Mataram, 20 Juni 2020
Kepadamu
Pria Berhati Hangat
Pria Berhati Hangat,Â
Teriring doa semoga semesta senantiasa memberikan restu kebaikan atas semua langkah terbaik dalam hal-hal baik kehidupan. Terangkai syukur untuk segala hal yang mengajarkan tentang makna literasi dalam sebuah perjalanan menuju perubahan kehidupan. Melalui rangkaian kata ini banyak hal ingin kutuliskan. Tidak lupa juga banyak kisah ingin kuceritakan. Salah satu hal paling penting yang ingin kugoreskan adalah permohonan maaf. Untuk apa? Banyak hal yang bahkan menurutmu mungkin bukanlah sebuah kesalahan. Namun, bagiku ini adalah beban yang harus diselesaikan.Â
Pria Berhati Hangat,Â
Mengenalmu pada tanggal 20 Oktober 2020 adalah kesempatan pertama aku mengenalmu. Lewat keihklasan kau berbagi tentang penerbitan buku gratis, kala itu, di sebuah kelas belajar menulis. Kala itu pula gelora tumbuh berkelindan dengan asa. Keduanya saling menguatkan hingga lahirlah Pahlawan Literasi: Sekumpulan Tips Menulis dalam Bentuk Cerita Fiksi.
Meskipun bukan buku solo pertama, tetapi tetap saja memberikan arti berbeda. Lewat buku itu aku akhirnya paham, bahwa menerbitkan buku itu mudah. Terlebih kehadiran Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD)Â yang kaupimpin. Sungguh harapan baru tumbuh untuk melahirkan buku-buku berikutnya.Â
Terbukti dalam hitungan bulan lahir bukuku berikutnya. Buku yang lahir dari Lomba Blog Nasional yang kauinisiasi. Tidak menjadi pemenang memang, tetapi ada satu kebanggan. Di antara beberapa buku yang terbit, buku kumpulan puisi darik tentang pendidikan karakter ini menarik perhatianmu. Terbukti dengan disematkannya logo BI di bagian sampul depan buku. Selain itu, ada juga lembar edukasi tentang perbankan di dalamnya.Â
Pria Berhati Hangat,Â
Apakah kau tahu kalau ada beban di menyertai kelahiran buku itu? Iya. Sebuah beban bag keberlangsungan dan keberlanjutan YPTD ke depan. Di pundakku terselempang tugas panjang menjadi pembuka jalan bagi donatur penerbitan buku gratis. Itu tidaklah mudah. Sebab aku harus bisa membuktikan bahwa YPTD sesungguhnya layak untuk didukung oleh siapa saja dalam proses penerbitan buku.Â
Maafkan aku untuk belum mampunya aku mengemban tugas itu. Ini bukanlah kegagalan. Namun, awal bagi YPTD untuk bisa lebih mandiri dalam meneruskan cita-cita literasi. Setidaknya aku sudah mengambil peran dengan menerbitkan karya yang layak baca.Â
Pria Berhati Hangat,Â
Maafkan aku juga untuk lunturnya komitmen dalam ikut membesarkan laman YPTD. Bukan tanpa alasan. Bukan pula sebuah ke seng ajaa meninggalkan. Melainkan tersebab terpecahnya hati, pikiran, dan perasaan di berbagai laman. Kuakui ini memang salahku yang tak bisa mengelola waktu. Sebab bagaimanapun juga aku tidak bisa mengatur waktu. Kenapa? Sebab sejatinya waktu telah memiliki aturannya sendiri. Aku hanya butuh bisa mengelola dengan baik agar komitmen menulis di laman YPTD tetap terjaga.Â
Pria Berhati Hangat,Â
Maafkan aku juga karena telah lancang mengajukan diri sebagai bagian dari YPTD. Terutama hasrat menjadi penyunting lepas bagi buku-buku yang diterbitkan. Bukan tanpa alasan aku memberanikan diri. Aku hanya ingin YPTD benar-benar memiliki standar mutu terhadap buku yang diterbitkan. Tidak lebih dari itu.
Hal ini bukan karena aku merasa diri mampu menjadi penyunting yang baik. Bukan. Sama sekali bukan itu. Apakah artinya kemampuan menyuntingku dibanding penulis lainnya. Masih banyak penyunting yang jauh lebih berkompeten. Hal ini semata-mata keinginan menjadi bagian terbaik bagi kebaikan dunia literasi.Â
Aku menyadari penolakanmu waktu itu menyesuaikan kebutuhan YPTD. Aku pun mengakui saat ini YPTD berkembang pesat dengan atau tanpa penyunting. Buku-buku berkualitas pun tetap bisa terbit.Â
Pria Berhati Hangat,Â
Untuk kesekian kalinya maafkan aku karena sampai sekarang belum bisa menindaklanjuti permintaanmu. Permintaan sederhana mengunggah tulisan tentang Komunitas Guru Penggerak Kabupaten Lombok Barat di laman YPTD.Â
Bukan karena aku tidak mau, tetapi karena memang masih ada wadah lain yang menjadi rumah bagi tulisan terkait komunitas. Namun, aku berjanji akan menindaklanjuti permintaanmu. Agar ke depannya ada catatan kiprah komunitas dalam menjadi agen transformasi pendidikan. Tolong ingatkan aku untuk hal itu.Â
Pria Berhati Hangat,Â
Sekali lagi aku minta maaf karena belum bisa menjadi seperti dirimu. Aku masih harus banyak belajar darimu. Banyak hal tentang keikhlasan dan kegigihan. Tentangmu adalah keikhlasan setulusnya. Tentangmu adalah kegigihan sesungguhnya. Terlebih di usiamu yang senja semakin membuatku merasa dini di dunia literasi.Â
Namun, percayalah. Aku tidak akan berkecil hati untuk terus berjuang. Aku tidak akan tinggi hati saat nanti tiba waktunya menggantikanmu terbang.Â
Pria Berhati Hangat,Â
Maaf juga untuk belum bisa memberikan dan menjadi yang terbaik bagimu di senjamu. Aku hanya bisa melukis senjamu dengan karya-karyaku. Aku hanya mampu menggoreskan jejak terbaik di ujung senjamu. Jejak terbaik bagi diri dan kemajuan dunia literasi. Belum sepadan denganmu. Bahkan jauh dari jejak-jejak terbaikmu selama 70 tahun. Namun, setidaknya kelak waktu yang akan membawa kita pada sebuah titik bernama temu. Titik temu yang akan hangat dengan perbincangan seputar buku dan aroma-aroma sedap di balik proses penerbitannya. Aku percaya itu.Â
Pria Berhati Hangat,Â
Saat ini aku tidak meminta apa pun darimu. Sebab aku tak mau membebani senjamu dengan permintaan-permintaan. Aku hanya bisa mengirimkan doa dan harapan agar banyak yang mengikuti jejakmu, termasuk aku.Â
Akhir kata, selamat menikmati senja dengan segala keindahan literasi di semestanya. Semua berkatmu, Pria Berhati Hangat, H. Thamrin Dahlan, ayah literasiku.
Salam hormat,Â
Anak literasimu yang belum bisa membahagiakanmu
Sudomo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H