"Wahai Amirul Mu'minin , seperti Anda ketahui, Yahya bin Aktsam ini selain sahabatku, juga merupakan wakilku. Ia telah saya beri kepercayaan mengurusi sebagian tugas atau pekerjaan yang Anda berikan kepadaku. Tetapi, sungguh ia telah merubah terhadap segala apa yang saya percayakan kepadanya." Demikian kata Sang Menteri  Ahmad bin Abi Khalid. Ia seolah-olah  memprotes perlakuan Khalifah yang berlebihan memperlakukan sang wakilnya.
Mendengar protes menterinya tersebut, Khalifah al Ma'mun berkata, "Sungguh kerusakan raja-raja itu bermula dari rusaknya orang-orang yang paling dekat dengan  pusaran kekuasaannya.  Sudah lama aku mendengar perilaku kalian. Ada apa dengan kalian? Mengapa kalian saling membenci dan kalian berdua tidak saling berbuat adil terhadap yang lain di sisiku?"
Saling tuduh dan saling bantah antara menteri dan wakilnya tak terelakan. Mereka saling membela diri. Masing-masing dari mereka berdua merasa paling benar dan merasa paling banyak berkarya untuk kelangsungan pemerintahan Khalifah al Ma'mun.
Yahya bin Aktsam membantah atas segala apa yang disampaikan atasannya. "Wahai Khalifah. Demi Alah, Menteri Ahmad bin Abi Khalid sangat mengetahui tentang saya lebih banyak dari sekedar yang ia terangkan kepada Anda."
"Lalu? Tanya Khalifah kepada Yahya bin Aktsam yang terhenti berbicara karena terus-terusan didebat dan dibantah Sang Menteri.
"Aku sangat menyadari sebagai wakil menteri Ahmad bin Abi Khalid. Akan tetapi, ketika ia mengetahui aku adalah orang yang sangat dekat Anda, dia merasa iri dan ketakutan jika pada suatu hari aku mengusulkan kepada Anda untuk mendepaknya dari kursi menteri. Dia merasa takut, jika kelak aku menjadi penggantinya. Khalifah jangan merasa heran jika ia banyak mengeluarkan kata-kata yang menyudutkan tugas dan keberadaanku." Lanjut Yahya bin Aktsam.
Perdebatan dan saling bantah berlangsung sengit, padahal mereka tengah berada di depan khalifah sebagai atasannya. Khalifah merasa heran dan menggeleng-gelengkan kepala mendengar perdebatan yang dilakukan para pembantunya.
Ia merasa heran dengan para pembantunya yang hanya piawai berdebat. Mengapa mereka tidak piawai dalam menyelesaikan masalah, melakukan karya nyata, dan berjuang menyejahterakan rakyat? (kisah ini diadaptasi dari kitab "al Ajwibatul Muskitah karya Ibrahim bin Abdullah Muskitah, halaman 180).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H