Â
Â
Â
Â
Angin pagi tak lagi sejuk
Hambarnya membawa pada lamunan
Kicau burung bagai bualan
Sapaan ramah terasa getir dan culas
Pagi itu bagai omong kosong
Semua seperti peduli
Rupanya tak mengerti
Semakin dia bermimpi
Semakin harapan itu pergi
Hardik, makian makanan sehari-hari
Hati semakin sempit menyesak mendesak
Sempit ingin menangis
Tapi hanya tertahan mendesis
Ingin mengadu yang ada hanya duri yang menusuk
Ingin mengadu hanya kepada lumpur pekat
Ingin mengadu hanya kepada api yang menyala
Akhir, hanya kesendirian terasa
Dia hanya bisa menelan semua amarah
Dia hanya bisa mengangguk tanpa menggeleng
Ketika semua itu memuncak
Jiwanya kembali menggigil
Senyumnya kembali terampas oleh kemurkaan
Senyumnya harus bersembunyi dari kerakusan
Angin siang semakin terik
Panasnya berlahan menyengat kulit gemil
Baranya semakin menarik air dalam tubuh mungil
Beratnya hidup semakin dirasa
Peluhnya mulai membasahi wajal imutnya yg semakin muram
Muram yang tak dapat bercerita
Muram yang tersusun jutaan tanya
Siang itu langkahnya semakin hambar
Melewati tujuh milyaran kerikil dan debu
Namun apakah hidupnya setegar kerikil?
Entah berapa kali lagi dia harus lewati jalan itu
Hingga masuk satu malam yang pekat
Tak seperti malam-malam sebelumnya
Tatkala jiwanya buta dari sebuah kejahatan
Angin malam bagai kematian
Tatkala tambang yang terbalut ketamakan,
kepengecutan, angkara murka, kerakusan
Melilit kuat tubuh tak berdaya
Dia hanya mencoba mengerti dengan isyarat mata dan erangan
Berharap terlepas dari rasa yang tak nyaman dia rasa
Mencoba meraih apa yang tak mungkin diraih
Nafsu itu begitu menguasai malam
Bertebaran dilangit sejuknya udara Sanur
Beberapa detik Sanur hilang keindahannya
Ada jarak yang lepas
Udara, air, kumbang malam, dingin tanah, air mendadak berhenti
Menjadi saksi dari sebuah pertunjukkan ironi
Ironi yang menjijikan
Time out pun selesai
Bersamaan lunglainya tubuh mungil itu jatuh
Malaikat kecil itu telah dijemput sahabat malaikatnya
Tuhan aku tau Engkau marah kepada kami
Ajarilah kami tanpa mengambil anak kami
Tuhan tegurlah kami dengan cara lain
Tanpa menghilangkan rasa kami
Tanpa menghilangkan jantung kasih kami
Tuhan tuntunlah kami untuk menjauhi dari kerakusan
Bimbinglah kami untuk membenci ketamakan
Tuhan beritahukan kami untuk pandai menghargai jiwa manusia
Tuhan bimbinglah kami untuk beribadah kepada mu
Tanpa mengorbankan perbedaan kami
Tuhan jagalah Negeri ini dari mereka yang rakus
Haus kekuasaan, dan kesombongan
Tuhan...bimbinglah Indonesia
Untuk Enggeline
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H