Bandung -Â Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PK IMM) PIAUD Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung berkolaborasi bersama PIAUD Institut Agama Islam (IAI) Persis Bandung menggelar Diskusi Darurat Politik dan Kebijakan Publik pada Minggu (23/06/2024).
Kegiatan diskusi berlangsung di Risalah Coffe, Cibiru, Kota Bandung, dengan mengusung tema "Darurat Politik Tanah Air". Puluhan mahasiswa dari kedua universitas berpartisipasi dalam acara ini.
Kegiatan ini menghadirkan Izmi Agista Noer Mauli sebagai Pemantik Aktivis Sosial. Tujuan dari diskusi ini adalah untuk mengkaji Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2021, serta PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Izmi menjelaskan bahwa yang menarik bagi dirinya adalah Paragraf 3 tentang Penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Secara Prioritas (WIUPK). Pada Pasal 83A ayat 1, tertulis, "Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat ditawarkan secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan."
Ia merasa bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan banyak hal dari ayat tersebut, terutama ketika badan usaha milik organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan terlibat dalam proses pertambangan. Beberapa persyaratan dianggap terlalu memaksakan, seperti yang tertuang pada Pasal 79 ayat 4 poin A dan B.
"Persyaratan pertama adalah badan usaha pertambangan yang sudah berpengalaman. Namun, di Poin A ada kelonggaran yang memperbolehkan perusahaan baru asal didampingi oleh penambang berpengalaman. Apakah kelonggaran ini membuka peluang besar dalam pemanfaatan sumber daya alam? Atau hanya untuk memungkinkan penambangan? Selain itu, seberapa penting ormas keagamaan diberikan izin untuk proses pertambangan?" tegas Izmi dalam pemaparannya.
Izmi juga mengutip pernyataan Haris Azhar mengenai sejauh mana kebutuhan tambang di Indonesia, hingga melibatkan banyak elemen dalam kegiatan pertambangan. Menurutnya, banyaknya asumsi yang muncul di masyarakat terkait PP Pertambangan ini disebabkan oleh kurangnya kejelasan pemerintah dalam menyampaikan informasi terkait pertambangan.
Menurutnya, pemerintah tidak pernah transparan mengenai seberapa besar kebutuhan tambang masyarakat. Misalnya, jika hasil tambang memang sangat dibutuhkan, pertanyaannya adalah apakah yang dibutuhkan itu benar-benar hasil tambangnya ataukah pendapatannya?Â
Selain itu, dalam bahasannya mengenai BP Tapera, Izmi berpendapat bahwa program ini tidak efektif. Hal ini didasarkan pada perhitungannya, karena peserta baru dapat memanfaatkannya setelah masa kepesertaan mereka berakhir.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan, "Tabungan Perumahan Rakyat, yang selanjutnya disebut Tapera, adalah penyimpanan yang dilakukan oleh Peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat digunakan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dapat dikembalikan bersama dengan hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir."