Sebagai umat muslim yang diciptakan oleh Allah SWT dimuka bumi ini, kita tentunya sudah diberikan amanah untuk mengelola apapun sumber daya yang ada di muka bumi, yaitu dengan jalan yang benar. Dan salah satu kegiatan ekonomi yang paling sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah konsumsi. Konsumsi tentunya dilakukan oleh setiap orang dimanapun mereka berada dan bahkan mungkin setiap waktu. Maka dari itu, konsumsi tentunya juga memiliki aturan yang sudah jelas bahkan ditentukan dalam Al-Quran. Salah satu aturan konsumsi yang disebutkan didalam Al-Quran ialah bisa menghindarkan diri dari segala kemudharatan yang mungkin bisa kita temui.
Konsumsi merupakan aktifitas manusia yang wajib karena dalam rangka menjalankan tujuan syari'ah (maqasid syari'ah) yaitu hifdzu nafs (menjaga keberlangsungan jiwa manusia). Dalam menjalankan kewajiban manusia dalam berkonsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai norma-norma aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Qur'an dan as-Sunnah.
Tujuan konsumsi dalam implementasi kehidupan kita sehari-hari, jika dilihat dari ilmu konvensional kegiatan ekonomi itu dilakukan hanya untuk semata-mata memenuhi kebutuhan hidup kita memenuhi kepuasan kita saja. Dan kepuasan itu disebut sebagai utility atau suatu nilai guna dari barang dan jasa. Kemudian dalam ilmu konvensional juga selalu menekankan bahwa kepuasan yang kita dapat, dapat pula dilihat dengan terpenuhinya segala kebutuhan fisik kita. Jadi banyak terlihat, dimana kebutuhan fisik kita terpenuhi selama keinginan juga terpenuhi dan mereka mencapai kepuasan.
Sedangkan menurut pandangan Islam, melakukan konsumsi bukan hanya sekedar mencapai kepuasan tetapimengharapkan berkah ridho Allah SWT, serta mengingat bahwa hal ini juga untuk kepentingan akhirat. Seorang muslim harus yakin akan adanya kehidupan setelah dunia yaitu akhirat. Dengan ini maka manusia akan melakukan dua jenis konsumsi yaitu untuk kepentingan dunia dan juga untuk akhirat (Anto, 2003).
Demikian pula dalam konsumsi, Islam memposisikan sebagai bagian dari aktifitas ekonomi yang bertujuan mengumpulkan pahala menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Motif berkonsumsi dalam Islam pada dasarnya adalah maslahah (public interest or general human good) (Khan, 1997). Maka dari itu, kebutuhan hidup itu harus terpenuhi secara wajar agar kelangsungan hidup berjalan dengan baik pula.
Selanjutnya apabila kebutuhan hidup tidak terpenuhi secara wajar maka akan terdapat permasalahan-permasalahan yang ada didalamnya. Termasuk juga umat muslim yang tak lepas dari permasalahan-permasalahan tersebut.Â
Di dalam sistem ekonomi islam terdapat empat prinsip dalam menyikapi permasalahan tentang perilaku konsumen, termasuk konsumsi didalamnya yaitu:Â
1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan atau (abstain from wasteful and lixurius living). Bermakna juga bahwa tindakan tindakan ekonomi hanyalah sekedar untuk memenuhi kebutuhan (needs) bukan memuaskan keinginan (wants) (Qorodhowi : 1997). Menurut Abdul Manan (1995) sikap tidak berlebih-lebihan dan mengutamakan kepentingan orang lain adalah yang paling penting yang diartikan secara luas. Bisa kita lihat misalnya, pada zaman modern yang sekarang ini kita dihadapkan dengan pesatnya kemajuan digital. Dari situlah muncul produk-produk digital yang semakin canggih seperti Smartphone. Kecanggihan smartphone ini membuat sebagian orang tergiur untuk membeli Hp yang sedang trend saat ini. Padahal Hp yang kita miliki saat ini juga bisa masih digunakan sebagaimana mestinya. Dari situlah kita sebagai umat muslim dianjurkan untuk hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan.
2. Implementasi zakat (implementation of zakat), pada tingkat negara mekanisme zakat adalah obligatory zakat sistem bukan voluntary zakat sistem. Di sampai itu juga ada instrumen sejenis yang bersifat sukarela (voluntary) yaitu seperti infaq, shodaqoh, wakaf dan hadiah. Mengenai perintah mengeluarkan zakat terdapat dalam firman Allah Q.S. At-Taubah : 103. Zakat infaq shodaqoh dan sejenisnya merupakan salah satu saluran penyimbang dari saluran kebutuhan individual yang disebut sebagai saluran konsumsi sosial. Saluran ini hanya ada dalam ekonomi islam (Muflih, 2006).Â
3. Penghapusan atau pelarangan riba (prohibition of riba), menjadikan sistem bagi hasil (profit loss sharing) dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai pengganti sistem kredit (credit system) berikut instrumen bunganya (interest rate) yang ditegaskan dalam Q.S. Al-Baqarah: 275.Â
4. Menjalankan usaha-usaha yang halal (permissible conduct), dari produk atau komoditi, manajemen, proses produksi hingga proses sirkulasi atau distribusi haruslah ada dalam kerangka halal. Usaha-usaha tadi tidak boleh bersentuhan dengan judi (maisir) dan spekulasi gharar. Sebagaimana firman Allah (Q.S. Al Baqarah:168)Â
Dari prinsip-prinsip demikian, terlihat bahwa model perilaku muslim dalam menyikapi harta benda dan jasa bukanlah merupakan tujuan. Kesemuanya merupakan media untuk akumulasi kebaikan dan pahala demi tercapainya falah (kebahagiaan dunia akhirat). Harta merupakan pokok kehidupan karena harus dijaga dan dikembangkan melalui pola-pola produktif (Q.S. An Nisa' : 5). Harta benda merupakan karunia Allah yang diberikan kepada manusia sesuai dengan usaha yang dilakukannya (Q.S. An Nisa' : 32)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H