Mohon tunggu...
Sudomo
Sudomo Mohon Tunggu... Guru - Guru Penggerak Lombok Barat

Trainer Literasi Digital | Ketua Komunitas Guru Penggerak Lombok Barat | Duta Teknologi Kemendikbudristek 2023 | Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Penggerak Dilarang Memberikan Reward kepada Murid! Benarkah?

13 Januari 2023   20:35 Diperbarui: 13 Januari 2023   20:52 3166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai kompasianer yang baru saja memenuhi kriteria agar bisa menerima K-Rewards, tentu bahagia yang dirasa. Pencapaian untuk masuk kriteria penerima K-Rewards memang tidak mudah. Terutama terkait batas minimal viewers dan komentar. Membutuhkan waktu cukup lama agar terpenuhi keduanya. Sementara untuk batas minimal konten bagi kompasianer yang terbiasa menulis bukanlah perkara sulit. Banyak hal yang bisa dikembangkan menjadi tulisan. Tentu dengan mempertimbangkan minat masing-masing. 

Berangkat dari pengalaman pribadi sehingga bisa memenuhi kriteria penerima K-Rewards, saya pun memperoleh ide untuk menerapkannya di kelas. Meskipun sebenarnya reward di kelas adalah hal tabu dalam kurikulum merdeka. Terlebih bagi guru dengan status penggerak.

Dalam modul yang telah dipelajari selama mengikuti pendidikan, guru penggerak memperoleh gambaran holistik terkait hal ini. Namun, menurut saya pribadi sebagai guru penggerak, pemberian reward sebenarnya bisa saja menjadi tidak tabu lagi. Pemberian reward akan menjadi legal ketika reward yang diberikan adalah berdasarkan hasil kesepakatan kelas. Dalam artian reward menjadi konsekuensi dari tindakan positif yang telah dilakukan murid. 

PR besar bagi guru tentunya menemukan bentuk reward yang tepat. Menemukan bentuk reward sekaligus membangun kesadaran intrinsik murid untuk belajar bukanlah hal mudah. Dua hal tersebut adalah hal berbeda. Reward memicu murid melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu yang berasal dari luar dirinya. Inilah alasan tidak diperbolehkannya pemberian reward kepada murid. Sementara kesadaran intrinsik memungkinkan murid memunculkan niat belajar dari dalam diri sendiri. Perbedaan keduanya tentu akan memberikan hasil berbeda pada capaian belajar murid. 

Lalu bagaimana agar reward yang diberikan guru bisa memunculkan kesadaran intrinsik murid untuk belajar? 

Sebuah pertanyaan singkat yang membutuhkan pemikiran panjang menemukan jawabannya. Kemampuan guru dalam berpikir kreatif sangat diperlukan untuk menemukan jawabannya. Tentu berdasarkan pula pengalaman lampau yang telah dialami oleh guru. Bukan saja dari diri sendiri, melainkan juga rekan guru lainnya. 

Uraian berikut diharapkan bisa menjadi gambaran bagi guru yang galau perihal pemberian reward bagi murid di kelas. Berikut adalah uraian tentang strategi yang akan saya kembangkan di kelas. Menurut saya hal-hal berikut bisa dilakukan guru agar tidak keluar konteks dari semangat kurikulum merdeka. Harapannya juga mampu menumbuhkan kesadaran intrinsik murid dalam belajar. 

Pertama, memastikan bahwa reward yang diberikan merupakan konsekuensi dari perilaku positif seluruh murid. Tidak ada pembedaan pemberian reward kepada murid. Semua murid mendapatkan reward yang sama. Pembedanya terletak pada motivasi yang diberikan menyertai reward secara individual.

Kepada murid yang aktif, motivasi lebih pada cara agar murid tetap aktif. Sementara bagi murid yang kurang aktif, motivasi bisa berupa arahan agar lebih aktif lagi. Memakan banyak waktu, dong! Pastinya. Oleh karena itu pemberian motivasi yang menyertai reward dapat dilakukan di luar proses pembelajaran. Guru bisa mencari waktu luang secara personal dengan murid untuk menyampaikan motivasi intrinsik. 

Kedua, memperhatikan bentuk reward yang bisa diberikan. Memang ada baiknya tidak berupa barang. Bisa saja apresiasi sederhana berupa tepuk tangan atau jempol. Hal sederhana ini jika menjadi kebiasaan akan membuat murid merasa dihargai. Sekadar tepuk tangan atau jempol akan membawa alam bawah sadar mereka untuk terus melakukan hal terbaik di kelas. Awalnya mungkin masih menjadi alasan untuk belajar. Namun, lama kelamaan murid akan terbiasa menerima reward berupa tepuk tangan atau jempol. Karena terbiasa maka akan menjadi hal biasa pada saat murid melakukan hal terbaiknya saat proses pembelajaran. 

Ketiga, memastikan bahwa proses pemberian reward tidak disadari oleh murid. Bagaimana caranya? Reward diberikan secara klasikal setelah selesai proses pembelajaran. Pemberian reward ini dilakukan secara umum. Artinya apresiasi bisa disebutkan secara umum berdasarkan tingkat pencapaian belajar murid. Penyampaian reward pun dilakukan secara menyeluruh tanpa menyebut satu per satu nama murid. Rasanya hal ini sesuai dengan prinsip keadilan bagi setiap murid. 

Keempat, membuat kesepakatan kelas terkait pemberian reward pada akhir semester. Mengapa harus di akhir semester? Karena kalau di awal semester secara tidak langsung akan menjadikan reward sebagai motivasi belajar. Namun, jika pada akhir pembelajaran murid akan merasa dihargai. Jika murid sepakat, maka pemberian reward dilakukan. Namun, jika tidak proses pemberian reward pun tidak dilakukan guru. Kesepakatan ini penting untuk menihilkan anggapan pemberian reward ini menjadi satu-satunya motivasi dalam belajar. 

Kelima, melibatkan murid dalam pemberian reward. Artinya murid diberikan kebebasan memberikan reward berupa apresiasi kepada teman pilihannya. Tentu guru berperan dalam memberikan gambaran terkait kriteria penerima reward. Sekaligus juga memberikan penguatan tentang pentingnya kesadaran intrinsik untuk belajar. 

Demikian uraian tentang strategi pemberian reward di sekolah. Harapannya upaya ini bisa menjadi alternatif pemberian apresiasi kepada murid dengan tetap berpegangan pada semangat kurikulum merdeka. Hingga pada akhirnya guru penggerak pun tetap bisa memberikan reward pada pencapaian hasil belajar murid. 

Semoga bermanfaat! 

Salam Bloger Pengggerak

Sudomo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun