Beberapa waktu yang lalu, Ikatan Alumni Matematika UI mempublikasikan hasil analisis matematis-nya dengan menggunakan berbagai rumus melalui pendekatan kuantitatif. Melalui semacam pola yang telah diteliti oleh peneliti Cina, bahwa di Indonesia akan mengalami korban yang besar dari penyebaran virus corona, jika beberapa waktu yang akan datang tidak diambil sikap tegas dari pemerintah.
Hasil penelitian Alumni UI ini dituangkan dalam bentuk grafik dan kurva lengkap dengan penjelasan serta angka-angka di dalamnya. Yang ingin saya tekankan, boleh kita membaca grafik dan kurva tersebut sebagai sebuah gambaran penyebaran virus corona, namun jangan serta merta hasil itu akurat dan otentik pasti terjadi nanti. Tunggu dulu. Jika diruntut secara historis, penelitian kuantitatif lebih mengandalkan angka dan logika pikir.
Banyak para peneliti di tahun 70-80 an menentang hasil penelitian kuantitatif karena dianggap terlalu sempit, ketat, dan cenderung kaku. Maka lahirlah aliran post-posivistik dengan munculnya penelitian kualitatif sebagai kritikan terhadap penelitian kuantitatif. Dalam peristiwa penyebaran virus corona, belum tentu korban yang meninggal sesuai dengan angka hasil kalkulasi, karena banyak faktor yang berpengaruh.
Anak-anak kecil yang acuh terhadap resiko, justru mereka asik bermain, mandi di sungai, bergerombol tanpa mengetahui bahaya penyebaran virus corona saat ini. Faktanya mereka masih sehat-sehat saja sampai saat ini. Barangkali karena sistem imun yang masih kuat. Hal ini menunjukkan hasil kalkulasi dan olah angka tidak serta merta akurat dalam memprediksi kematian karena virus corona. Ada faktor x dan banyak faktor lain yang tentunya berpengaruh besar terhadap menyebarnya virus corona di dunia.
Meskipun demikian, kita harus tetap mematuhi protokol keselamatan dari WHO dan kemenkes, karena sebagai manusia mempertahankan hidup adalah wajib hukumnya. Kita sangat perlu untuk mematuhi himbauan pemerintah untuk #stayathome, #socialdistancing, #physicaldistancing. Ikuti saran dari Kemenkes untuk beraktivitas (berjemur di panas matahari), cuci tangan, jaga kebersihan, jaga interaksi sosial, kontak fisik, terutama juga pola makan. Karena ulama dan umara yang tidak rukun akan membuat negara kacau.
Justru disinilah momentum dimana masyarakat Indonesia kompak dan bersatu, membatasi aktivitas yang tidak perlu, quality time dengan keluarga, namun ingat harus stay productive, karena waktu tidak bisa diputar, waktu itu irreversible, bukan sesuatu yang dapat diputarbalik seperti di layar film.
Yakinlah bahwa badai pasti akan berlalu, setiap siklus pasti ada akhir, setiap puncak pasti ada lembah.
Demikian, jaga kesehatan, tetap semangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H