Mohon tunggu...
Hts. S.
Hts. S. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Tak bisa peluk ayahmu? Peluk saja anakmu!" Hts S., kompasianer abal-abal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sarung dan Instruksi Pertama Mertua

23 Januari 2014   13:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:32 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa malam yang lalu, saya sempat melihat iklan sarung. Kata iklan tersebut sarung menyatukan Indonesia, kira-kira begitu kurang lebih. Dari sebuah sarung bermerk tak asing lagi.

Tentu maksudnya bukan sarung tinju, itu hanya untuk petinju saja.

Perempuan yang sudah masuk golongan ibu dan calon ibu, di kampungku, biasanya memakai sarung. Apalagi kalau menghadiri pertemuan atau acara-acara di seputaran kampung. Jika ada acara keluarga, tak biasa perempuan mengenakan hanya celana panjang, atau mengenakan baju gaung - gaun saja. Mereka selalu melapisinya dengan sarung.

Para pria pun selalu membawa sarung di pundaknya jika sedang terlibat dalam acara adat.

Kami kalau bepergian di malam hari terbiasa juga memakai sarung untuk melindungi tubuh dari udara dingin, di kampung kami sangat dingin. Begitu juga kalau pergi maranggap - melek-melekan, setiap orang membawa sarung untuk dijadikan selimut. Sarung yang terkenal di kampungku dulu adalah sarung tonunan Balige - sarung tenun dari Balige, pinggir Danau Toba itu. Kuat dan lembut di badan. Motifnya sederhana, kotak-kotak saja.

Dalam novel Andrea Hirata, kalau tidak silap ingat, ada juga cerita tentang pria-pria bersarung, mereka nelayan-nelayan yang kalau turun ke darat selalu bersarung. Begitulah sarung telah mengindonesia.

Lalu apa hubungan sarung dengan mertua?

Bagi orang Batak, seperti tulisan saya sebelumnya, ada kain ULOS yang teramat penting dalam acara-acara adat. Di samping ULOS, ada juga sarung.

Sempatkanlah ke gedung pesta pernikahan orang Batak. Lihat disana, orang tua mempelai perempuan akan memberikan sehelai ULOS, yang dinamakan Ulos Hela. Biasanya prosesi penyerahan ini sangat spesial, diiringi lagu "Borhat Ma Dainang", air mata haru menyertai helai ulos itu, tentu disertai doa dan harapan, agar kedua mempelai hidup berbahagia, di rumah tidak ada mara bahaya, di ladang tidak akan kenapa-kenapa.

Setelah Ulos Hela disampaikan, dilanjutkan dengan Mandar Hela, yaitu sarung yang diserahkan kepada si menantu. Kata sang mertua, sarung ini adalah sebagai pengingat, agar si menantu, sejak hari ini dan seterusnya tekun mengikuti acara-acara adat. Itulah instruksi pertama dari mertua kepada menantunya.

Salam sarung Indonesia.

Hujan-hujan masuk sarung....hmmmm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun