Malam itu aku memang sulit untuk tidur lelap meskipun semuanya telah aku persiapkan untuk keberangkatan esok paginya. Barang bawaan seperti pakaian secukupnya, obat-obatan ringan, laptop, dan charger handphone telah aku kemas sedemikian rupa di koper dan tas kecil. Passport juga tak ketinggalan telah aku siapkan, karena passport ini turut menentukan nasib kelancaran seseorang bila bepergian ke negara asing.
Yach, malam itu memang aku sulit untuk tidur pulas bukan karena akan pergi ke Malaysia, tetapi jadwal keberangkatannya yang terlalu pagi dan jarak rumahku dengan Juanda Airport yang lumayan jaraknya. Jadwal penerbangan tertulis jam 05.55 sedangakan jarak rumahku ke Juanda kurang lebih 100 km sehingga aku memutuskan untuk berangkat jam dua dini hari. Mungkin ini yang membuatku sulit tertidur khawatir kelewatan untuk bangun alias bangkong kata orang Jawa.
Pak Havi seorang driver itu menghubungiku sikitar jam satu malam melalui WhatsApp dan akupun segera menyiapkan diri. Satu jam kemudian bersama mobil Avanza putih aku bersama istri tercinta dan anak jagoanku melaju menyusuri jalan Tol melalui pintu Probolinggo Barat. Cuaca di malam itu hujan lumayan lebat.
"Hati-hati dan santai saja pak, kita masih banyak waktu". Kataku pada pak Havi, dan ia menjawabnya: "Iya pak".
"Sudah ngopi tadi ?" Lanjut tanyaku pada pak Havi.
"Ya sudah pak, lengkap dengan rokoknya ... ha ... ha ...". Jawabnya sambil berkelakar.
Aku memang jika bepergian dengan pak Havi selalu berkelakar untuk mengusir kepenatan dalam perjalanan.
Setelah satu jam kemudian kulalui jalanan Tol itu terlihat rambu-rambu yang mengarah ke Juanda Airport, dan tak lama kemudian aku sampai di Terminal 2 masih belum jam empat pagi.
Setelah aku menurunkan barang bawaan, aku melalui beberapa pintu masuk untuk check in tiket mengikuti antrian dalam barisan yang hendak menuju ke Johor Baru Malaysia. Namun aku sempat dibuatnya bingung sekejap karena tertahan, aku diminta petugas untuk menunjukkan tiket kepulangannya.Â
Meskipun aku sudah menjelaskan, jika aku ke Malaysia hanya sebagai perlawatan dan akan pulang ke Indonesia di hari Minggu menggunakan pesawat yang sama tetapi petugas itu tetap meminta aku harus bisa menunjukkan tiket kepulangannya, kalau tidak bisa aku tidak diijinkan untuk mengikuti penerbangan ke Johor Bahru.
Petugas di bandara menjelaskan, jika ini sudah menjadi peraturan bagi orang Indonesia yang akan pergi ke Malaysia. Hal ini untuk menghindari agar orang Indonesia yang ke sana tidak terlantar. Jika kepulangannya belum pasti, bisa pesan tiket untuk yang 30 hari dan nanti bisa di rescehdule sesuai jadwal kepulangannya dan aku harus bisa meyakinkan ke petugas Imigrasi jika aku bisa beli tiket di sana. Aku sebenarnya sempat terpancing untuk emosi, jika aku tak bisa beli tiket untuk pulang tak kan mungkin aku melancong ke sana. Tapi untungnya aku orang sabar, tidak sombong, Â dan baik hati serta rajin menabung sehingga aku turuti permintaan petugas itu. Juga aku menyadari jika ini sudah menjadi SOP (Standar Operasional Prosedur) bagi petugas itu.
Yach, untungnya atas kebaikan dan kepercayaan Ust. M. Syukron Makmun seorang teman yang bantu usahakan tiket secepatnya melalui telpon / WhatsApp sehingga aku bisa memasuki ke gate yang disediakan untuk penunpang Air Asia Indoesia.
Tepat jam 05.55 pesawat Air Asia Indoesia yang kutumpangi itu mulai bergerak dan take of meninggalkan landasan pacu di Juanda menuju Senai International Airport Johor Bahru.
Bismillahi majraha wa mursaha. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Bismillahi Alhamdulillahi. Subhanal-ladzi sakh-khara lana hadza wa ma kunna lahu muqrinin. Wa innaa ila robbina lamunqolibun. Allahumma inna nas'aluka fi safarina hadzal birra wat-taqwa wa minal 'amali matardha. Allahumma hawwin 'alaina safarana hadza wathwi 'anna bu'dahu. Allahumma antaash-shahibu fissafari walkhalifatu fil ahli. Allahumma inni a'udzubika min wa'tsa-is-safari wa kabatil mandzhori wa su-il munqolibi fil mali wal ahli. Bismilaahi tawakkaltu 'alallahi wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaahi.
Cuaca selama penerbangan sangat cerah, tak terasa dua jam kemudian pilot mengumumkan jika tak lama lagi akan mendarat di Senai International Airport Johor Bahru Malaysia, tiga puluh menit penerbangan lebih cepat dari yang dijadwalkan. Alhamdulillah, setelah pemeriksaan passport selesai aku menuju balai ketibaan dan terus ke ruang tunggu untuk menunggu jemputan.
Cik Samsul Mu'afif FD menjemputku dengan mobilnya (kereta kata orang Malaysia) berwarna biru dan selama dalam perjalanan, bercerita tentang: kabar baiknya dan masa dahulu ketika masih di daerah tempatku bermain. Namun hatiku masih terkecamuk dengan ketika aku tertahan untuk masuk di Juanda tadi pagi karena terkendala dengan tiket kepulanganku.
Aku dapat mengerti setelah menyaksikan sekelompok TKI yang dibariskan Police Diraja Malaysia dengan pemeriksaan passport yang super ketat, sementara aku diberi pintu yang lain dan diperlakukan lebih sopan selayaknya seorang tamu karena aku datang sebagai pelancong yang hendak berlibur sesaat di Malaysia. Mereka menanyaiku lebih ramah: "berapa lama Pak Cik akan tinggal di Malaysia?", bahkan ada petugas sambil tertawa lebar yang bertanya tentang makanan khas di Indonesia.
Aku semakin mengerti setelah memperoleh tambahan cerita lagi dari Cik Samsul Mu'arif FD, "jika banyak TKI di sini yang bermasalah baik yang berkenaan dengan administrasi keimigrasian maupun yang berkenaan dengan perdagangan tenaga kerja".
Mungkin tadi di Surabaya aku dikira sebagai TKI yang illegal atau sebagai pendatang haram ? Masak petugasnya gak memperhatikan penampilanku yang keren dan kece ... he ... he ... Yach begitulah kecamuk fikiranku. Ayak-Ayak Wae.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H