Kompas tanggal 3 Maret 2023 memberitakan pada halaman depan hampir separuh lebih dengan foto udara yang memperlihatkan hunian warga terendam banjir. Setiap hujan mengguyur Bekasi lebih dari 1 jam akan menimbulkan keresahan dan kecemasan warga karena ada beberapa lokasi yang menjadi langganan banjir. Itu selalu terjadi. Masalahnya grafik dari tahun 2019 hingga 2021 menunjukkan kenaikan yang sangat signifikan. Â Pusat kota Bekasi misalnya merupakan salah satu titik rawan banjir. Perumahan mewah yang berada di jalan Kartini pada saat banjir bisa mencapai lebih dari 1 meter. Bagaimana banjir di Bekasi bisa dihubungkan dengan Gabus Pucung makanan khas Bekasi ?
Banjir dan Ikan Gabus
Banjir yang terjadi di antaranya diakibatkan meluapnya kali Bekasi  dan anak anak Citarum lainnya. Kali yang telah penuh air ini akan membalikkan atau menolak aliran dari sungai sungai kecil sekitarnya. Masalahnya, sungai sungai kecil itu yang menjadi drainase lingkungan menjadi penuh, air berbalik menggenangi jalan dan tempat yang rendah. Ini teori yang biasa dipakai menjelaskan fenomena banjir yang melanda Bekasi.Â
Tidak semua karena curah hujan semata, melainkan karena kondisi drainase. Â Penjelasan lain adalah akibat perubahan ekosistem Bekasi, sebagai daerah rawa-rawa kemudian dikeringkan sebagai persawahan atau pengembangan perumahan.Â
Akibat berubahnya rawa sebagai ekosistem alam, Â berubah pula kemampuan menampung limpahan air hujan, ironisnya kondisi ini juga berdampak pada punahnya ikan Gabus yang hidup di rawa rawa. Ikan Gabus atau ikan Kutuk di Jawa, adalah ikan yang memiliki tempat hidup di rawa rawa dan konon tidak bisa dibudi dayakan. Seperti yang kita tahu, Gabus Pucung sebagai makanan khas Bekasi, berbahan baku ikan gabus. Pucung dalam bahasa Jawa disebut juga " kluwak atau kluwek " warnanya abu abu. Brongkos makanan khas Jawa Tengah, yang mirip Gabus Pucung berbahan dasar sama dan rasa yang kurang lebih mirip.Â
Kelangkaan ini membuat para penjual makanan Gabus Pucung harus membeli ikan ini dari Karawang. Di sana ada yang bisa membudidayakan. Penjual sup Gabus Pucung yang membuka warung di jalan Tambelang menjelaskan hal itu pada tahun 2019 pada penulis.
Diingatkan oleh SejarahÂ
Sejarah Bekasi sendiri sudah jauh jauh hari mengingatkan posisi tempat ini. Raja Purnawarman dari kerajaan Tarumanegara pada abad ke 6, tercatat dalam prasasti telah melakukan rekayasa sungai. Apakah berhubungan dengan banjir atau tidak, namun proyek yang terkenal itu berbicara tentang keberadaan sungai yang ada. Nama Bekasi sendiri dari kata Bhagassasi yang kemudian secara mudah disebut Bekasi. Peta Belanda menyebut Becassie, kemungkinan berasal dari nama yang sering dilafalkan oleh warga setempat. Â Â
Catatan yang lebih muda dari sejarah Bekasi menyebutkan bahwa para penjual bambu menggunakan Kali Bekasi untuk membawa dagangannya dari hulu di Bogor. Bambu bambu ini dijual di pasar Bekasi (sekarang menjadi pertokoan modern Lotte Mart) yang berada di tepi kali Bekasi. Saat kemarau, air kali menyusut, Â tidak dapat dilalui oleh perahu sehingga bambu bambu tidak bisa memanfaatkan aliran kali.Â
Perubahan iklim yang terjadi telah menjadi bagian sejarah dunia. Hujan tidak lagi mengikuti tatanan waktu. Sejarah baru mencatat banjir dan segala akibatnya adalah kondisi yang biasa terjadi. Bagaimana manusia membangun perumahan melanggar ketentuan peil banjir, mengurug rawa atau sawah menjadi kawasan perumahan, kemudian dampak banjir seakan akan menjadi biasa dan wajar. Tidak banyak yang berpikir tentang kesalahan berpikir dan bertindak manusia. Kesalahan yang diulang ulang, dan nyaris tidak dipedulikan. Jangankan hal yang besar, hal hal kecilpun seperti menjaga sungai, saluran air lingkungan, mempertahankan komposisi ruang terbuka hijau hilang dari pengamatan.  Sebagian sejarah kemungkinan besar tinggal kenangan, namun yang pasti baru adalah keluhan tentang bencana  banjir untuk Bekasi. Mengeluh, menyalahkan tanpa usaha yang pasti.Â
Bekasi, 3 Maret 2003.