Uang, berilah aku ranjang yang lugu saja,
yang cukup hangat buat merawat
encok-encokku, yang kakinya
lentur dan liat seperti kaki masa kecilku.
Tema utama dalam puisi ini adalah refleksi tentang hubungan manusia dengan uang dan dampaknya terhadap kehidupan sosial dan spiritual. Pinurbo mengeksplorasi bagaimana obsesi terhadap kekayaan material dapat mengaburkan makna sejati kebahagiaan dan kepuasan batin. Melalui metafora dan imajinasi yang kaya, ia menggambarkan uang sebagai "makhluk hidup" yang dapat mempengaruhi pikiran dan perilaku manusia.
Gaya bahasa yang digunakan oleh Pinurbo dalam puisi ini sangatlah khas dan mengundang refleksi mendalam. Ia menggunakan imajinasi yang kuat dan bahasa yang metaforis untuk menyampaikan pesan-pesan filosofisnya. Setiap kata dipilih dengan hati-hati untuk menghasilkan efek yang mendalam pada pembaca, sehingga mengundang mereka untuk merenungkan makna di balik kata-kata tersebut.
Struktur puisi ini relatif sederhana, tetapi memiliki ritme yang kuat dan mengalir. Setiap bait diatur dengan cermat untuk menciptakan kesan kesatuan dan kohesi dalam puisi. Ada penggunaan repetisi dan paralelisme yang efektif untuk menekankan gagasan-gagasan utama dan memberikan dampak yang mendalam pada pembaca.
Melalui puisi ini, Pinurbo mengajak pembaca untuk merefleksikan nilai sejati kehidupan dan mempertanyakan obsesi terhadap materi yang sering kali mengaburkan pandangan kita tentang kebahagiaan dan kesuksesan. Ia mengingatkan kita bahwa kekayaan sejati tidak hanya dapat diukur dengan uang, tetapi juga dengan kebahagiaan, cinta, dan hubungan sosial yang bermakna.
Dalam puisi "Kepada Uang", Joko Pinurbo menciptakan gambaran yang kuat tentang bagaimana uang dapat mempengaruhi pikiran dan perilaku manusia. Dia menggambarkan uang sebagai sesuatu yang hidup, yang memiliki kekuatan untuk mengendalikan dan memanipulasi manusia. Metafora ini menggambarkan kedominan uang dalam kehidupan modern, di mana kekayaan sering kali dianggap sebagai tujuan utama dalam hidup.
Pinurbo juga menyoroti konsekuensi dari obsesi terhadap kekayaan material. Dia menggambarkan bagaimana kekayaan bisa membutakan mata dan merusak hati, mengubah manusia menjadi makhluk yang rakus dan tidak berperasaan. Dalam upaya untuk mendapatkan lebih banyak uang, manusia sering kali kehilangan nilai-nilai moral dan kepedulian terhadap sesama.
Namun, di balik kritiknya terhadap materialisme, Pinurbo juga menyelipkan pesan tentang pentingnya menyadari nilai-nilai sejati kehidupan. Dia mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat dibeli dengan uang, dan bahwa kekayaan spiritual dan hubungan sosial yang bermakna jauh lebih berharga daripada kekayaan material.