Petang beranjak meninggalkan siang. Ia memilih bergegas menjemput malam. Di awal malam, aku menyelesaikan bacaan. Namun, baru satu halaman ada yang memecahkan konsentrasiku. Sekilas aku melirik ke arah sumber suara. Seorang anak laki-laki berusia hampir 12 tahun terlihat melangkah menuju ke arahku. Wajahnya polosnya tertekuk. Sesekali terdengar dia kembali menggerutu.Â
"Bapak! Opin bosen ini!" katanya setengah berteriak sambil melemparkan badannya ke arah sofa, tepat di sampingmu.Â
Aku pun menoleh ke arahnya dan berkata, "Bosen kenapa, Mas? Tugas sekolah?"
Anak laki-laki yang duduk di kelas 6 SD itu mengangguk pelan. Wajahnya menengadah ke langit-langit rumah. Pandangan matanya kosong. Bibirnya agak sedikit maju. Kedua tangannya bersedekap.Â
Aku sedikit menggeser duduk ke arahnya. Kuletakkan buku di atas meja. Setelah itu, sederet kalimat pun muncul dari bibirku.Â
"Cerita sama Bapak, dong! Kenapa Mas tumben kayak gini?" tanyaku sambil menatap ke arahnya.Â
Dia sedikit menoleh. Sesaat kemudian dia membetulkan posisi duduknya. Dia pun duduk persis menghadap ke arahku.Â
"Ini, Bapak. Opin tuh disuruh ngerjain tugas di blog. Tapi Opin males," jawabnya sambil memainkan ujung kausnya.
Aku tersenyum ke arahnya. Dengan sabar aku berusaha memberikan penjelasan. Tentang tugas yang harus dia selesaikan. Perihal keengganannya menulis di blog.
"Kalau boleh Bapak tahu. Apa sih yang bikin Mas males nulis lagi di blog?" tanyaku berhati-hati.Â
Dia menegakkan kepalanya, kemudian berkata, "Jadi, kemarin itu Opin dapet komentar di blog. Bilangnya tulisannya kurang inilah kurang itulah. Banyak deh pokoknya, Bapak."