Di sana Pungli, di sini Pungli dimana-mana ada Pungli...
Di pasar, jalan, pertigaan, tikungan, perempatan, masuk ke tol....
Kita tidak pernah akan tahu seperti apa kisah awal terjadinya upeti, pungli atau pungutan liar di Indonesia. Kalau di pikir-pikir lebih mendalam, bahwa pungli pada hakikatnya adalah pungutan yang dilakukan oleh orang/badan kepada orang perserorangan. Secara historik perilaku pungli terdapat dua kekuatan yaitu pihak superior yang melakukan pungutan dan pihak inferior yang terkena pungutan. Mengapa dikatakan superior ? Sebab pihak pemungut memiliki kekuasaan tinggi untuk menjalankan pungutan. Punya perangkat atau aparat untuk menindak perorangan yang menolak dan punya sederet peraturan yang melindungi pelaku pemungutan liar. Bentuk pungli bisa berwujud natura berupa barang dan jasa juga bisa berupa uang.Â
kalau kita bolak balik membaca catatan sejarah kerajaan-kerajaan besar dunia mengapa selalu diiringi dengan pemberontakan, dan  peperangan ? ternyata salah faktor utama penyebabnya adanya upeti, pungutan. Pungutan apakah sama dengan pajak ? nanti di kesempatan lain akan saya bahas. Pungutan di tarik dari suatu wilayah, daerah atau kerajaan diibaratkan sebagai tanda tunduk atas penaklukan dari kerajaan yang lebih superior,  lebih kuat terutama dari sisi kekuatan militer atau angkatan perang.Â
Tahun 1293 masih ingat dalam pikiran kita bagaimana Serbuan ini merupakan ekspedisi Yuan Mongol Kubilai Khan China untuk menghukum Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari, di Jawa yang menolak membayar upeti dan bahkan melukai utusan Dinasti Mongol. Â
Di Eropa legenda Robin Hood merupakan  tokoh dalam cerita rakyat Inggris. Ia adalah seorang bangsawan yang menjadi musuh Sheriff of Nottingham atau Prince John, melawan pejabat yang korupsi untuk kepentingan rakyat. Ia memimpin 140 orang yang disebut "Merry Men".  Mengapa penguasa Korup ? karena uang pajak yang di tarik terlalu tinggi sehingga kemakmuran dan kesejahteraan yang di dambakan rakyat tidak terwujud.Â
Sedangkan upeti/pungli terus menerus dilakukan tidak lagi melihat bagaimana keadaan perekonomian masyarakat dan banyak lagi kisah pemberontakan yang  menyebabkan sebuah Revolusi seperti yang terjadi di Perancis. Di mana  Ratu Antoinette istri Raja Louis XIV semena-mena menarik upeti dan pungli lainnya semata-mata untuk mempertahankan gaya hedonisme bagi Ratu di lingkaran kekuasaannya.
Upeti, pungli adalah buruk bagi masyarakat karena memakmurkan hanya pribadi, golongan dan kelompok tertentu saja. Lantas bagaimana ini bisa terus dipertahankan di dalam masyarakat Indonesia. ?
Pungli seperti nafas, perhatikan dengan seksama saat anda membayar duaribu rupiah untuk parkir kendaraan di sebuah minimarket. Transaksi belanja anda mau 1,2 atau 5 menit tetap harus bayar walau tertulis parkir gratis. Mau pagi, siang, sore atau malam kalau ada petugas pemungut parkir liar tetap anda harus membayar.Â
Kalau pembayaran itu mengatasnamakan uang jago, asal penyebutan uang jaga demi keamanan, menjaga kendaraan tetap terlindungi dari pencurian bukankah itu sudah menjadi ranah pengelola minimarket ? Bayangkan kalau transaksi itu dilakukan dalam satu hari, minggu, bulan dan satu tahun padahal jumlah minimarket jumlahnya mungkin ratusan ribu se-Indonesia.Â