Kemudahan masyarakat Indonesia untuk mendirikan sebuah bisnis ditunjukkan dengan adanya kemudahan usaha mikro, kecil, dan menengah yang kemudian disebut  dengan UMKM untuk memperoleh izin untuk melaksanakan kegiatan bisnis.Â
Keberadaan UMKM mendukung perekonomian, termasuk sebagai upaya untuk menekan angka kemiskinan, juga sebagai salah satu sumber pendapatan negara melalui kewajiban UMKM untuk membayar pajak.Â
UMKM dinilai memiliki ketahanan terhadap krisis ekonomi dan memiliki potensi untuk berkembang, hal ini ditunjukkan oleh data dari Kementerian Koperasi dan UMKM tahun 2017, pangsa unit usaha UMKM sekitar 99,99% atau 62.922.617 unit. Dibandingkan dengan usaha besar pada kisaran pangsa 0,01% atau 5.460 unit.
Permasalahan umum yang ditemukan pada usaha mikro, Kecil, dan menengah ialah masalah kecukupan modal (Suthapa, 2008). Proporsi modal yang dimiliki oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah masih didominasi oleh modal sendiri, dengan jumlah modal yang terbatas untuk berkembang dengan baik.Â
Solusi untuk masalah keterbatasan modal ini sebenarnya dapat diatasi pelaku UMKM tersebut dengan memperoleh dana atau modal dari pihak luar. Adapun pihak yang dapat membantu perolehan dana bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah ini, salah satunya adalah pemberian kredit oleh bank.Â
Masalah baru yang muncul untuk memperoleh dana dari pihak bank salah satunya disebabkan oleh tidak tersedianya informasi yang relevan mengenai pencatatan transaksi dalam operasional usaha.
Baca juga : Optimalisasi Potensi Kuliner Warga Kebonsari Baru Selatan Guna Meningkatkan UMKM
Menindaklanjuti masalah pencatatan transaksi pada entitas UMKM yang disusun untuk memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan usaha mikro, kecil, dan menengah, dirancang sebuah standar yang dirumuskan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dalam lembaga Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) tentang Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah (SAK EMKM), yang menyederhanakan standar sebelumnya yaitu Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP), yang secara efektif berlaku mulai 1 Januari 2018.
Kemampuan entitas mikro, kecil, dan menengah memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berkembang, namun dikarenakan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah memiliki keterbatasan dalam menyediakan informasi mengenai laporan keuangan, hal ini menghambat UMKM untuk dapat mengakses perolehan modal di bank.Â
Berdasarkan kompleksitas bentuk usaha ini, maka untuk menyusun laporan keuangan, perlu disesuaikan agar pencatatan mudah untuk dilakukan dan tidak memberatkan UMKM. Berdasarkan jenis Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia, maka standar yang tepat untuk diterapkan adalah Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengah (SAK EMKM).Â