Mencoba makanan khas daerah sepertinya sudah menjadi rukun wajib  yang harus ditunaikan jika kita bertandang ke suatu daerah. Apabila kita mengabaikannya, kunjungan kita jadi serasa tidak sah. Tidak sempurna. Jadi, sikap mengabaikan makanan khas daerah adalah sebuah keputusan yang kurang bijaksana.
Jika Anda berkunjung ke Aceh Barat Daya, jangan lupa untuk manyantap salah satu atau keseluruhan dari tujuh santapan di bawah ini. Semuanya mudah ditemui di tempat-tempat makan yang ada di sana. Berkunjung dan nikmatilah. Atau Anda akan menyesal karena perjalanan Anda di Aceh Barat Daya menjadi tidak sempurna.
1. Es Buah
Begitu mendengar nama Es Buah, yang langsung terbayang dalam benak saya adalah sebuah gelas besar berisi minuman segar yang di dalamnya berjejal macam-macam buah ranum yang nikmat. Namun, setelah melihat tampilannya, buah-buah itu tidak disajikan di gelas, tapi dalam piring dengan pecahan-pecahan es batu yang tertabur di atasnya.
Ekspektasi saya tentang sajian minuman segar pun terpaksa harus terkikis ketika tahu bahwa Es Buah ini tidak sendirian ketika disajikan. Ia didampingi oleh bumbu kacang di sampingnya. Terlebih, air yang ada dalam es buah ini sungguh sedikit, sehingga saya lebih suka mendeskripsikan sajian ini sebagai makanan, bukan minuman.
Benarlah ternyata, cara menyantap sajian ini adalah dengan dimakan, bukan diminum. Kalau boleh saya bilang, santapan ini lebih mirip seperti rujak buah daripada Es Buah pada umumnya. Tapi penamaan Es Buah tidak sepenuhnya salah, karena memang buah-buah itu tetap diberi Es dan juga air, meskipun hanya sedikit. Pikiran saya saja yang sudah terlanjur tertanam bahwa yang namanya Es Buah itu pasti minuman. Bukan makanan.
Tapi, konon Es Buah ini ada dua versi. Versi yang pertama adalah yang tampak seperti rujak ini. Sedangkan versi yang ke dua adalah yang layaknya es buah pada umumnya. Buah-buah segar itu dipotong kecil-kecil lalu direbus pakai gula. Cara menyantapnya pun dengan diminum.
Untuk sementara, saya hanya berhasil menikmati yang versi pertama, yang dijajakan di sebuah depot makan di daerah Irigasi Blang Pidie. Berikutnya, es buah versi yang ke dua harus masuk ke dalam daftar buruan di Aceh Barat Daya.
2. Gulai Bebek
Kuahnya pekat. Daging bebeknya juga tebal dan empuk bukan main. Bumbu-bumbunya juga gulai banget. Kalau biasanya di Jawa saya hanya terbiasa makan gulai kambing, di Aceh Barat daya saya jadi semakin mahfum bahwa gulai tidak selamanya dimonopoli oleh daging kambing. Daging bebek pun juga tak kalah mantap jika diberi kesempatan untuk digulai.
Perjumpaan saya dengan gulai bebek ini jadi mengajarkan kepada kita bahwa jika diberi kesempatan, daging-daging yang lain pun ternyata juga mampu memaksimalkan potensi dirinya untuk menjadi gulai yang dahsyat. Maka dari itu, berpikirlah terbuka, kawan-kawan. *halah.
3. Nasi Goreng Ayam Pop
Saya sempat mengintip proses pembuatan nasi goreng ini. Ternyata bumbunya sudah disiapkan lebih dahulu. Sudah diuleg dan tinggal dicampurkan saja dengan nasinya. Tampilan bumbunya hitam pekat seperti nasi goreng jawa.
Kekuatan nasi goreng ini tidak hanya terletak pada olahan nasinya. Topping-nya pun sungguh aduhai. Apalagi kalau bukan ayam pop, yang sekaligus tercantum sebagai judul nama makanan ini. Jujur, sebelumnya saya belum tahu bagaimana wujud dari ayam pop ini. Katanya, ini adalah ayam yang hanya banyak ditemui di tanah Sumatera.
Ketika mendengar nama ayam pop, langsung muncul pertanyaan-pertanyaan seperti : Apakah dia berbadan six pack seperti personil-personil boy band yang menyanyikan K-Pop itu. Atau dia berdandan glamor layaknya artis-artis pop kebanyakan. Kalau memang demikian, pantaslah ia menduduki kasta tertinggi dalam dunia per-ayam-an.Â
Bagaimanapun performa ayam ini, yang jelas ketika tahu dalam bentuk yang sudah dipotong dan digoreng, saya langsung sadar bahwa memang ayam pop berbeda dengan ayam kampung dan ayam potong pada umumnya. Dagingnya lebih ginuk-ginuk dan sintal. Begitu menggigitnya, mulut langsung termanjakan seketika. Tekstur serat-serat dagingnya juga lembut. Secara keseluruhan, ayam pop ini langsung mengingatkan saya pada tekstur ayam KFC original, namun jelas setingkat lebih tinggi dari itu.
4. Ikan Keurling
"Ini sudah aku siapkan makanan khas daerah sini. Ikan keurling, kesukaanmu." Ujar Habib Meulaboh Kepada Cut Nyak Dhien setelah menyambut kedatangan Cut Nyak Dhien dengan sangat ramah. Saya sendiri serasa tak percaya bahwa akhirnya saya juga berkesempatan menikmati makanan kesukaan Cut Nyak Dhien tersebut di sebuah warung makan yang terletak di daerah Babah Rot, Aceh Barat Daya.
Ikan Keurling memang hanya hidup di perairan wilayah Aceh bagian selatan dan hanya hidup di perairan dengan arus deras. Itulah kenapa akhirnya ikan ini menjadi makanan khas daerah-daerah di bagian selatan tanah Aceh. Harganya pun cukup mahal.Â
Satu ekornya bisa mencapai 80-100 ribu. Namun ketika dijual di warung-warung, ikan ini sudah dipotong-potong, sehingga tidak terlalu mahal ketika sudah menjadi porsi makanan hebring di rumah-rumah makan.
Pada umumnya, ikan ini dimasak dengan cara digulai. Dengan racikan berbagai bumbu-bumbu yang aduhai, ikan keurling sungguh sangat potensial untuk berdiri di posisi primadona pada barisan masakan ikan-ikanan di nusantara.Â
Oh ya, di Warung Babah Rot itu juga disediakan olahan jengkol yang dimasak dengan bumbu kelapa seperti rendang. Hanya saja, ia masih berwarna kecoklatan. Tidak terlalu pekat seperti rendang.
Sebagai orang Jawa Timur yang tanahnya tidak ditanami jengkol, saya langsung norak mencampur olahan jengkol tersebut dengan ikan keurling. Saya tak tahu apakah itu termasuk dalam kaidah makan ikan keurling yang baik dan benar. Namun, menurut lidah saya itu adalah kolaborasi yang sungguh epik.
5. Gulai Jruk
Jika Anda heran dengan durian yang digulai, tenang saja, Anda tidak sendirian. Saya pun ketika tahu hal ini juga langsung geleng-geleng kepala. Mendengar durian dimakan dengan ketan atau ketupat saja, saya terasa asing. Apalagi durian yang digulai.
Saya jadi tertarik menelusuri tentang mengapa sebagian besar masakan Aceh berupa gulai-gulaian. Pasti ada hubungannya dengan latar belakang historis yang menyangkut sosio kultural masyarakat Aceh dari masa ke masa. Haduh, ini mengapa jadi berat gini pembahasannya. Baiklah, sepertinya saya sudah mulai melantur.
Yang jelas, selera saya tidak pernah bermasalah dengan masakan-masakan Aceh. Ya, mungkin karena sebagian besar masakan di Jawa Timur tak jauh beda karakternya dengan masakan Aceh, pedas dan kaya bumbu.
Begitu pula dengan gulai jruk ini. Komposisinya sungguh meriah. Kuahnya terbuat dari santan yang diolah dengan durian yang sudah difermentasi atau diasamkan. Itulah mengapa ada yang menyebutnya dengan nama gulai asam durian.
Untuk isian kuah diisi oleh udang, buah melinjo (emping), dan beberapa jenis sayur-sayuran. Baiklah, Anda pasti berpikiran sama dengan saya : "Itu kenapa makanan isinya kolesterol semua ?" Mulai dari durian, santan, udang, sampai melinjo semua dicampur jadi satu. Jadi untuk Anda yang memiliki timbunan kolesterol, silakan siapkan obat penurun kolesterol setelah menyantap makanan ini.
Kalau Anda merasa takut dengan kandungan kolesterolnya, lalu memutuskan untuk tidak menyantapnya -- sungguh, saya khawatir itu adalah keputusan yang gegabah, karena Anda akan kehilangan kesempatan untuk menyantap hidangan yang hawce itu. Ah, saya jadi terpikirkan satu hal : Jangan-jangan memang sesuatu yang luhur, menyimpan risiko besar yang harus dihadapi. Tuh, saya jadi melantur lagi, kan ?
6. Mie Aceh
Dan tentu saja, Mie Aceh adalah mie yang menempati deretan teratas dalam daftar mie ternikmat versi selera makan saya. Ketika menyantap Mie Aceh di Aceh Barat Daya, saya semakin mengamini adagium yang mengatakan bahwa tak ada kenikmatan yang lebih paripurna selain menikmati makanan khas langsung di daerah asalnya.
Beberapa kali menyatap Mie Aceh di rumah-rumah makan di Jawa --meskipun itu adalah rumah makan milik orang Aceh yang di jawa sekalipun -- tetap saja, menyantap Mie Aceh langsung di tanah Aceh jauh lebih gokil.Â
Entah karena suasananya atau karena memang bahan-bahannya langsung dari daerah asalanya -- yang jelas Mie Aceh yang dimakan langsung di Aceh sama seperti ketika menyantap nasi padang di tanah Padang, makan empek-empek di bawah Jembatan Ampera, makan sate madura di tepian Jembatan Sura Madu. Sungguh sangat sempurna.
Ada banyak topping Mie Aceh yang bisa dipilih di beberapa warung Mie Aceh di Aceh Barat Daya, mulai dari telur, udang, cumi, sampai kepiting. Namun, yang paling nggrenyeng di lidah saya tetap topping dengan telur yang sudah diorak-arik dan dicampur langsung dengan mie-nya.Â
Ada sensasi yang bisa membuat kita langsung "lupa daratan" ketika menyulurup mie yang sudah bercampur dengan orak-arik telur itu. Sederhana, namun megah. Kita bisa langsung merasakan kebersahajaan dan kemewahan di saat yang bersamaan ketika menyantapnya.
7. Mie Kocok
Sebenarnya, Mie Kocok juga ada di wilayah Aceh yang lainnya. Hanya saja, Mie Aceh yang ada di Aceh Barat Daya memiliki kekhasannya sendiri, yakni mie putih yang bentuknya mirip kwetiauw, namun teksturnya sedikit keras dan kenyal.
Bagi saya, kolaborasi antara mie kuning dan mie putih dalam Mie Kocok adalah sinergi yang saling melengkapi. Mie putih yang bertekstur lebih tebal dan keras berperan sebagai penyempurna dari mie kuning yang bertekstur lembut dan lebih tipis.Â
Sedangkan dalam hal bumbu dan kuah, Mie Kocok lebih minimalis dari pada Mie Aceh. Meski demikian, kuah beningnya yang minim bumbu tersebut masih bisa menunjukkan kegurihan yang sangat slenthem di lidah.
Jika mie kuning dan mie putih disendok bersamaan dengan kuah kaldu yang bersahaja itu, maka tak lama kemudian akan muncul sebuah orkestra rasa yang indah dalam dalam mulut kita. Sangat ritmis, sangat, melodis, dan sangat harmonis. Semakin melahapnya, semakin terasa pula irama rasa yang dikecap. Jika tidak percaya sila mampir ke Aceh Barat Daya dan cicipilah. Jangan lupa juga mencicipi ke enam santapan lain di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H