Orientasi lulusan STM, SMK, SPG pada masa lalu menggunakan Kurikulum 1975 https://gledysapricilia.wordpress.com/study/sejarah-perkembangan-kurikulum-di-indonesia.  Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan  agar pendidikan lebih efisien dan efektif.Â
Inilah kekuatan  atau modal yang membawa satu kesimpulan di masyarakat bahwa lulusan sekolah dulu lebih berkualitas daripada lulusan sekolah sesudahnya.Â
Disadari atau tidak ini menjadi catatan Kemendikbud, pada masa lalu guru tidak takut yang kini dikatakan yang oleh sebagian masyarakat di anggap guru melanggar Hak Azasi Manusia saat pembelajaran pada siswanya bila menggunakan sedikit saja tindakan   fisik. Orientasi sekolah kejuruan dulu adalah satu lulusannya cepat bekerja !
Berbeda dengan sekarang, Penyelenggara Pendidikan Kejuruan dibuat bingung oleh kebijakan Kemendikbud sendiri.Sejak tahun 2013 lulusan sekolah kejuruan boleh memilih tiga pilihan yaitu bisa bekerja, bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi, dan Bisa berwirausaha.Â
Motto SMK Bisa ! justru menjerumuskan peserta didik ! Penyusunan  Orientasi SMK Bisa menyebabkan lulusan SMK serba nanggung, Bekerja skill kurang sebab banyak SMK yang tidak punya bengkel Praktek Kejuruan.Â
Contoh pada awal 1990-an Komputer menjadi barang mewah satu unit Personal Computer dipakai lebih dari 5-10 peserta didik sehingga program pengenalan Komputer saja sampai menggunakan beberapa shift sepulang sekolah.Â
Mudahnya mendirikan SMK menyebabkan ada sebutan SMK IPS artinya pelajarannya SMK tapi tidak pernah praktek bayangkan apa jadinya kalau SMK Otomotif peserta didik tidak tahu mana karburator dan mana ECU.
Minat melanjutkan masuk Perguruan Tinggi namun, pelajaran yang di dapat tidak diarahkan untuk mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Ini bebeda dengan Sekolah Menengah Atas yang memang lulusannya diarahkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.Â
Nah, tujuan lulusan sekolah kejuruan katanya bisa berwirausaha, setuju saja dengan pendapat itu permasalahannya mereka bisa teori tanpa dibekali modal usaha adalah kurang fair. Jadi sebutan SMK Bisa itu amat meninabobo siswa yang belajar saat ini di sekolah-sekolah kejuruan di tanah air.Â
Jadi kalau kebijakan Kemendikbud saja sudah galau maka jangan aneh kalau data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2018 yang menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia sebesar 6,99 juta orang, atau 5,34 persen dari jumlah angkatan kerja sebanyak 131,01 juta jiwa.Â
Dari jumlah tersebut, lulusan SMK menganggur tercatat 11,24 persen, sementara lulusan SMA menganggur mengambil porsi 7,95 persen.  (cnnindonesia.com/ekonomi). Sungguh-sungguh lulusan SMK berada dipersimpangan jalan !
Wallahu'alam bis'sawab