Sesekali kubenahi selendang kuningku yang berfungsi sebagai pembantu hangatkan badan, maklum wktu itu suhunya di Istanbul antara 1 s.d. 3 derajat Celsius atau sedang musim dingin, selain itu juga sebagai atribut pengenal jama'ahku Nur Ramadhan.
Meskipun aku telah lama sedikit mengenal sejarah Istanbul tetapi ini baru pertama kalinya aku berkunjung ke kota ini bersama Nur Ramadhan Tour & Revel Yogjakarta.
Setelah dua hari aku menelusuri Istanbul dan Taxim Squer ada satu hal yang tak lepas dari perhatianku, yaitu kucing yang manis dan lucu yang berkeliaran diantara lalu lalangnya manusia di sana.
Mungkin anda akan betanya: "Apa istimewanya seekor kucing ?"
Memang selama ini yang ku tau kucing yang  istimewa adalah kucing yang mahal harganya, seperti Ashera, Anggora, Persia, dan sejenisnya. Sedangkan kucing yang liar adalah jenis kucing yang menjengkelkan bahkan menjijikkan. Betapa tidak, aku sering lihat kucing liar yang penuh kurap (rembes kata orang Jawa) suka mencuri makanan dan ulah lainnya yang menjengkelkan.
Tidak jarang pula kuperhatikan pemandangan  orang ngomel sambil pegang sapu lidi mengejar kucing, tapi sayangnya orang itu seolah diolok-olok kucing karena gak pernah berhasil ngejar kucing, kucingnya lebih gesit dari orang yang ngejarnya.
Berbeda dengan keberadaan kucing liar yang kuperatikan di Istanbul. Di sana aku turut merasakan kesejahteraan kucing-kucing yang liar itu. Di sana kucing bisa hidup berdampingan dengan manusia sangat mesra dan harmonis. Masyarakat Istanbul memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kehidupan kucing sehingga selama di sana aku tak melihat kucing yang tubuhnya kurus, dekil, berpenyakit, atau menjijikkan.Â
Entah berapa banyak populasi kucing di sana ? Aku sendiri takt ahu dengan pasti. Memang ada yang memperkirakan populasinya mencapai 125.000 hingga 200.000 kucing, tetapi data ini entah sumbernya dari mana ? Aku tak tahu. Yang jelas, kuperhatikan banyak kucing yang berkeliaran dalam keadaan gendut dan sehat.