Mohon tunggu...
Sudirman Sultan
Sudirman Sultan Mohon Tunggu... Lainnya - Widyaiswara Balai Diklat LHK Makassar

Jagawana/Polisi Kehutanan di Taman Nasional Taka Bonerate 1999-2004 Widyaiswara di Balai Diklat LHK Makassar 2005 S/d Sekarang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ihsan dalam Bekerja

15 Februari 2022   15:15 Diperbarui: 15 Februari 2022   15:30 3108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara terminology kata "Ihsan" adalah sebuah kata kerja yang berarti " berbuat atau menegakkan sesuatu dengan kualitas terbaik." Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, sehingga Tuhan memberikan potensi (fisik, emosi dan spiritual) kepada manusia agar mampu melaksanakan yang terindah atau terbaik. Hal tersebut bagaikan percikan air syurgawi yang membasuh wajah manusia, untuk selalu tampil prima sebagai pekerja keras, berprestasi puncak dan bermakna.

Setiap manusia wajib menjadi Top performers dan memiliki Can Do Spirit di bidangnya masing-masing, apakah dia seorang  anggota parlemen, polisi, jaksa, hakim, pengacara, karyawan, engineer, akuntan, bisnisman, tentara, guru, pelajar, ibu rumah tangga, petani atau apapun profesinya. Kalau saja manusia memahami konsep Ihsan ini, dunia akan bermandikan cahaya kedamaian dan merupakan prestasi besar sebagai wujud pengabdian cinta kepada Dia Yang Maha Agung. Jika manusia berbuat yang terindah (Deliver the best) tentunya itu bukanlah untuk kepentingan Tuhan, namun manusia sendirilah yang beruntung melalui upaya penyerasian dengan sifat-sifat fitrah yang ada pada dirinya.

Landasan Ihsan bertujuan  agar manusia dalam bekerja, berkarya dan beraktivitas senantiasa meningkat kualitasnya. Kualitas yang tinggi atau baik tersebut tidak hanya terkait dengan masalah aktivitas kehidupan duniawi, namun juga menyangkut aktivitas kehidupan yang kekal abadi di alam akhirat kelak. Karena semua agama pasti memandang dua kehidupan tersebut sebagai satu kesatuan dan sistem kerja yang terintegrasi. Maka setiap orang yang beragama pada waktu akan berbuat sesuatu pekerjaan baik besar maupun kecil seharusnya melalui tahap-tahap sebagai berikut :

  1. Dasar fundamental, yaitu memantapkan diri dengan iman dan mengabdi kepada Sang Maha Pencipta.
  2. Melaksanakan pekerjaan dengan dilandasi semangat religiusitas yang tinggi, yakni : a). merasa bersama Yang Maha Kuasa dalam setiap melaksanakan pekerjaan, b). merasa bahwa dirinya tidak sendirian dalam bekerja tetapi bersama dan bersatu dengan masyarakat manusia yang banyak, yang juga harus dihormati dengan duduk sama rendah berdiri sama tinggi, sehingga hasil kerja yang diperoleh merupakan kesejahteraan bersama, c). jiwanya senantiasa diatur dan terjaga dengan baik, agar dalam melaksanakan pekerjaan tidak merasa minder dan rendah diri, sehingga akan mampu menghadapi pekerjaan dengan penuh kesungguhan dan segenap kemampuan.
  3. Melaksanakan pekerjaan dengan sungguh-sungguh, sebaik-baiknya, sesempurna mungkin baik kualitas maupun motifnya karena ia bekerja dengan perasaan "diawasi" dan selalu bersama Tuhan Yang Maha Esa.

Yang Maha Kuasa ketika memerintahkan manusia untuk beraktivitas, hal terpenting yang diperintahkan adalah manusia dalam melakukan aktivitas tersebut harus sebaik-baiknya dan tidak berlepas tangan begitu saja. Manusia harus menyadari bahwa pekerjaan itu dilaksanakan di depan-Nya atau menyadari bahwa Tuhan senantiasa mengawasi ketika manusia melaksanakan setiap aktivitas dan pekerjaan.

Artinya dalam bekerja, hendaknya selalu menerapkan Spiritual Values (nilai-nilai spiritual) sehingga kredibilitas sebagai pondasi utama dalam bekerja terbentuk dengan sendirinya.  Menurut Direktur Morris Institute for Human Values dan Guru Besar Emeritus Filsafat Universitas Notre Dame, AS, Tom Morris bahwa salah satu godaan yang paling besar adalah menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hasil meskipun harus memanipulasi orang lain tanpa merasa malu.  Memanipulasi orang lain sama dengan memanipulasi kebenaran, membual, sedikit tipuan dan berbohong.

PUSTAKA

  1. Aburdene, Patricia. (2006). Megatrends 2010, Transmedia, Jakarta.
  2. Bey Arifin, 1991.  MENGENAL TUHAN.  PT. Bina Ilmu, Jakarta.
  3. Dani Ronni RM., 2006.  THE POWER OF EMOTIONAL AND ADVERSITY QUOTIENT FOR TEACHERS "Menghadirkan Prinsip-Prinsip Kecerdasan Emosional dan Adversitas dalam Kegiatan Belajar Mengajar". Kelompok Mizan (Hikmah Populer).
  4. Hamzah Ya'qub, 1980.  Tingkat Ketenangan dan Kebahagian Mu'min, (uraian tashawwuf dan taqarrub). PT. Bina Ilmu, Jakarta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun