Mohon tunggu...
Sudirman Asun
Sudirman Asun Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.\r\n\r\n(Pasal 66 UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)\r\nhttp://sudirmanasun.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature

Hari Sungai Nasional, Pemerintah Harus Bertanggung Jawab atas Kerusakan Ciliwung

26 Juli 2013   14:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:00 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_277638" align="aligncenter" width="504" caption="Berlomba lomba Menggusur Vegetasi Sempadan dan Penguasaan Sempadan Sungai Oleh Komp. Perumahan Kota Depok "][/caption] Bogor, 25 Juli 2013. Pemerintah telah menetapkan tanggal 27 Juli sebagai Hari Sungai Nasional. Ciliwung Institute dan Forest Watch Indonesia mendesak pemerintah dan para pihak untuk bertanggung jawab atas rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Pada tanggal 27 Juli 2013 penggiat Ciliwung akan menyelenggarakan dialog “Mari Bicara Perspektif Ciliwung” di Jakarta. Pada dialog ini, pihak pemerintah selaku penentu kebijakan akan diundang dan diharapkan dapat menghasilkan aksi tindak lanjut dan solusi yang nyata untuk perbaikan Ciliwung. Pada tahun 2012, FWI memaparkan hasil temuannya terkait kondisi tutupan hutan di DAS Ciliwung yang tersisa tinggal 12 persen dari total luas Kawasan DAS yang mencapai 29 ribu hektar. Kondisi ini tidak sesuai dengan yang diamanatkan di dalam undang-undang, dimana keberadaan hutan sebagai daerah resapan air yang optimal harus mempunyai luasan yang cukup dengan sebaran proposional, minimal 30 persen dari luas DAS. Sungai Ciliwung sepanjang ± 120 Km yang berhulu di Kawasan Puncak, aliran sungainya melewati Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok dan DKI Jakarta. Berdasarkan data tahun 2007 Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum, terdapat kurang lebih 20 situ (setu) yang masuk di dalam DAS Ciliwung. Hari Yanto dari Forest Watch Indonesia yang melakukan pengecekan lapangan secara langsung kondisi situ (setu) pada April 2013 mengungkapkan, “Kondisi situ yang berada di dalam DAS Ciliwung tak ubahnya kubangan air yang dipenuhi oleh tumpukan sampah dan terjadi pendangkalan. Kami menemukan kondisi 22 situ dan 4 rawa tidak akan mampu menahan air jika musim hujan tiba. Selain itu, jumlah situ yang kami temui di lapangan berbeda dengan data jumlah situ yang dimiliki Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane pada tahun 2007,” tambah Hari Yanto. Sudirman Asun dari Ciliwung Institute menambahkan, “Kini Sungai Ciliwung tercemar oleh limbah industri tahu dan sampah rumah tangga, kondisi bantarannya pun telah banyak diuruk para pengembang perumahan mulai dari Kabupaten Bogor hingga Kota Depok. Hutan bambu di bantaran Ciliwung juga terancam oleh para pengembang yang berniat membangun perumahan. Peneliti dari Universitas Indonesia sekaligus anggota Komunitas Ciliwung, Muhamad Muslich mengungkapkan, “Pada Juni lalu bersama dengan Komunitas Ciliwung, kami mengadakan penelitian Jelajah Taman Keanekaragaman Hayati Ciliwung. Kondisi Ciliwung sepanjang bantaran dipenuhi titik-titik gunung sampah. Tercatat 215 titik pembuangan sampah mulai dari Bojong Gede di Bogor hingga Simatupang, Jakarta. Penelitian tersebut juga mencatat 88 pelanggaran oleh pembangunan pemukiman di bantaran. Enam titik lainnya masih dalam proses pengurukan bantaran untuk kompleks perumahan baru. Tercatat pula sumber limbah rumah tangga dan industri sebanyak 127 titik.” Kondisi Ciliwung saat ini semestinya menjadi perhatian serius dari semua pihak. Terlebih Sungai Ciliwung mempunyai sejarah yang bagus pada zamannya, dimana Ciliwung menjadi jalur tranportasi para pedagang bambu dari kawasan Bojonggede dan Depok menuju Jakarta. “Kita sebagai warga negara perlu menuntut tanggung jawab pemerintah untuk mengembalikan fungsi hutan dan situ sebagai daerah tangkapan air dan penampung air sementara yang melindungi kawasan di bawahnya”, himbau Hari Yanto. --- Kontak Wawancara: Sudirman Asun, Ketua Ciliwung Institute. Email: sudirmanasun@yahoo.com Telepon: 02171140277 atau 081212125108 Hari Yanto, Staf Program Daerah tangkapan Air (DTA) FWI. Email: hari@fwi.or.id Telepon: 08561235298 Untuk permintaan peta dan foto, silakan menghubungi: Andi Juanda, Email: andi@fwi.or.id Telepon: 085719816607 CATATAN EDITOR: ● Forest Watch Indonesia (FWI) merupakan jaringan pemantau hutan independen yang terdiri dari individu-individu dan organisasi-organisasi yang memiliki komitmen mewujudkan pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka sehingga dapat menjamin pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan. Organisasi ini berbasis di Bogor. Informasi lebih jauh mengenai organisasi ini dapat dijumpai pada website www.fwi.or.id ● Ciliwung Institute (CI) merupakan forum kerja yang digagas untuk mewadahi kegiatan komunitas yang bergerak dalam upaya penyelamatan Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Lingkup kegiatannya mulai dari Puncak Kab. Bogor, Kota Bogor, Bojonggede Kab.Bogor, Depok hingga Jakarta. Forum yang dibangun dari beragam isu ini mencoba mengangkat potensi Ciliwung yang dilihat dan dilakukan dari berbagai sudut pandang. Keberagaman ini merupakan kekuatan Ciliwung Institute untuk mengemas kampanye penyelamatan Ciliwung yang disuarakan menjadi sederhana dan mudah diterima oleh berbagai kalangan. Informasi lebih jauh tentang CI bisa diakses di http://ciliwunginstitute.blogspot.com/ ● Komunitas Ciliwung merupakan jaringan para pengiat Ciliwung dari hulu hingga hilir yang tersebar mulai dari Puncak Tugu Utara (KC Puncak), Kota Bogor (KPC Bogor), Bojonggede (KC Bojonggede), Kota Depok (KC Depok), Jakarta Timur (KC Condet). ● UU No.41 tahun 2009 tentang Kehutanan menyebutkan hutan sebagai daerah resapan air adalah minimal 30% dari luas DAS dan/atau pulau. Selain di UU No 41 tentang kehutanan dalam UU No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang semakin mempertegas, dimana keberadaan hutan sebagai daerah resapan air yang optimal harus mempunyai luasan yang cukup dengan sebaran proposional, minimal 30 persen dari luas DAS. [caption id="attachment_277640" align="alignnone" width="504" caption="Makin banyak pembangunan pabrik Tahu di bantaran sungai dan membuang limbah cair langsung ke sungai"]

13748209961119173277
13748209961119173277
[/caption] [caption id="attachment_277642" align="alignnone" width="504" caption="Makin banyak bangunan kontrakan yang berpotensi membuang sampah langsung ke sungai"]
1374821196578124152
1374821196578124152
[/caption] [caption id="attachment_277644" align="alignnone" width="504" caption="Pembuangan sampah oleh warga yang menghuni bangunan kontrakan di pinggir sungai"]
13748213261174503526
13748213261174503526
[/caption] [caption id="attachment_277645" align="alignnone" width="504" caption="TPA Pasar Minggu Jakarta Selatan, salah satu sekian banyak "]
13748214761913279122
13748214761913279122
[/caption] [caption id="attachment_277646" align="alignnone" width="300" caption="Pembangunan Water Boom di Sempadan Sungai Ciliwung Bojonggede Kab. Bogor"]
13748216211267935748
13748216211267935748
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun