"Sedih (di panti asuhan), karena saya jauh dari orang tua," ujarnya dengan pancaran kesedihan yang tak dapat disembunyikan.
 Tak lama, ia kembali dengan senyum malunya dan menjelaskan kehidupannya di panti asuhan tersebut. Tak hanya kehidupan dan pendidikan yang terjamin, ia juga harus disiplin untuk bisa tinggal disana.
"Iya (harus disiplin). Bangun jam 4 pagi, harus. Kalau gak bangun diomeli pengurus asrama," ujarnya sambil bersemu.
Saat kami tanyakan mengenai pengetahuannya tentang anak panti asuhan tersebut yang memiliki orang tua yang masih lengkap, gadis yang kini duduk di kelas 1 SMK Al-Hidayah ini mengakui jika ia tau mengenai hal tersebut. Tak ingin berkomentar lebih jauh ia hanya memberikan jawaban jika mereka yang masih memiliki kedua orang tua nenitipkan anaknya karena kondisi keluarga yang kurang mampu.
Diar juga tak ingin terus terusan berada di panti tersebut. Biar begitu, ia tinggal di asrama panti asuhan hanya karena ingin bisa sekolah paling tidak sebatas SMK. Begitu pula harapan sang ayah yang ingin anaknya mendapat kehidupan yang layak di panti asuhan.
"insyaallah di panti sampai nanti lulus (sekolah)," tutup Diar.
Pada kesempatan yang sama kami berhasil menemui salah satu pengurus Panti Asuhan Nurul Iman. Berhasil ditemui di kantornya, Arik, yang kini dipercaya untuk mengawasi bagian administrasi dan keuangan Panti Asuhan Nurul Iman, menjelaskan terlebih dahulu jika panti asuhan peninggalan kakeknya ini merupakan panti asuhan resmi.Â
Sambil menjelaskan ia pun mengeluarkan surat keterangan panti asuhan yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial Kota Depok sebagai bukti jika panti asuhannya ini bukanlah panti asuhan abal-abal yang asal menerima anak yang masuk.
Disamping itu Arik menjelaskan jika anak yang masuk ke Panti Asuhan Nurul Iman sebelumnya telah di telusuri terlebih dahulu, hal ini bertujuan untuk mendapatkan sebuah kebenaran jika anak tersebut memang pantas untuk masuk ke panti asuhan.
 Tanpa mengelak saat kami tanyakan mengenai kebenaran akan adanya anak panti asuhan yang masih memiliki keluarga, Arik mengakui jika itu benar adanya. Mereka merupakan anak yang berasal dari kalangan dhuafa, hingga saat ini jumlahnya ada sebanyak 5 orang.
"Anak panti di sini diseleksi, jadi kalau missal orang tuanya tidak mampu atau dhuafa contohnya pemulung yang mau sekolah tapi tidak punya biaya dan kita sekolahkan di sini (sekolah yayasan). Kalau dhuafa diseleksi dari surat keterangan miskin baru ke sini. Kalau yatim/piatu hanya butuh surat kematian. Tapi biasanya (yatim piatu) kita datangi dan tanya berapa anak yang ditinggalkan, lalu kita biayai," terang Arik.