Mohon tunggu...
Suci Tri Nurwulandari
Suci Tri Nurwulandari Mohon Tunggu... -

MAHASISWA UIN MALIKI MALANG JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI NIM 14410066 KELAS B ANGKATAN 2014

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Temui Aku di Ujung Senja Itu

25 Oktober 2015   21:18 Diperbarui: 25 Oktober 2015   23:24 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdua denganmu jauh lebih baik, aku yakin itu. Bila sendiri hati bagai langit berselimut kalbu. Itu kata sekaligus lagu yang menghiasi hari-hari ku saat dirinya hadir dan membuat duiaku sesak tanpanya.

Dunia yang kini bagiku sempit tak ada ruang sebutir padi pun memang benar - benar membuatku merasa ah jika sapaanya tak terdengar di telingaku. Aku pun mulai terbiasa dengannya yang selalu membuatku merasa begitu berarti baginya. Sungguhpun aku berusaha memungkiri, justru kesedihan dan rasa mencari yang aku dapatkan waktu demi waktu.

Semacam narkotika yang memiliki zat adiktif ampuh yang tak tertandingi oleh yang lainnya. Aku sendiri merasa ini mengapa duniaku jadi seperti dunia yang tak mengenal rasa lelah untuk bersama. Sungguh memberatkan jiwaku jika semuanya harus seperti ini dan tak mampu untuk ku hindari.

Kesukaanku terhadap film yang berbau romantis memang benar-benar membuatku terperdaya olehnya. Harapan, angan-angan dan cinta memang selalu terngiang dalam pikiran andainya hidupku beserta kisahnya layaknya cinta yang butuh perjuangan dengan romantisme romantisme yang pernah aku lihat di film-film sebelumnya. Padahal ini dunia bukan hayalan.

Cinta, deritanya memang tiada akhirnya. Cuplikan kata-kata yang pernah aku kihat dalam sebuah sinema yang pernah populer ketika aku masih duduk di bangku SD “ Kera Sakti:”. Cupatkai salah satu tokoh yang menderita karena cinta.

Apa itu cinta? Bolehkah aku mengenalnya? Namun hatiku tak cukup ruang untuk merasakan deritanya. Indah namun menyakitkan, lalu apa gunanya cinta mengisi namun sakitnya turut mengiringi. Kebahagiaan mana yang bisa di raih jika sakit ada bersamanya.

Semua kata yang ku untai bukan bualan semata yang hanya bisa dijadikan hiasan dalam kebohongan. Setiap kata yang terucap telah cukup mewakili semua rasa di hati yang terpendam dan bergejolak layaknya kawah gunung berapi yang ingin mengeluarkan magma nya.

Wahai kau cinta, sungguh hatiku telah bertekuk lutut padamu yang telah menawarkan kata-kata cinta seolah indahnya abadi. Yah memang indah nan menggoda jiwa namun mengelabui hati. Inikah keindahan yang kau tawarkan padaku agar aku menerima mu untuk menjadi bagian dalam hidup, atau sekedar ucapan menggiurkan untuk sejenak singgah kemudian enyah.

Keindahanmu selalu ku puja di sepanjang mata ini terbuka. Ku rasa jiwa ini telah menerimamu untuk menjadi satu dengan jiwaku. Diujung diamku ini aku menunggu, meski aku tahu kau telah memberiku bualan cinta. Kesungguhanmu tak lagi ku coba tuk padamkan, aku sungguh-sungguh menunggumu untuk pengubahan harapan tuk jadi kenyataan.

Aku hanya bisa berharap kau mampu untuk mengartikan diamku ini. Aku tak berdaya untuk sekedar mengucapkannya, karena ku takut engkau kan pergi saat terdengar kata-kata terucap dari mulutku ini. Sungguh hati ini belum mampu mengiyakan dirimu pergi jikalau pun tahu kesungguhanmu patut untuk dipertanyakan.

Dilema mulai berkecambuk dalam hatiku, berlomba lomba untuk mempertanyakan semuanya. Seberapa besar yang ku dapatkan, sudah cukupkah itu semua ku artikan cinta yang sesungguhnya atau hanya sesaat. Namun, tubuhku masih belum tergerak dan masih tertahan di sini seakan ingin bertahan dalam ombak yang tak kunjung surut dan pergi ketepian.

Pertemuan kita memang terlalu singkat untuk diartikan sebuah keseriusan. Namun hatiku tak pernah berubah haluan sayang, hatiku memang tak ada ruang untuk selain dirimu. Kau telah mampu mengisi relung hatiku yang terdalam. Entah kau tahu atau berusaha tak ingin mengetahuinya. Hatiku tak berbohong seperti persona yang engkau tampakkan selama ini sayangku.

Mulai terasa lelah aku tertahan, engaku pun diam tak kunjung datang padaku di ujung kegelisahanku. Tak mampukah engkau mengucapkan satu kata saja seperti yang kau hiaskan di telingaku waktu itu. Tak selamanya aku diam, bergeraklah sayang, katakanlah sayang kali ini saja. Untukku sendiri mungkin, meski sekedar untaian kata belaka. Tak cukupkah toleransi yang ku berikan padamu, sehingga kau terdiam seolah ingin enyah. Ataukah aku salah mencoba meyakinkan hatiku untuk yang kesekian kalinya bahwa akulah satu-satunya yang kau puja.

Diammu sungguh membuat hatiku pilu. Mungkinkah kau dibelakangku tak seperti yang selama ini aku dapatkan. Tak bisakah kau hadir sejenak untuk mengucapkan kata cinta seperti yang dulu I love you sayang. Mungkinkah kata itu telah terkikis dari hatimu hari demi hari. Sedangkan aku masih hidup dengan jiwa yang kau isi penuh cinta dari mulutmu.

Aku menunggumu, menunggumu, masih menunggumu. Haruskah aku mati untuk sekdar menghilangkan rasa yang bergejolak begitu besar di dada ini hingga terasa sesak. Bujuk rayuan setan memang ahlinya untuk menghanyutkan manusia. Untunglah aku masih sadar begitu berartinya diriku ini untuk orang lain di sana. Iya orang tua yang telah menaruh harapan besar padaku.

Dosa apa yang telah aku lakukan Tuhan? Hingga hati ini rasanya tak mampu lagi menampung segala keluhan yang kian lama kian menuntunku pada jurang kesedihan. Aku berdosa Tuhan jika aku menyalahkanmu atas apa yang aku alami ini sehingga nama-Mu lah yang ku sebut-sebut atas rasa sakit ini. Ampuni aku..

Detik ini, bayangmu mulai memudar di kelopak mata ini. Aku tak mampu untuk merubah waktu seperti awal kita bersama. Peluhku berjatuhan, menutupi senyuman. Kesedihan yang teramat dalam. Kau tawarkan untaian kata yang indah namun cukup membuatku tersiksa.

Di ujung senja ini aku berdiri, menanti dengan segala penuh. Kurayu dirimu untuk pertemuan di sore ini, iya tepatnya matahari menenggelamkan dirinya. Dirimu kini memang sungguh bayangan. Temui aku di ujung senja ini. Setidaknya aku tahu, jalan mana yang harus aku tuju. Tetap bersamamu atau berpisah……

Maafkan aku sayang, aku tak mampu tinggal hanya dengan bayanganmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun