri dengan harga minimal Rp.1.600/Kg.


Harga minimal yang ditetapkan Pemerintah sejatinya tidak membantu petani sawit mandiri. Surat Edaran tersebut hanyalah sebuah surat himbauan yang tidak punya daya paksa kepada pengambil kebijakan dan pelaku usaha Pabrik Kelapa Sawit, akibatnya taka ada satupun solusi yang ditawarkan pemerintah saat ini.


Sejatinya pemerintah harus mengatur pembagian kekayaan negara agar tidak ada rakyat yang kelaparan, tidak ada rakyat yang menemui ajalnya karena tidak dapat makan, juga dapat dikatakan bahwa negara kesejahteraan mengandung unsur sosialisme, mementingkan kesetaraan di bidang politik maupun di bidang ekonomi.


Undang-Undang Dasar 1945 Pasal  33 yang merupakan  merupakan fundamen sistem perekonomian nasional. Pasal  33  ayat  (1) UUD 1945 menegaskan bahwa "Perekonomian  disusun  sebagai  usaha  bersama  berdasar  atas  asas kekeluargaan." Makna yang terkandung dalam ayat tersebut sangat  dalam yakni sistem  ekonomi yang dikembangkan seharusnya tidak  basis  persaingan  serta  atas  asas  yang sangat individualistik.


Demikian pula dalam Pasal 33 ayat  (2)  dan  ayat (3) UUD 1945 memberikan  maklumat  yang  sangat  terang-benderang  bahwa pemerintah  memiliki  peran  yang  sangat  besar  dalam  kegiatan  ekonomi. Ekonomi bukan hanya dilakukan oleh masyarakat, swasta, atau individu, terutama untuk  cabang-cabang  produksi  yang  menguasai  hajat  hidup  orang banyak,  kemudian  bumi,  air,  dan  kekayaan  alam  yang  terkandung  di dalamnya.  Itu  juga  harus  dikuasai  oleh  negara  untuk  sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selama ini juga telah terjadi eksklusifisme pembangunan. Prinsip partisipasi dan emansipasi pembangunan tidak ditegakkan, seharusnya dalam setiap kemajuan pembangunan rakyat harus senantiasa terbawa serta. Kemajuan ekonomi rakyat haruslah inheren dengan kemajuan pembangunan nasional seluruhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun