Mohon tunggu...
Sudarmawan Yuwono
Sudarmawan Yuwono Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Arsitektur

Membaca, menggambar, meneliti budaya, sejarah, arsitektur kota.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filosofi Prabu Kresna dan Semar

15 Maret 2023   08:22 Diperbarui: 15 Maret 2023   08:25 4114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kresna dan Semar adalah dua tokoh dalam.pewayangan yang dikenal mumpuni selalu memihak kebenaran namun berbeda posisi. Yang satu raja, yang satunya lagi adalah " Batur" atau punakawan atau pembantu. Kesamaannya, kedua tokoh ini disematkan pula gelar Batara. Batara Kresna dan Batara Ismaya (Semar). Keduanya dekat dengan Pandawa, yang selalu dipersonifikasikan dengan kebenaran. Berbeda tetapi sama, ini yang menarik dari kedua tokoh ini.

 Asli Nusantara

      Tokoh Kresna ada dalam Mahabharata India, kita bisa menemukan tokoh ini dalam kehidupan nyata, sebagai person yang dihormati hingga dipuja sebagai Hare Kresna. Dalam wayang, Kresna muncul sebagai seorang raja titisan Betara Wisnu, yang tidak hanya sakti mandraguna tetapi pandai dan bijaksana. Dikenal sebagai penasehat Pandawa. 

      Sebaliknya Semar, kita tidak akan menjumpai pada Mahabharata. Ia benar benar tokoh yang hanya ada dalam kisah wayang. Namun ada sebagian orang yang menganggap Semar itu memang benar benar ada bukan tokoh rekaan. Ia berperan sebagai pembantu, pengasuh sekaligus teman bahkan setingkat penasehat. Tampil bersama 3 anaknya yaitu Gareng, Petruk dan Bagong. Mereka benar benar setia pada Pandawa dalam suka dan duka. 

      Jadi dalam pewayangan kita melihat posisi penasehat ada di atas dan di bawah. Di atas ada Kresna, di bawah ada Semar. 

      Uniknya, menurut wayang, ilmu dan posisi Semar lebih tinggi dibandingkan Kresna karena ia sebenarnya adalah kakak Betara Guru atau Betara Manikmaya. Dikisahkan sebenarnya ia lebih sakti dan lebih senior dibandingkan Betara Guru penguasa para dewa.  Ia ditugaskan turun ke bumi untuk mengawal para satria yang berpihak pada kebenaran dengan posisi sebagai pelayan. Nama aslinya adalah Betara Ismaya. Sedangkan Kresna lahir dari manusia biasa, sebagai putra raja Mandura, Prabu Basudewa. Biarpun demikian ia sedemikian dekat dengan Pandawa sehingga dapat dikatakan sebagai penasehat. Kedekatan ini pada Bharata Yudha sama dalam kisah Mahabharata, walaupun diceritakan dengan perspektif lain.

Kebijaksanaan Lokal 

      Sekalipun Kresna dianggap pintar dan bijaksana, namun wayang Nusantara tidak memposisikan lebih tinggi ketimbang Semar. Ini tergambar pada kisah Samba Sebut, atau lahirnya Suteja atau Prabu Bomanarakasura. Kisah kisah rekaan ini menunjukkan bahwa Kresna masih memiliki kesalahan karena membela yang salah. Ia dianggap mengutamakan anak sendiri yang sebenarnya salah. Harusnya ia bersikap adil. Ini sifat kebijaksanaan di atas, yang terkadang adil namun ada kalanya " tumpul " ketika berhadapan dengan kepentingan sendiri. Ini wajar karena sang tokoh masih bergulat dengan posisinya yang di atas. 

     Dalam kisah Samba, yang salah, ia mendua. Juga ketika Pandawa berseteru dengan anaknya, Prabu Bomanarakasura memperebutkan tanah perbatasan Titis Tunggarana. Sekalipun anaknya salah, tetapi Kresna masih membela mati matian. Pada saat itu, Semar memberi petunjuk agar Pandawa bisa mengalahkan anak Kresna. Tidak hanya itu, ia juga mengingatkan pada Prabu Kresna untuk bertindak adil sekalipun kepada anaknya sendiri. 

     Juga pada saat perang Bharatayudha, beberapa kali ia memberikan saran pada Pandawa untuk melakukan tindakan yang tidak etis. Ini membuat Kresna berada pada posisi tidak sempurna. Sekalipun ia beranggapan apa yang dilakukan berlandaskan kebenaran, tetapi kebenaran itu masih sulit diterima.

      Berbeda dengan Semar yang dianggap tokoh yang sedemikian sederhana. Kesederhanaan yang terlukis dengan posisinya sebagai punakawan. Kebenaran menurut Semar selalu diterjemahkan dalam.bahasa sehari hari. Dari postur tubuh yang gemuk, mata seperti berlinang, wajah jelek, namun ramah, nampak tua. Semar selalu berbahasa Jawa halus jika berbicara dengan para satria, karena memposisikan diri sebagai pembantu (Batur dalam bahasa Jawa). Para satria sebaliknya berbahasa Jawa ngoko atau kasar untuk menunjukkan keakrabannya. 

      Semar memiliki nalar dan kecerdasan yang sangat membumi. Ia akan mengkritisi para dewa yang bertindak semena mena atau pilih kasih.

      Bagaimana komitmen terhadap  kebenaran dan kekuatan sebenarnya yang dimiliki oleh Semar ini tergambar pada lakon Wisanggeni Lahir, yang menceritakan ulah sewenang wenang para dewa terhadap seorang bayi yang baru saja lahir. Bayi ini anak Arjuna dengan seorang dewi yaitu Dewi Dresanala,  namun tidak dikehendaki karena sang dewi hendak dijodohkan dengan Betara Kala anak Betara Guru. Sekalipun dewa, mereka berkomplot membunuh bayi yang tidak berdosa tersebut dengan melempar ke kawah Candradimuka. Oleh Semar ditolong sang bayi, bukan hancur lebur ditelan lumpur membara Candradimuka melainkan tumbuh besar dan sakti. Lebih sakti dari para Dewata sekalipun. Kayangan diobrak abrik Wisanggeni, hingga semua dewa tekuk lutut meminta maaf karena berlaku tidak adil. 

     Wisanggeni berani bertindak seperti itu karena didukung Semar. Tatanan dewa lebih tinggi dari manusia, dan harus selalu benar, didekonstruksi oleh Semar.  

Kearifan Lokal 

       Semar hadir dari khasanah lokal. Sebaliknya Kresna memang dari seberang, tokoh asli Mahabharata sedang Semar tokoh asli Nusantara. Bukan untuk dipertentangkan antar lokal dan interlokal, melainkan untuk disinergikan.

      Semar adalah semangat dari " kearifan lokal " yang berbicara pada tataran lokal, atau membumi. Ia bersama anak anak ya tidak tampil sempurna. Tidak bisa menyelesaikan sesuatu masalah secara instan. Ia terkadang menasehati Pandawa sebagai majikannya untuk meminta nasehat Begawan Abiyasa, tokoh sepuh leluhur para Pandawa. Ia yang mendorong dan membantu membangun Candi Sapta Arga sebagai simbol spiritualitas manusia.

      Pada saat majikannya lelah, stress dan tidak tahu harus berbuat apa, Semar dan keluarganya membawakan hiburan. Menghibur dengan menyanyi, membuat teka teki, atau bercanda sehingga sang majikan terhibur. Juga menyemangati saat mereka merasa putus asa. Lawan Semar bukan manusia atau raksasa, ia hanya akan bertindak represif ketika merasa ada kesewenang wenangan para dewa memperlakukan manusia.

      Semar ada dalam keseharian kita. Bahasa lokal itu perlu agar pesan tersampai dan membumi. Nilai nilai yang ada dalam Semar membuat kita mudah untuk melakukan hal hal baik karena tidak muluk muluk. Sederhana dan mudah. 

      Inilah yang membuat Semar di posisi lebih tinggi karena ia berada dalam keseharian kita. 

       

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun