Bagaimana nasib pengusaha furnitur dan mebel lokal? Kalau disimpulkan bahwa bisnis furniture dan meubeler lokal cenderung stagnan kurang mendapatkan bimbingan teknis dari pihak terkait. Baik itu dari Dinas Perdagangan provinsi DKI jakarta yang website nya minim informasi.
Entah bagaimana kemendag menyikapinya. Dari sisi promosi setidaknya tidak ada perusahaan lokal yang benar-benar mampu menyaingi Ace Hardware, Informa, atau brand asing merk lainnya. Produk Brand impor dengan harga selangit untuk kalangan atas.Â
Brand lokal harga membumi seolah diputuskan bahwa keberadaan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan pangsa pasar dalam kota Jakarta dan Jabodetabek itupun untuk kaum menengah ke bawah. Kalau sudah begini jangan diharapkan ada kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah apalagi penerimaan devisa. Padahal jangan2 usia branded asing dengan lokal lebih dulu terlahir furnitur dan mebel lokal
Lantas apa yang harus dilakukan oleh para pedagang furnitur dan mebeleur dan peran pemerintah? Apakah pembuatan meja kursi, lemari pakaian, lemari pajangan, tempat tidur, partisi kamar, kusen, rooster, pajangan kaca, meja 1/2 biro dan banyak jenisnya.Â
Modelnya itu lagi-itu lagi. Minim Inovasi. Tak ada upaya untuk menambah skill, nilai tambah model, merk yang bisa mengikuti perkembangan zaman (up to date)? Jika itu terjadi maka kita patut pertanyakan bagaimana bisa terjadi? Dilihat dari sisi bahan baku kayu Indonesia tidaklah kekurangan cuma teknologi dan modernisasi permebelan minim.
Furnitur Asing idola Millenial
Lain lagi dengan usaha furnitur dan mebeleur yg dikelola oleh merk asing. Mereka masuk ke Indonesia untuk menjual produk nya ada yg jauh dari Eropa, AS dan China. Sebelum Pandemik keberadaan Bisnis mereka amat modern.Â
Melalui penjualan offline dari mulai pemilihan Lokasi penjualan ada di mal atau pusat perbelanjaan terkenal baik di Jakarta dan Jabodetabek. Luas lahan (floor) yang mereka sewa luas dan bertingkat bahkan terkesan mewah. Penampilan galeri toko di depan, tengah, maupun bagian dalam dan hingga pintu keluar di buat nyaman dan mewah. Barang tertata apik dan rapi.Â
Orang yg semula hanya sekedar cuci mata akhirnya rela membeli. Pemilik modal dengan dana yg kuat maka bisa memaksimalkan promosi dagangan mereka. Selain penjualan jalur online, off line, brosur cetak, door to door juga menggandeng lembaga pembiayaan kredit. Tak heran  usaha mereka walaupun tanpa campur tangan pemerintah negara nya para pengusaha furniture dan mebeleur asing mampu unggul telak atas pengusaha  lokal.
Kaum Millenial identik dengan gaya hidup modern, simpel dan artistik. Keberadaan pengusaha asing sudah pasti menjadi daya tarik sesuai selera kekinian. Kita lihat bahwa pengunjung mereka menyukai produk impor baik dari AS, Eropa dan China. Jumlah penduduk muda Indonesia yang mencapai 80 juta orang bukan sekedar angka. Kalau mereka dari sekarang tidak di edukasi tentang barang dan jasa produk lokal bukan tidak mungkin kita menjadi "tamu dirumah sendiri" apapun yang diperjualbelikan.