Mohon tunggu...
Hts. S.
Hts. S. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Tak bisa peluk ayahmu? Peluk saja anakmu!" Hts S., kompasianer abal-abal

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Refleksi 17-an

18 Agustus 2015   11:19 Diperbarui: 18 Agustus 2015   11:37 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dua anakku dan satu keponakanku jadi peserta lomba sepeda hias tingkat RT di komplek. Melewati meja juri, mereka berparade keliling komplek, suasana meriah. Penduduk komplek ini meriah, tidak ada yang memikirkan untuk menyampaikan kritik atas Kemerdekaan ini. Semua hanyut dalam perayaan. Merah Putih ditingkahi kuning hijau jingga dan rupa warna mengitari komplek kami.

Anakku yang sulung saja yang protes, dia menolak sepedanya dihiasi. Karya "bapak Uda" nya sampai begadang terpaksa saya copoti dari sepeda itu. Anakku kemudian menyesali "kejugulan"nya itu, karena dia jadi beda sendiri di dalam barisan parade. Saya tidak tahu entah nilai berapa yang diberikan juri kepadanya. Dalam perayaan kali ini anakku itu nampaknya Belajar dua hal: kalah dan menyesal. Mudah-mudahan besok-besok dia lebih terbuka menerima saran bapaknya kan?

Habis parade, saya menonton siaran langsung peringatan detik-detik proklamasi dari Istana. Pas memasukkan bendera kulihat Pak JK tidak mengangkat tangan memberikan hormat. " Kok Pak JK ga hormat ya" gumamku pelan. Selain itu, prosesi upacara bagiku terasa mengagumkan, mungkin karena saya pendukung Jokowi juga. 

Sore-sore sudah mulai nampak judul tulisan yang mempertanyakan sikap Pak JK. Aku tak berani mengklik, takut kecewa pula jika isinya benar-benar menyerang sikap Pak JK tersebut, apalagi kalau itu ternyata memang salah. Jadi kucari judul lain saja. Baru pagi ini kubaca penjelasan dari pihak Pak JK, bahwa sikap itu sudah sesuai aturannya. 

Lae Gunawan, kompasianer yang pernah ke istana itu juga menurunkan dua gambar pagi ini di Kompasiana. Tahun 45 dan tahun 2015. Soekarno Hatta dan Jokowi JK, sikapnya sama saat pengibaran bendera.

Oalah...ma'e....teringat awak cerita anekdot dari Pak Neng....senior di tempat kerja. Begini ceritanya:

Di sebuah pasar terjadi percekcokan antara dua pedagang, sebut saja ibu A vs ibu B, karena gosip yang belum jelas pula kejelasannya, karena berita yang diberitakan alias "barita ni baritahon". Ibu A yang kesal diberitakan miring dalam gosip yang konon bersumber dari ibu B, mengambil posisi menyerang.

Ibu A: hei...biar kau tau ya...muka gue kayak pantat loe'!!!

Nafas ibu A tersengal-sengal, pandangan nanar, pasar hening sejenak, ibu B yang disasar terdiam bengong tak paham, menepuk pantatnya sendiri karena kulit bawang menempel di sarungnya.

Anak ibu A yang biasa ikut membantu di pasar berusaha menenangkan ibunya. 

Anak ibu A: mak... Sudah mak....lagian terbaik itu mak...masa muka mama kayak pantat ibu itu?

Gadis tanggung itu berusaha menenangkan ibunya.

Ibu A: ah biarkan saja sudah terlanjur

Ibu A tidak mau meralat ucapannya, masih tetap marah pula.

----

Untunglah saya tak langsung ikut menyalahkan Pak JK kemarin, belum terlanjur, bisa malu awak kan?

 

---

Merdeka!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun