Mohon tunggu...
Sudi Pratikno
Sudi Pratikno Mohon Tunggu... Menghijaulah bersama tanah Indonesia

Kan ku dayung perahu kertasku sampai jauh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Virus Corona: Memandang dari Perspektif Berbeda

17 April 2020   17:44 Diperbarui: 17 April 2020   20:50 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: elsevier.com

Kita telah mengalami bersama dampak dari virus corona yang telah menyebar di seluruh dunia termasuk juga Indonesia. Yang ingin saya pesankan adalah corona dan segala macam penyakit apapun tidak akan mengurangi sedikitpun kita dalam menuntut ilmu, mencari ilmu, menambah wawasan pengetahuan, dan mencari rezeki karena hakikat mencari ilmu adalah minal mahdi ilal lahdi, dari kita lahir sampai meninggalkan dunia. Mencari rezeki adalah kewajiban bagi seorang imam keluarga untuk bekal beribadah kepada Allah.

Hakikat menuntut ilmu adalah wajib bagi muslimin muslimat, maka ketika Anda diam saja, tidak ada aktivitas, nothing to do, maka Anda kecipratan dosa kecil karena tidak ada keilmuan yang Anda serap. Menuntut ilmu adalah sebuah keniscayan, stay productive adalah perisai dalam menapaki kehidupan. Pesan ini bertujuan untuk menyemangati para siswa dan mahasiswa yang terdampak pembelajarannya karena pandemi global.

Virus corona janganlah dibenci, dikambinghitamkan, bahkan disalahkan.

Tolong, jangan benci virus corona, ia juga makhluk Allah SWT. Seperti kata Habib Umar bin Hafidz bahwasannya musibah, wabah, dan penyakit hakikatnya diturunkan untuk menghapus dosa-dosa yang telah diperbuat oleh manusia. Terlalu banyak kerusakan yang telah kita lakukan, merusak alam, gunung dikeruk, masker kita buang di sungai/di laut, bahkan pembalakan hutan tanpa mengindahkan ekosistem. Hewan-hewan banyak yang turun gunung karena alih fungsi lahan. Membuang sampah di sungai hingga menyumbat aliran sungai, dan banjir.

Bukan corona yang harus ditakuti, tapi pembuat corona-lah yang harus kita takuti. Allahul Haq Tuhan yang maha segalanya. Corona bukanlah pencabut nyawa, corona hanya sebagai wasilah, tugas pencabut nyawa tetaplah milik malaikat izroil, maka manusia diperintahkan untuk bersabar, berikhtiar, dan bertawakkal. Corona seperti saat ini, sebuah makhluk yang berukuran sangat kecil, semata-mata bukan atas kehendak pribadinya.

Bayangkan jika semua makhluk hidup punya kehendak ingin menyerang manusia, dengan nafsunya, maka manusia akan lenyap dari dahulu. Karena nafsu hewaniyah ada yang menjalankan. Hewan tidak dibekali akal, hanya nafsu belaka, sehingga hewan tidak mampu membedakan nilai dan sopan santun. Jadi tolong, jangan menyalahkan makhluk kecil ini, dia juga ingin hidup.

Apakah Anda tahu bahwa corona memang rela menjalankan tugas untuk masuk ke dalam tubuh manusia, atau mereka berontak tapi tak kuasa, atau mereka hanya iseng-iseng saja?

Sama halnya dengan setan yang tidak mau menyembah Adam, dengan sombongnya setan berkata, “mengapa aku menyembah Adam yang terbuat dari Tanah, sedang aku (setan) terbuat dari Api”?, ini yang akhirnya membuat setan dilaknat, padahal jika disandingkan, manusia itu kalah rajin dan taat dengan setan. Corona juga, belum tentu si corona itu menyerang manusia karena kehendaknya, bisa jadi memang ada yang memerintahkannya. Corona juga butuh hidup dan habitat, coba bayangkan posisi Anda sebagai virus corona, bagaimana Anda akan mencari inang untuk bertahan hidup?, bagaimana cara melawan antibiotik agar tetap hidup?

Bersyukurlah kita diciptakan sebagai manusia yang utuh bukan sebagai virus corona.

Corona adalah sebuah wasilah, bahwa manusia harus hidup lebih bersih, menyadarkan akan betapa besarnya nikmat ibadah, nikmat kuliah, nikmat sekolah, nikmat nongkrong di cafe. Kita jarang bersyukur, sayapun juga.

Coba kalkulasi sehari saja, berapa kali kita bersyukur, berapa kali kita mengeluh?. Kejadian ini, semua sudah digariskan dan sudah ditentukan oleh sang maha adil, lalu manusia?. Ya, tinggal menjalani dan bertawakkal. Ketika hal-hal sederhana direnggut dari tangan manusia, maka ketika itu manusia sadar akan nikmat yang diambil dan betapa besar nikmat yang telah diberikan.

Seperti halnya Sayyidina Ali R.A menyebutkan bahwa ada dua nikmat yang sering dilupakan oleh manusia, yakni nikmat sehat dan waktu luang. Selagi sehat semua di makan, selagi sehat semua dikerjakan, lupa akan kapasitas tubuh manusia yang punya batas. Ketika waktu luang, asyik terus main game, jalan-jalan, lupa kalau dia punya waktu luang yang harus digunakan secara produktif, lupa kalau kala di yaumul hisab, kita ditanya, “hidupmu di dunia ngapain aja?”.

Corona sebuah wasilah dimana manusia itu sangat LEMAH, LEMAH, dan TIDAK BERDAYA. Bayangkan makhluk sekecil itu, yang bahkan tidak terlihat mata telanjang, yang bahkan dilihat di mikroskop masih tampak samar, bisa memporak-porandakan ekonomi dunia, mengacaukan jadwal Liga Inggris, mengacaukan jadwal MotoGP, membuat manusia panik, merugikan banyak perusahaan dan negara hingga triliunan, menimbulkan gelombang PHK yang besar.

Artinya apa, bersandarlah kamu wahai manusia HANYA kepada ALLAH SWT. tidak ada tempat lain selain Ilahi Robbi. Mungkin Sang Pencipta rindu dengan ciptaan-Nya. Mereka banyak main hp di malam hari tanpa ingat akan AKU (ALLAH), mereka jalan-jalan terus, update status sana-sini, hunting foto tanpa mensyukuri nikmat semesta, mereka mengambil sumber daya alam, tapi kok ngerusak ya?.

Rindu, iya! supaya manusia ingat kepada siapa dia diciptakan.

Corona telah menyadarkan manusia bahwa manusia hanyalah tanah yang diberi nyawa. Kita ini adalah wadah. Wadah untuk ruh kita, maka sepatutnya tidak ada satupun yang patut kita banggakan. Selayaknya sebuah wadah, ia harus dirumat dan dirawat agar baik. Corona menyerang sistem imun manusia maka wadah kita harus dijaga kesehatannya.

Corona menyerang sistem jasmaniah tubuh, masuk ke dalam struktur jaringan tubuh, maka sel darah putih kita bereaksi untuk menyerang balik. Kalaupun toh sel darah putih kita tidak mampu melawan, vaksin atau obat yang dipasok dari luar tubuh yang dapat meredakannya. Corona meluluhlantakkan sistem jaringan dalam tubuh, tanpa pemberitahuan.

Corona sebuah wasilah dimana Bumi pertiwi ingin diperhatikan. Corona membuat bersih kembali bumi pertiwi, sungai bersih, udara bersih, polusi menurun, perusakan alam berkurang. Artinya apa? bisa jadi bumi ini sudah muak dengan tingkah laku manusia yang merusak, sehingga virus-lah yang turun tangan. Bisa jadi bumi memberikan isyarat untuk mengingatkan manusia, akan kapasitasnya sebagai khalifah fil ard. Seharusnya para ilmuwan dan dokter menyelidiki secara mendalam, sebenarnya apa maunya virus corona ini. Saya meyakini bahwa virus ini tidak hanya menyerang begitu saja, tapi punya tujuan tertentu.

Dalam dunia sains, virus mempunyai kingdom sendiri yang tergolong kelompok makhluk hidup. Virus dapat dilemahkan dengan memperbanyak sel darah putih (leukosit), juga dapat dengan merekombinasi DNA bakteri untuk menyerang virus. Kita telah mempelajari virus CPVD di tanaman jeruk dapat ditekan dengan memanfaatkan bakteri yang DNA nya direkombinan.

Bakteri juga memiliki kingdom sendiri dan tentu berbeda dengan kingdom virus. Masalahnya adalah yang diupayakan maksimal hari ini adalah vaksin, antivirus, serta sistem imun di dalam tubuh (herd immunity). Bukan mengadu domba antara virus dan bakteri. Vaksin dan antibiotik lebih identik untuk menekan bakteri dan kuman, masih jarang penggunaannya dalam dunia virus.

WHO dan para petinggi dunia menyebut Virus Corona sebagai sebuah wabah penyakit. Pada akhirnya memunculkan istilah COVID-19, Corona Virus Disease tahun 2019. Tolong berhenti menyebutkan Disease dalam peristiwa ini, karena disease adalah penyakit. Semua yang menyebabkan manusia sakit adalah penyakit, namun kenapa hanya virus corona yang disebut sebagai disease, sedangkan DBD, SARS, MERS, HIV-AIDS, tidak ada kata “disease”.

Ingat, sebuah kata yang diucapkan lebih dari 40 orang akan menjadi doa, maka jika kata “disease” dilekatkan pada virus corona, ini akan menyebabkan gejala-gejala virus corona sulit untuk surut. Ketika disease terus menerus diucapkan oleh warga dunia, maka kata ini akan identik dan melekat terus pada virus corona. Sederhana, sepele, dan tidak dihiraukan, namun penting.

Beberapa waktu yang lalu, Ikatan Alumni Matematika UI mempublikasikan hasil analisis matematis-nya dengan menggunakan berbagai rumus melalui pendekatan kuantitatif. Melalui semacam pola yang telah diteliti oleh peneliti Cina, bahwa di Indonesia akan mengalami korban yang besar dari penyebaran virus corona, jika beberapa waktu yang akan datang tidak diambil sikap tegas dari pemerintah.

Hasil penelitian Alumni UI ini dituangkan dalam bentuk grafik dan kurva lengkap dengan penjelasan serta angka-angka di dalamnya. Yang ingin saya tekankan, boleh kita membaca grafik dan kurva tersebut sebagai sebuah gambaran penyebaran virus corona, namun jangan serta merta hasil itu akurat dan otentik pasti terjadi nanti. Tunggu dulu. Jika diruntut secara historis, penelitian kuantitatif lebih mengandalkan angka dan logika pikir.

Banyak para peneliti di tahun 70-80 an menentang hasil penelitian kuantitatif karena dianggap terlalu sempit, ketat, dan cenderung kaku. Maka lahirlah aliran post-posivistik dengan munculnya penelitian kualitatif sebagai kritikan terhadap penelitian kuantitatif. Dalam peristiwa penyebaran virus corona, belum tentu korban yang meninggal sesuai dengan angka hasil kalkulasi, karena banyak faktor yang berpengaruh.

Anak-anak kecil yang acuh terhadap resiko, justru mereka asik bermain, mandi di sungai, bergerombol tanpa mengetahui bahaya penyebaran virus corona saat ini. Faktanya mereka masih sehat-sehat saja sampai saat ini. Barangkali karena sistem imun yang masih kuat. Hal ini menunjukkan hasil kalkulasi dan olah angka tidak serta merta akurat dalam memprediksi kematian karena virus corona. Ada faktor x dan banyak faktor lain yang tentunya berpengaruh besar terhadap menyebarnya virus corona di dunia.

Meskipun demikian, kita harus tetap mematuhi protokol keselamatan dari WHO dan kemenkes, karena sebagai manusia mempertahankan hidup adalah wajib hukumnya. Kita sangat perlu untuk mematuhi himbauan pemerintah untuk #stayathome, #socialdistancing, #physicaldistancing. Ikuti saran dari Kemenkes untuk beraktivitas (berjemur di panas matahari), cuci tangan, jaga kebersihan, jaga interaksi sosial, kontak fisik, terutama juga pola makan. Karena ulama dan umara yang tidak rukun akan membuat negara kacau.

Justru disinilah momentum dimana masyarakat Indonesia kompak dan bersatu, membatasi aktivitas yang tidak perlu, quality time dengan keluarga, namun ingat harus stay productive, karena waktu tidak bisa diputar, waktu itu irreversible, bukan sesuatu yang dapat diputarbalik seperti di layar film.

Yakinlah bahwa badai pasti akan berlalu, setiap siklus pasti ada akhir, setiap puncak pasti ada lembah.

Demikian, jaga kesehatan, tetap semangat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun