Mohon tunggu...
Sudiono
Sudiono Mohon Tunggu... Lainnya - I Owner Vpareto Travel Indonesia I Konsultan Ausbildung I https://play.google.com/store/apps/details?id=com.NEWVPARETOTOURNTRAVEL.android&pli=1

Pemerhati Masyarakat, Field study : Lychee des metiers des sciences et de I'industrie Robert Schuman, Le Havre (2013). Echange France-Indonesie visite d'etudes des provisieur - Scolaire Descrates Maupassant Lychee de Fecamp. Lycee Louis Modeste Leroy, Evreux (2014), Lycee Professional Jean Rostand, Rouen (2014), Asean Culinary Academy, Kuala Lumpur (2012). Departement of Skills Development Ministry of Human Resources Malaysia (2013). Seoul Technical High School (STHS) 2012. Jeju Self Governing School (2012), Assesor BNSP Marketting (2016), Assesor Akreditasi S/M (2015), Pelatihan CEC Coach Wiranesia (2022), pemilik Vpareto travel Indonesia,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lulusan SMK di Simpang Jalan?

10 Agustus 2020   14:06 Diperbarui: 10 Agustus 2020   14:13 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SMK MASA LALU

Di tahun 1970 hingga 80-an lulusan Sekolah Teknologi Menengah (STM) yang sekarang di namakan Sekolah Menengah Kejuruan  (SMK) Teknologi dan Industri  jaman itu begitu mudahnya tamatan STM mendapatkan pekerjaan bahkan banyak perusahaan yang berebut untuk memperoleh skill tamatan tersebut. 

ADa beberapa faktor yang menyebabkan tamatan sekolah kejuruan pada masa itu lebih mudah mendapat pekerjaan. 

Pertama, saat ini kalau kita melihat tingkat pendidikan pekerja d negara Indonesia  maka akan di dapatkan bahwa mayoritas pekerja kita mereka lulusan Sekolah Dasar. 

Jadi mudah kita tebak bahwa lulusan setaraf sekolah menegah atas/kejuruan saat tahun 80-an di nilai sangat memadai bila dibandingkan dengan mereka lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sehingga lowongan pekerjaan yang tersedia di kala itu tidak terlalu ketat persaingannya.

Kedua, di masa lalu skill lulusan Sekolah Menengah Atas Kejuruan seperti Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) umumnya hanya Jurusan Keuangan dan Pemasaran, Sekolah Teknologi Menengah (STM), Sekolah Pendidikan Guru (SPG), dan sekolah kejuruan lainnya seperti Pariwisata dan Perhotelan memiliki kedalaman kurikulum praktek yang amat bagus, sejalan dengan tenaga guru yang memang kompeten dibidangnya, meski saat itu alat-alat pratek  boleh di bilang masih analog, sederhana dan belum modern/computerized masih manual sistem. 

Namun apa yang di dapat dibangku sekolah tidak jauh berbeda dengan yang ada di Industri/Perusahaan tempat mereka bekerja. Alhasil pengusaha-pengusaha yang mempekerjakan lulusan sekolah kejuruan merasa puas.

Ketiga, Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada saat itu memang menjadi ajang penunjukkan bakat, skill dan keseriusan banyak pelajar saat itu berusaha paling tidak menajadi marketing bagi dirinya sendiri artinya mereka berlomba-lomba untuk menunjukkan pada tempat di mana mereka praktek agar tertarik menggunakan tenaga mereka setelah selesai PKL. 

Ini berbeda dengan lulusan Sekolah Teknologi Menengah (STM) Pembangunan jika pelajar yang sekolah di STM Pembangunan layaknya mereka expert biasanya baru di tahun ketiga bersekolah dari empat tahun masa belajar banyak yang sudah di booking perusahaan karena memang skill lulusannya melebihi rata-rata pelajar non STM Pembangunan.

Meski demikian, kebanyakan tamatan sekolah kejuruan masa lalu banyak yang tidak puas bersekolah, setelahnya mereka setelah bekerja 2-3 tahun kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi swasta terutama mereka yang merasa kurang puas atas skill yang di kuasainya, dan berharap meningkat pula karir dan gaji yang mereka harapkan di masa yang akan datang. Mereka kaum yang futuristik melihat masa depan tidak sekedar lulus sekolah menengah tingkat atas.

SMK NOW 

Orientasi lulusan STM, SMK, SPG pada masa lalu menggunakan Kurikulum 1975 https://gledysapricilia.wordpress.com/study/sejarah-perkembangan-kurikulum-di-indonesia.   Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan  agar pendidikan lebih efisien dan efektif. 

Inilah kekuatan  atau modal yang membawa satu kesimpulan di masyarakat bahwa lulusan sekolah dulu lebih berkualitas daripada lulusan sekolah sesudahnya. 

Disadari atau tidak ini menjadi catatan Kemendikbud, pada masa lalu guru tidak takut yang kini dikatakan yang oleh sebagian masyarakat di anggap guru melanggar Hak Azasi Manusia saat pembelajaran pada siswanya bila menggunakan sedikit saja tindakan    fisik. Orientasi sekolah kejuruan dulu adalah satu lulusannya cepat bekerja !

Berbeda dengan sekarang, Penyelenggara Pendidikan Kejuruan dibuat bingung oleh kebijakan Kemendikbud sendiri.Sejak tahun 2013 lulusan sekolah kejuruan boleh memilih tiga pilihan yaitu bisa bekerja, bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi, dan Bisa berwirausaha. 

Motto SMK Bisa ! justru menjerumuskan peserta didik ! Penyusunan   Orientasi SMK Bisa menyebabkan lulusan SMK serba nanggung, Bekerja skill kurang sebab banyak SMK yang tidak punya bengkel Praktek Kejuruan. 

Contoh pada awal 1990-an Komputer menjadi barang mewah satu unit Personal Computer dipakai lebih dari 5-10 peserta didik sehingga program pengenalan Komputer saja sampai menggunakan beberapa shift sepulang sekolah. 

Mudahnya mendirikan SMK menyebabkan ada sebutan SMK IPS artinya pelajarannya SMK tapi tidak pernah praktek bayangkan apa jadinya kalau SMK Otomotif peserta didik tidak tahu mana karburator dan mana ECU.

Minat melanjutkan masuk Perguruan Tinggi namun, pelajaran yang di dapat tidak diarahkan untuk mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Ini bebeda dengan Sekolah Menengah Atas yang memang lulusannya diarahkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. 

Nah, tujuan lulusan sekolah kejuruan katanya bisa berwirausaha, setuju saja dengan pendapat itu permasalahannya mereka bisa teori tanpa dibekali modal usaha adalah kurang fair. Jadi sebutan SMK Bisa itu amat meninabobo siswa yang belajar saat ini di sekolah-sekolah kejuruan di tanah air. 

Jadi kalau kebijakan Kemendikbud saja sudah galau maka jangan aneh kalau data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2018 yang menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia sebesar 6,99 juta orang, atau 5,34 persen dari jumlah angkatan kerja sebanyak 131,01 juta jiwa. 

Dari jumlah tersebut, lulusan SMK menganggur tercatat 11,24 persen, sementara lulusan SMA menganggur mengambil porsi 7,95 persen.  (cnnindonesia.com/ekonomi). Sungguh-sungguh lulusan SMK berada dipersimpangan jalan !

Wallahu'alam bis'sawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun