Mohon tunggu...
Hts. S.
Hts. S. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Tak bisa peluk ayahmu? Peluk saja anakmu!" Hts S., kompasianer abal-abal

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

2 Nasehat Kampung untuk Ahok

14 November 2014   16:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:49 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ahok masih saja berseteru dengan sekelompok rakyat Jakarta. Terus seperti itu, tentu akan mengganggu roda pemerintahan, membuang tenaga yang seharusnya bisa dialokasikan kepada kepentingan rakyat secara umum. Tapi begitulah di negeri tercinta ini, kita terkadang sibuk bersoal sendiri sesama saudara, di DPR begitu, di DKI juga begitu. Orang kampungku bilang "songon manggulut input ni leang-leang", meributkan hal-hal yang tidak substansial.

Pak Ahok yang baik. Saya tidak bermaksud menasehati Bapak. Walau kita mungkin tak jauh beda umur, tetapi saya yakin Bapak jauh lebih dewasa dari saya. Pengalaman Pak Ahok tentu lebih berwarna daripada saya, begitupun wawasan dan kemampuannya.

Tapi siapa tahu yang saya sampaikan ini bermanfaat, beberapa ujaran dari kampungku di Siborongborong sana. Begini Pak Ahok.

1. Patalu Roha

Kadang persoalan timbul bukan karena sesuatu yang substansial, sebagaimana ujaran tadi "manggulut input ni leang-leang". Tapi karena harga diri, karena ego, orang bisa berkelahi. Itu bisa terjadi di lapo-lapo - warung kopi di kampungku. Karena membahas isu politik, orang bisa berkelahi suara. Karena itu perlu ada "Patalu Roha" - mengalah. Dengan mengalah persoalan biasanya reda. Kita tentu tak lupa, Pak Ahok adalah pelayan rakyat. Tunjukkan sikap seorang pelayan, lebih banyak menampung keluhan (tak perlu dipersoalkan benar atau tidak), tampung dulu sampai yang mengeluh bisa tenang, sampai dia tahu kalau suaranya didengar. Jangan reaktif. Begitulah pelayanan yang baik menurut para pengajar Service Excellent.

2. Unang Situlluk Mata ni Horbo

Jangan colok mata kerbau! Kira-kira begitu terjemahan bebasnya. Bayangkan kalau anda mencolok mata kerbau dari depan. Bagi yang biasa menggembala tentu tahu akibatnya. Bisa celaka dikejar-kejar sang kerbau. Itu terjemahan bebas saja.

Maknanya kalau versi kampung saya Pak Ahok, jangan terlalu ceplas-ceplos. Padahal di kampung saya itu terkenal dengan budaya ceplas-ceplos. Tapi masih dibatasi dengan ujaran ini, agar berhati-hati berbicara bahkan jika kita menganggap yang lain salah. Kurasa Pak Ahok sudah bisa memetik contoh dari cara-cara Pak Jokowi yang adem itu.

Begitulah Pak Ahok, tak perlu kuperpanjang-panjang tulisan ini, semoga bermanfaat! Kalau ada waktu mampirlah ke Siborongborong, nikmati Ombus-ombus, atau pecal "Si Gomuk". Hehehe.

Salam tiga jari, Persatuan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun