PROLOG
Menjadi Politikus saat ini sungguh melelahkan. Mereka dibelit atas nama aturan partai politik. Tidak boleh protes terhadap intern kondisi partai, tidak boleh keluar garis apa yang menjadi keinginan Ketua Umum Parpol.Â
Seorang politikus harus ikut menanggung beban finansial utk membesarkan Partai baik tidak ada pesta demokrasi, ataukah menjelang pesta demokrasi.Â
Politikus itu ada yang garis tangan BERUPA DNA Politikus entah darah kakek nenek atau kedua orangtua mereka yang menjadi Politikus. Ini sih lebih baik daripada menjadi Politikus karena ajakan sahabat karib, atas imbalan atas kebaikan yang dulu didapat, atau karena keterpaksaan namun butuh aktualisasi diri dan punya finansial.
Sedikit Politikus saat menyatakan keinginan kuatnya mengeluti dunia politik sudah memiliki pemahaman apa, bagaimana dan untuk apa berpolitik. Kalau saja persyaratan menjadi anggota Partai politik. Kelak akan naik menjadi seorang politikus mensyaratkan latar belakang pendidikan sebagai faktor utama. Â
Coba, berapa banyak politikus yang rontok bila persyaratan menjadi anggota DPR MPR dan DPD harus S2 Strata dua  alias magister ? Untuk anggota DPRD atau tingkat dua  bolehlah minimal  Pendidikan Sarjana.Â
SYARAT PENDIDIKAN POLITIKUS
Apa sih keuntungannya merekrut Politikus sebuah Partai syaratnya harus Strata dua (S2) Oh banyak sekali bapak/ibu Ketua Umum Partai :
Pertama, secara logika semakin berat persyaratan maka semakin sedikit munculnya Politikus berisik di masa mendatang terhindari. Politikus berisik biasanya minim kedalaman ilmu/kompetensi politiknya. Lebih suka berdebat kusir daripada  berdebat menggunakan akal sehat. Emosional, ego dan selalu membawa-bawa perasaan.
Kedua, persyaratan perekrutan calon politikus oleh partai harus pakai rumus need analysis, analisa kebutuhan partai untuk 5, 10 dan 15 tahun mendatang. Berapa kebutuhan politikus yang berlatar belakang magister ekonomi, sosial budaya, politik, hukum, pendidikan, dan keuangan serta ilmu pemerintahan.Â
Jika perekrutan calon politikus berdasarkan ketentuan ini maka tidak ada istilah The man wrong the Place, alias salah orang. Ke depannya tak ada lagi magister pendidikan mengurusi bidang keuangan, atau sebaliknya.  Jangan sampai anggota Komisi ditempati dengan latar pendidkan yang jauh panggang dari api
Ketiga, Bagaimana dengan politikus jalanan yang pintar orasi dan mengumpulkan massa ? Tetap di akomodir menjadi anggota parpol / politikus dengan catatan jika ada peluang menjadi calon anggota DPR RI harus berijazah strata dua.Â
Keempat, menjadi anggota dewan terhormat itu sesungguhnya dibiayai oleh negara. Mosok negara mau selalu dirugikan ! Bukankah selama ini Politikus yang berijazah SMA/SMK Sederajat, Pendidikan Sarjana, pendidikan Magister dan Pendidikan Doktor dapat tunjangan dan fasilitas yang sama ? Wah, ini sungguh tidak adil.Â
Kelima, Politikus harus paham dan tahu bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan seseorang dengan output pekerjaan. Saya pikir dengan semakin tingginya pendidikan politikus maka sesungguhnya dia tak wajib memiliki staf ahli. Staf ahli bisa mempergunakan orang-orang di Kantor Partai. Kantor Partai selalu sibuk dengan pekerjaan. HP, Telepon dan Mesin Fax atau email mungkin selalu stand by menunggu kiriman data dari Gedung DPRD, DPR, MPR .Â
Keenam, Sehingga seorang politikus bisa menjadi mentor bagi anggota-anggota partai yang kelak menjadi calon anggota DPR, DPRD atau kepala daerah dimana akan ditugaskan partainya. Ada proses berkesinambungan antara  bakal calon  dengan yang sudah menjabat. Sebuah proses regenerasi dan kaderisasi yang berkesinambungan. Menarik bukan ?Â
PENUTUP
Politik di Indonesia amat terbuka lebar untuk lebih sehat dan menyehatkan perpolitikan. Beranikah para Ketua Umum Partai Politik punya nyali seperti yang penulis sampaikan di atas ?Â
Jangan selalu ada posisi pada zona nyaman blue ocean, tapi berpikir out of box dibutuhkan oleh bangsa ini. Tak perlu ubah Undang-Undang Partai politik tapi cukup buat aturan internal persyaratan menjadi anggota parpol paling tidak berijazah sarjana dan persyaratan menjadi Politikus Senayan berpendidikan Magister. Â
Bukan untuk menyusahkan orang lain untuk terjun ke  politik melalui partai politik setidaknya bila  pemikiran ini dijadikan suatu rujukan. Jika Ketua Umum Partai mencintai Indonesia maka anda seorang Ketua Umum partai visioner. Seorang visioner tak takut melakukan perubahan. (16/08/2020) Wallahu'alam bis' sawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H