Pembelajaran berdiferensiasi didefinisikan sebagai pembelajaran untuk mendukung semua murid di kelas. Bagi sebagian yang belum memahami, pembelajaran berdiferensiasi sulit diterapkan. Terlebih adanya anggapan pembelajaran ini membutuhkan persiapan yang terhitung banyak dan merepotkan. Padahal sejatinya dalam proses pembelajaran seperti biasanya pun guru tetap harus melakukan persiapan.Â
Coba kita bandingkan. Pembelajaran berdiferensiasi guru perlu mempersiapkan materi pembelajaran. Pada pembelajaran sepeti biasa pun demikian adanya. Demikian juga dengan media pembelajaran. Guru tetap harus mempersiapkan pada pelaksanaan kedua jenis pembelajaran ini.Â
Bukan itu saja. Strategi dan metode pun juga harus disiapkan oleh guru agar murid bisa mencapai tujuan pembelajaran. Sama saja, bukan?Â
Lantas apa yang membedakan keduanya dalam tahap persiapan? Berikut ini letak perbedaannya.Â
- Pada pembelajaran biasa, guru tidak selalu melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid. Pada pembelajaran berdiferensiasi, guru harus melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid sebelum menyusun perangkat pembelajaran;
- Pada pembelajaran biasa, guru hanya menyiapkan satu materi yang seragam. Pada pembelajaran berdiferensiasi, guru menyiapkan materi sesuai kesiapan belajar murid sekaligus aspek diferensiasi konten;
- Pada pembelajaran biasa, guru hanya menyiapkan satu media pembelajaran. Namun, pada pembelajaran berdiferensiasi guru menyiapkan berbagai media pembelajaran sesuai minat dan profil belajar murid. Bukan saja berupa video pembelajaran, melainkan juga audio dan dokumen. Apakah harus? Tentu saja tidak. Tergantung hasil pemetaan kebutuhan belajar murid tentunya;
- Pada pembelajaran biasa, guru masih sering mengabaikan asesmen diagnostik awal. Pada pembelajaran berdiferensiasi guru akan terbiasa melakukan hal ini untuk mengetahui kesiapan belajar murid.Â
Perbedaan tersebut bukan hal yang berat pastinya. Semua guru pasti akan dengan mudah melakukannya. Kenapa? Hal ini karena setiap guru pasti percaya, persiapan yang baik akan memberikan pengalaman belajar terbaik bagi muridnya dalam proses pembelajaran.Â
Terkait proses pembelajaran, hal ini diperparah lagi dengan adanya anggapan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdiferensiasi yang ribet. Padahal sebenarnya RPP berdiferensiasi itu, ya, RPP seperti biasanya. Apa pun kurikulumnya, RPP berdiferensiasi bisa mudah dimodifikasi.Â
Bedanya, pada RPP ini guru hanya tinggal menambahkan diferensiasi apa yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran. Setelah itu tinggal menuliskan keterangan aspek diferensiasi yang dilakukan pada tahap kegiatan inti. Iya. Benar, tetapi, kan, repot harus menerapkan diferensiasi konten, proses, dan produk dalam satu kali pertemuan. Tidak seperti itu kenyataannya.Â
Pembelajaran berdiferensiasi boleh, kok, cuma menampilkan satu atau dua aspek saja. Guru tinggal memilih mana yang paling nyaman untuk dilakukan. Apakah itu diferensiasi konten, proses atau produk. Hal ini menyesuaikan aspek mana yang akan mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran oleh murid. Mudah, bukan?Â
Anggapan lainnya yang muncul adalah bayangan harus memenuhi seluruh kebutuhan murid di kelas. Padahal sejatinya tidak seperti itu. Guru juga diberikan kemudahan dalam menerapkan pengelompokan murid berdasarkan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid.Â
Tentu tidak mungkin bagi seorang guru yang mengajar 30 orang murid di kelas memenuhi semuanya. Tidak terbayang berapa repotnya. Dalam pembelajaran berdiferensiasi guru bisa melakukan strategi membagi kelompok berdasarkan kesiapan belajar. Hal ini akan memudahkan guru dalam melakukan pendampingan selama proses pembelajaran.
Guru bisa memberikan pendampingan penuh kepada kelompok dengan kategori kurang. Guru memberikan pendampingan berkala kepada murid kategori sedang. Terakhir, guru bisa memberikan kesempatan murid kategori tinggi untuk belajar mandiri atau menjadi tutor sebaya.Â