Pelayanan publik seyogyanya diselenggarakan oleh pemerintah (dan negara) dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan (tentunya) efektif serta efisien. Mengapa harus akuntabel? Sederhananya karena pelayanan publik dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber daya dan dana dari publik (baca: rakyat), sehingga setiap sen penggunaannya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, sebagai pemilik dana. Transparansi juga salah satu bentuk akuntabilitas yang memfasilitasi publik untuk mengetahui sejauhmana penggunaan uang mereka oleh pemerintah (dan negara). Persoalannnya adalah akuntabilitas dan transparansi sangat mudah dimanipulasi. Laporan akuntabilitas dapat dibuat sedemikian rupa sehingga seolah-olah semua sudah sesuai dengan ketentuan.
Sebutlah beberapa contoh proyek pemerintah yang tidak pernah kelar, pantura, banjir, dll. Yang terbaru tentu adalah E-KTP. Carut marut penyelenggaraan E-KTP sangat mudah terbaca dari sejak target ambisius untuk selesai tahun 2012 sampai sekarang sepertinya belum menemukan titik terang, atau entah tidak mau ditemukan. Padahal ini merupaka proyek strategis nasional yang bisa membawa Indonesia menjadi negara dengan e-service terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Bahkan negara-negara dalam naungan Uni Eropa pun mungkin tidak ada apa-apanya jika saja proyek ini berhasil dirampungkan. Dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa yang tersimpan dengan single identity number dalam database nasional, bisa dipastikan penyelenggaraan, semisal, Pemilu, Pilpres, Pilkada dan sensus penduduk akan menjadi pekerjaan sangat mudah, semudah kita meng-klik keyboard laptop kita.
Sayangnya, mimpi tinggallah menjadi mimpi. E-KTP, nampaknya, akan menjadi satu dari sekian ribu (kalau tidak mau disebut juta) “proyek” pelayanan publik yang tidak mampu memenuhi aspek akuntabilitas dan transparansi. Nilai anggaran 6T yang dialokasikan untuk proyek ini sepertinya menjadi sia-sia dan hanya akan menambah daftar panjang calon pasien KPK di kemudian hari.
Ini adalah bencana nasional. Sebuah bencana artifisial bagi administrasi publik sebagai buah dari ketamakan dan kerakusan para pembuat dan pelaksana kebijakan. Integritas pemerintah (dan negara) di bawah Jokowi administration ini sangat dipertaruhkan untuk membuka selebar-lebarnya segala permasalahan yang membelit E-KTP (dan kasus-kasus lainnya). Kalau saja prinsip akuntabilitas dan transparansi tidak bisa terpenuhi, bisa dibayangkan bagaimana dengan unsur efektivitas dan efisiensinya?
#Penulis bukan fans PDIP, bukan pula pemilih Jokowi, tapi sangat mendukung Mendagri Tjahjo Kumolo untuk menghentikan proyek E-KTP, dan membersihkan cecunguk (atau mafia) yang terlibat dalam setiap upaya korupsi yang menghisap uang rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H