Yogyakarta - Sekitar 50 orang massa yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (JPPRT-DIY), melakukan aksi unjuk rasa di kawasan malioboro, senin (14/02/2011) menuntut diberikannya upah dan kerja yang layak bagi para pekerja rumah tangga di Yogyakarta.
Salah satu peserta unjuk rasa Ririn Sulastri mengatakan hingga saat ini pemerintah belum juga menetapkan besaran gaji yang layak bagi para pekerja rumah tangga, di sisi lain harga kebutuhan pokok terus melonjak, sehingga para pekerja rumah tangga terlalu berat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
"Upah layak yang kita harapkan tidak ada bahkan tidak dikabulkan oleh pemerintah, padahal presiden SBY saja masih kurang dengan gajinya yang kita tidak tahu berapa jumlahnya", ungkap Ririn saat melakukan orasi.
Di Yogyakarta kata dia, terdapat lebih dari 36.500 pekerja rumah tangga yang rentan terhadap berbagai kekrasan fisik, psikis, ekonomi, sosial, dimana PRT berada dalam situasi hidup dan kerja yang tidak layak dan tidak jauh berbeda dengan perbudakan, bahkan cenderung dilanggar hak-haknya.
"Tidak ada batasan kerja yang jelas dan layak dalam kerja domestik, jam kerja terlalu panjang, tidak ada hari libur atau cuti, minim akses bersosialisasi, tidak ada jaminan sosial, tidak ada perlindungan ketenagakerjaan", ungkapnya.
Selain itu menurutnya, belum ada perlindungan hukum bagi PRT baik di tingkat lokal, nasional dan internasional, sehingga kondisi ini memberi ruang yang sistematis bagi pelanggaran terhadap hak-hak mereka.
"Jutaan PRT tidak berdaya menyuarakan berbagai pelanggaran hak yang mereka alami",terangnya.
Selain berorasi, para pengunjuk rasa juga membawa berbagai poster tuntutan serta peralatan rumah tangga. Aksi para PRT tersebut juga diisi dengan aksi teaterikal pantomim yang menggambarkan potret buramnya persoalan yang dihadapi PRT di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H