Mohon tunggu...
Sudomo
Sudomo Mohon Tunggu... Guru - Guru Penggerak Lombok Barat

Trainer Literasi Digital | Ketua Komunitas Guru Penggerak Lombok Barat | Duta Teknologi Kemendikbudristek 2023 | Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Penggerak Tidak Layak Menjadi Kepala Sekolah!

17 Januari 2023   00:01 Diperbarui: 17 Januari 2023   00:01 4478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah. (Foto: Dokumentasi pribadi) 

Guru penggerak tidak layak menjadi kepala sekolah? Yang benar saja! Kan, aturan pengangkatan kepala sekolah yang terbaru sudah jelas! Lagian, kan, mereka sudah memenuhi syarat karena memiliki sertifikat guru penggerak? Bagaimana ini? Kok tidak konsisten sama sekali dengan kebijakan yang sudah dikeluarkan! Lha ya masak sudah capek-capek mengikuti pendidikan selama 9 atau 6 bulan, tetapi tetap saja dianggap tidak layak. 

Demikian beberapa rentetan pertanyaan dan pernyataan yang timbul seiring semakin populernya program guru penggerak. Pertanyaan dan pernyataan itu juga mewarnai serunya pro kontra terkait guru penggerak menjadi kepala sekolah. Bukan sekali atau dua kali saja hal ini terjadi, melainkan sudah berkali-kali. Bahkan beberapa di antaranya keraguan terhadap kualitas guru penggerak terlihat jelas di berbagai media. 

Banyak pihak yang berpendapat bahwa guru penggerak tidak layak menjadi kepala sekolah. Bahkan ada juga yang berpendapat juga tidak layak menjadi pengawas. Namun, tidak sedikit juga yang tidak sependapat bahwa guru penggerak tidak layak mengemban tugas sebagai pemimpin pembelajaran. Masing-masing tentu memiliki alasan sendiri. 

Pendapat-pendapat ini bukan saja di dunia nyata, melainkan juga sampai dunia maya. Seperti yang tampak pada kolom komentar dalam postingan saya yang berjudul 'Tidak Usah Menjadi Guru Penggerak'. Sebuah postingan sederhana yang sebenarnya lahir dari kegelisahan ide di kepala justru melahirkan komentar yang harus disikapi penulis dengan bijaksana. 

Sementara di dunia nyata perbedaan pendapat bahkan ada yang terjadi di antara para petinggi organisasi guru di daerah. Wah tambah seru, ya? Pastinya. Hal ini karena memang guru penggerak itu istimewa sampai-sampai kehadirannya selalu menimbulkan rasa suka dan tidak suka. Bahkan tidak jarang setiap gerak-geriknya menjadi perhatian dari sekitarnya. Berbagai macam komentar muncul saat guru penggerak tidak bisa menjadi tuntunan di sekolah. 

Polemik ini muncul karena masing-masing merasa argumennya paling tepat. Kedua pendapat itu belum menemukan titik temu.  Mari kita menyikapinya dengan kepala dingin agar permasalahan layak atau tidak menjadi lebih jernih. Tentu kembali pada masing-masing individu guru penggerak. Selain itu, juga berpedoman pada kebijakan beserta ketentuan-ketentuan lain yang menyertainya. 

Menurut Permendikbudristek RI Nomor 40 Tahun 2021 salah satu syarat menjadi kepala sekolah adalah memiliki sertifikat guru penggerak. Berdasarkan pada ketentuan ini, tentu setiap guru yang memiliki sertifikat guru penggerak layak diangkat menjadi kepala sekolah. Benar demikian, bukan? 

Namun, perlu diingat bahwa ketentuan ini tidak berdiri sendiri. Masih banyak ketentuan lain yang menyertai. Salah satunya adalah memiliki sertifikat pendidik. Berdasarkan hal ini, tentu guru yang meskipun telah memiliki sertifikat guru penggerak, tetapi tidak memiliki sertifikat pendidik tentu tidak layak diangkat menjadi kepala sekolah. 

Contohnya adalah saya sendiri. Sebagai seorang guru penggerak yang tidak memiliki sertifikat pendidik tentu tidak akan memaksakan diri untuk mengajukan diri agar bisa diangkat sebagai kepala sekolah karena memang tidak layak. 

Lalu bagaimana dengan ketentuan-ketentuan lainnya? Ketentuan-ketentuan lainnya tentu juga bersifat terikat satu sama lain. Kesatuan ketentuan itu tidak dapat dipisahkan. Contoh lainnya adalah ketentuan yang tercantum dalam pasal 2, yaitu pendidikan paling rendah Sarjana (S-1) atau Diploma Empat (D-IV) dari perguruan tinggi terakreditasi. 

Untuk ketentuan ini rasanya tidak menjadi polemik, karena hampir semua guru penggerak sudah Sarjana atau Diploma Empat. Artinya setiap guru penggerak layak diangkat menjadi kepala sekolah. 

Ketentuan berikutnya adalah memiliki pangkat paling rendah penata muda tingkat I atau golongan/ruang III/b bagi guru yang berstatus PNS. Sementara bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja memiliki jenjang jabatan paling rendah guru ahli pertama. Artinya bagi guru penggerak yang pangkatnya masih III/a tentu tidak layak diangkat sebagai kepala sekolah. 

Ketentuan lain yang tidak bisa ditinggalkan sebagai bahan pertimbangan pengangkatan guru penggerak menjadi kepala sekolah adalah memiliki pengalaman manajerial paling singkat di satuan pendidikan, organisasi pendidikan, dan/atau komunitas pendidikan. Terkait pengalaman manajerial inilah yang berpotensi menjadi perdebatan layak atau tidaknya seorang guru penggerak menjadi kepala sekolah. 

Ada anggapan guru penggerak tidak mendapatkan ilmu terkait kemampuan manajerial selama mengikuti pendidikan guru penggerak. Padahal sejatinya di dalam modul sudah menyiapkan guru penggerak menjadi pemimpin pembelajaran. Contohnya adalah memimpin pembuatan visi sekolah dan pengelolaan aset sekolah. 

Memang ini hanya sebagian kecil dari tugas manajerial, tetapi setidaknya menjadi bekal ke depannya. Inilah yang mendasari anggapan sebagian orang bahwa tanpa pengalaman manajerial di sekolah, guru penggerak tetap layak diangkat menjadi kepala sekolah. 

Sementara itu ketentuan-ketentuan lainnya terkait status kesehatan, batas maksimal usia, bebas tindak pidana, bebas hukuman disiplin, dan penilaian kinerja dengan sebutan baik merupakan ketentuan dasar. Ketentuan-ketentuan dasar ini tentu tidak lagi akan menjadi bahan perdebatan. 

Sebenarnya demikian halnya dengan ketentuan-ketentuan lainnya. Seharusnya tidak lagi menjadi perdebatan. Memperdebatkan hal-hal yang sudah jelas tertuang sebagai ketentuan hanya akan membuang-buang waktu saja. 

Jadi, kesimpulannya adalah bahwa secara ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan, guru penggerak layak diangkat menjadi kepala sekolah. Namun, guru penggerak tidak layak menjadi kepala sekolah jika tidak memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku dalam pasal 2 Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021. Sesimpel itu! 

Salam Bloger Penggerak

Sudomo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun