Mohon tunggu...
Aldie Dukuhwaluh
Aldie Dukuhwaluh Mohon Tunggu... Dosen - Majelis Pengasuh PP. Darussalam Dukuhwaluh I Dosen Fakultas Syariah UIN Saizu Purwokerto

Sugeng Riyadi Syamsudien (Aldie Dukuhwaluh). Khidmah di Pondok Pesantren Darussalam Dukuhwaluh, Purwokerto dan Fakultas Syariah UIN Saizu Purwokerto.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Banser Banyumas Turun Gunung

11 November 2018   06:58 Diperbarui: 11 November 2018   08:35 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasca pembubaran ormas Hizbut Tahrir melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI dalam benak Warga Nahdlatul Ulama banyak yang masih menyangsikan jika ormas haram ini benar-benar telah bubar. Sebahagian bahkan menganggap bahwa implementasi dan tindak lanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan tidak dilakukan.

Insiden pembakaran bendera Hizbut Tahrir di Limbangan Kabupaten Garutlah kemudian yang menjadi titik balik praduga Warga Nahdlatul Ulama. Ibarat umpan, insiden ini seolah membangunkan sel-sel tidur Syabab Hizbut Tahrir dan penghendak berdirinya daulah khilafah (negara agama) di Indonesia. Pasca kejadian tersebut, ajaibnya di akar rumput, kecuali elemen Nahdlatul Ulama sebahagian besar ormas Islam, ormas nasionalis dan mahasiswa bungkam. 

Ada yang membaca sikap ini adalah suatu bentuk keraguan-raguan dalam berideologi negara, benarkah? Jika benar, tentu sangatlah disayangkan dan wajib mendapat catatan tebal bagi Pemerintah Indonesia setelah selama ini giat melakukan berbagai internalisasi empat pilar negara. Ya benar, dampaknya tidak berbekas selain catatan-catatan berkas laporan kegiatan belaka. 

Sementara di sisi lain, Warga Nahdlatul Ulama yang tidak terlihat dilibatkan secara komprehensif justru tampak tegas sebagai pihak pertama yang meneguhkan bahwa NKRI Harga Mati. Keberanian ini tentu melampaui ornamen-ornamen masyarakat yang ada, baik berbasis religius maupun nasionalis atau bahkan otoritas yang berkuasa.

Hari Pahlawan, 10 November 2018, bagi Pemuda Ansor dalam hal ini Barisan Ansor Serba-Guna (Banser) tentu memiliki makna tersendiri jika merujuk kepada premis di atas dan praksis yang tergelar akhir-akhir ini. Pendiaman secara konstitusional atas pengibaran bendera Hizbut Tahrir di berbagai kota. Atau bahkan kejadian di Poso, penurunan bendera Merah-Putih dan menggantikannya dengan bendera Hizbut Tahrir yang diframming dengan pengelabuhan "bendera tauhid". Tentu saja sikap diam berbagai pihak otoritas ini membuat Banser meradang, tak terkecuali di Kabupaten Banyumas.

Rentetan kejadian nasional yang memperihatinkan tersebut pada peringatan Hari Pahlawan 2018 ini diejawantahkan dalam bentuk turun ke jalan. Ini kode bagi Pemerintah Indonesia dan masyarakat Indonesia, khususnya bagi warga Kabupaten Banyumas bahwa mereka tidak sendirian. Akan selalu ada Pemuda Ansor yang selalu waspada dan siaga menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia ini hingga tetes darah penghabisan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun