Mohon tunggu...
Sugenghari
Sugenghari Mohon Tunggu... Freelancer - pelajar menulis

jalan-jalan dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Gayo yang Kudengar dan Lihat

10 Januari 2023   06:30 Diperbarui: 10 Januari 2023   07:29 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan dari Lhok Seumawe menuju Takengon

Kijang berhenti di depan gerbang sederhana yang di atasnya ada beberapa payung digantungkan. Kami keluar, turun dari kendaraan, berjalan ke anjungan di bibir jurang dan berfoto dengan latar pemandangan alam yang indah. Lalu, kami berjalan ke kafe, duduk dan memesan secangkir kopi untuk masing-masingnya. Pak Win melanjutkan uraiannya tentang Gayo dan Aceh.

Saya bukan peminum kopi. Tapi saya terima tawaran kopi itu demi merasakan kopi di tanah Gayo. Saya mencoba mencicipinya. Manis.

Namun Pak Win berkata, “Saya mencicipi jagung di sini.”

Saya hanya tersenyum karena saya tidak tahu apa-apa tentang kopi dan ini menantang saya untuk belajar.

Kami memesan “martabak telur” dan bertanya, “Satu telur atau dua telur?”

Martabak telur disajikan di atas piring ukuran sedang. Bawang bombai cincang ditaburkan merata, meski agak jarang, di permukaan kuning dua telur orak-arik goreng berbentuk bundar martabak. Itulah martabak telur ala puncak Gunung Salak.

Ok, ayo kita lanjutkan perjalanan kita. Pak Win menyalakan mesin lagi. “Pak Sugeng, lihat kabut itu?” tanya Pak Win sambil menunjuk ke depan. Dia melanjutkan, “Kabut datang hampir setiap hari pada waktu yang sama. Jadi, kemarau tidak panjang di sini. Itulah kenapa semak-semak dan pepohonan selalu hijau di sini. “

Awan keabu-abuan semakin mendekat dan di beberapa tikungan terlihat muncul begiotu saja di ujung jalan dan terkadang menaungi kita seperti payung raksasa yang panjang.

“Pak Sugeng, kita harus bermain “petak umpet” dengan kabut, awan, dan hujan. Terkadang kita kalah dan harus berhenti, terkadang kita menang, bisa lolos dari sergapan mereka. “

Tetesan air kecil menerpa kaca depan kami. Butiran-butiran itu membesar dengan cepat dan kabut menghalangi pandangan pengemudi, Pak Win.

Sayangnya macan kumbang legendaris tua ini tidak ada AC-nya. AC aslinya sudah lama rusak. Pak Win menyeka kaca depan dengan tangan kirinya; tangan kanannya menggerak-gerakkan setir menaklukkan rute memilin, yang sekarang mulai mengular menuruni bukit dan menanjak lagi tepat di belokan berikutnya. Oh, awan tebal melayang di atas tikungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun