Sebenarnya, aktivitas memindai dilakukan oleh pembaca buku cetak maupun pembaca buku digital. Hanya saja cara melakukan pemindaian diantara keduanya berbeda. Saat membaca buku cetak, pembaca memindai bacaan untuk menemukan informasi tertentu. Pembaca pun dapat mengingat informasi dengan menandai letaknya dalam buku.Â
Menurut Olsen (1994), ingatan visual ini tidak terjadi pada kegiatan menelusuri bacaan digital (scrolling up, scrolling down). Teks digital umumnya dibaca parsial, sehingga pembaca tidak membacanya sebagai satu ide kesatuan secara utuh.
Meski demikan --masih dalam bukunya tersebut-- Mbak Sofie menekankan bahwa membaca materi digital juga sama pentingnya. Keduanya saling melengkapi. Membaca digital lebih sesuai untuk penelusuran informasi secara instan, sedangkan membaca materi cetak membantu untuk menemahami informasi secara menyeluruh.
Kalau boleh saya ibaratkan lagi dengan aktivitas bepergian, membaca materi digital itu seperti orang yang sedang bepergian untuk urusan bekerja. Tidak boleh mampir-mampir dan tidak boleh berputar-putar. Sesegera mungkin harus sampai ke tujuan. Sedangkan membaca materi cetak itu layaknya orang yang sedang travelling. Ia akan menelusuri setiap sudut-sudut bacaan yang ada digenggamnya, sehingga akan mendapatkan pengalaman membaca yang lebih komprehensif. Keduanya tetap dibutuhkan dalam kehidupan kita.
Oh ya, Omong-omong, setelah saya telusuri lagi rumah saya, ternyata semua kaset-kaset hasil tirakat saya selama ini sudah raib entah ke mana. Beruntung buku-buku dan majalah-majalah saya tak ikutan lenyap, sehingga saya masih tetap bisa menikmati travelling. Ya, bagi orang yang suka jalan-jalan, tapi tak selalu punya uang yang mencukupi ini, membaca buku setidaknya tetap bisa dijadikan aktivitas travelling yang menyenangkan. Murah, meriah, tak perlu keluar rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H