Mohon tunggu...
Suci Suryani
Suci Suryani Mohon Tunggu... Dosen - Suci Suryani

Gender Study

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Stop Kekerasan Seksual

3 Juni 2021   07:41 Diperbarui: 3 Juni 2021   15:02 1961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kolom komentar netizen untuk mendukung salah seorang model ibu kota, Ratu Rizky Nabila merepresentasikan dukungan untuk bersama-sama melawan seksisme. Prahara rumah tangga Ratu Rizky Nabila (RRN) dan Alfath Fathier (AF) menggambarkan pemikiran bell hooks (1984) dalam bukunya Feminist Theory from Margin to Center, bahwa perempuan adalah korban dari seksisme. 

Seksisme yang dialami RRN adalah AF menantang RRN untuk melakukan tes DNA dan tuduhan bahwa RRN melakukan open BO saat hamil. Tantangan tes DNA yang diajukan AF karena keraguannya bahwa anak yang dikandung RRN adalah buah pernikahan mereka. 

Tuduhan tentang open BO yang dilakukan RRN berasal dari informasi yang AF himpun dari beberapa temannya. Keduanya adalah format diskriminasi berdasar gender yang menyudutkan dan memperlemah eksistensi RRN.

Pengakuan RRN bahwa AF melakukan KDRT semasa mereka masih dalam ikatan pernikahan diunggah di kanam youtube artis terkenal ibukota, Maia Estianti (ME) dan direpost di instagram RRN sebagai wujud upaya turut merangkul RRN yang mengalami keterpurukan. 

Dikisahkan juga bahwa tidak menunggu hingga satu tahun pernikahan mereka AF menceraikan RRN yang tengah mengandung anak hasil pernikahan mereka. Dilanjutkan lagi curhat RRN di kanal youtube itu bahwa belum selesai proses perceraian di pengadilan agama, RRN mendapat kabar bahwa AF telah menikah lagi dengan Nadia Christina (NC). 

Baik RRN dan NC, keduanya adalah model ibukota saat dinikahi oleh AF yang merupakan pemain sepak bola ternama di salah satu klub sepak bola Indonesia. Tak ayal berita yang melibatkan nama selebritas mereka ngehits di sosmed. Netizen pun antusias memberi komentar yang seakan-akan mereka terlibat dan suara mereka mewakili pikiran hati mereka untuk carut marut prahara rumah tangga yang melibatkan RRN, AF, dan NC.

Kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan AF terhadap RRN merupakan bentuk penindasan secara fisik. RRN mengisahkan bahwa dirinya pernah ditarik rambutnya secara kasar oleh AF semasa menjadi istrinya. 

Tidak berhenti di situ penindasan lain yang merupakan bentuk pengejawantahan seksisme dilakukan oleh AF adalah menceraikan RRN di saat tengah mengandung anaknya yang berdampak pada terguncangnya psikologis seorang ibu hamil. 

Hal ini memicu terjadinya kelahiran prematur bayi Nio dan harus mendapat perawatan di NICU, yakni unit intensif untuk perawatan bayi yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus guna mencegah terjadinya kegagalan organ-organ vital. 

Berikutnya adalah penindasan dalam bentuk verbal bullying yang dituduhkan pada RRN bahwa RRN melakukan open BO, yakni menerima booking online untuk melayani kebutuhan seksual lelaki lain karenanya AF meragukan bahwa Nio adalah darah dagingnya.

Mengulas penindasan seksisme yang dilakukan oleh AF terhadap RRN, bell hooks (1984) menjelaskan bahwa terjadi proses dominasi laki-laki terhadap perempuan. Hal itu terjadi karena laki-laki memiliki hak-hak istimewa dan perempuan adalah obyek yang dikontrol dengan kekuasaan yang dimiliki laki-laki. Itu adalah salah satu pengejawantahan dari pemikiran seksisme yang telah berakar di masyarakat patriarki. 

Dengan alasan yang diadakan oleh AF bahwa RRN bersikap kasar padanya menjadi pembenaran tindakan penindasan dengan menceraikan RRN sewaktu hamil. Yang sesungguhnya adalah kuasa untuk memenuhi hasrat cintanya pada NC melegalkan AF untuk melakukan penindasan pada RRN sehingga menceraikan RRN dan menikahi NC sebelum proses perceraian diputuskan.

Ikatan Virtual Netizen 

Merespon pada unggahan rangkaian penindasan yg dilancarkan AF pada RRN di instagram RRN, netizen menuliskan komentar-komentar menunjukkan empati dan solidaritas untuk figur yang di-follow. Suara-suara pembelaan netizen di kolom komentar di berbagai media sosial yang menampilkan epik kehidupan rumah tangga RRN dan AF berparade hingga mencapai ratusan. 

Suara pembelaan netizen tidak saja dari gender perempuan, laki-laki pun larut dan  semangat  dengan suara pembelaan tersebut untuk peliknya masalah yang dihadapi oleh RRN. Netizen dengan sigap memberikan dukungan moril spirituil untuk RRN yang mengalami keguncangan psikologi akibat tindakan semena-mena AF melakukan rentetan bentuk penindasan seksime (sexist oppression).

Unggahan komentar netizen di instagram official RRN tanpa diketahui perbedaan latar belakang mereka secara bergantian memberikan semangat, membesarkan hati, mememberikan doa, membela, memuji, dan lain sebainya untuk RRN. Dalam hal ini bell hooks (1984) menjelaskan bahwa tidak munculnya perbedaan latar belakang netizen membuat mereka menjadi satu mengobarkan spirit kebersamaan bersama-sama NNR melawan penindasan seksisme.

Komentar-komentar positif membangun netizen bergender laki-laki di medsos tersebut dilakukan sebagai bentuk perwujudan empati untuk RRN. Hal ini disebut oleh bell hooks (1984) sebagai comrades (teman) untuk kaum perempuan yang berjuang melawan ketidakadilan gender. Suara-suara mereka adalah turut serta memperhatikan posisi perempuan yang menjadi korban penindasan seksisme dan bersama perempuan mencapai tujuan yang sama yakni menghentikan penindasan seksisme.

Tanggapan-tanggapan positif yang berisi solidaritas dari netizen untuk setiap unggahan postingan penderitaan seksisme yang dialami RRN memperkuat hubungan virtual netizen dan RRN. Kemudian menumbuhkan the spirit of power in unity (bell hooks, 1984), yakni semangat kekuasaan dalam kebersamaan. 

Solidaritas ini yang menjadi energi besar untuk perjuangan melawan seksisme. Bahkan kekuatan solidaritas mampu melenyapkan rintangan-rintangan untuk mempersatukan perempuan dengan latar belakang yang berbeda demi untuk mencapai satu misi mereka, yakni mengakhiri penindasan seksisme.

Perubahan Persepsi Kekuasaan

Dukungan perlawanan yang dilakukan netizen untuk RRN menjadi motor bagi RRN untuk terus bergerak maju melawan ketidakadilan gender yang dialami RRN. Saat tawaran untuk melakukan tes DNA gratis bagi bayi Nio diberikan oleh Maia Estianti (ME) dan direpost oleh RRN, netizen membanjiri kolom komentar dengan tulisan-tulisan ucapan syukur bahwa satu langkah konkrit bentuk perlawanan terealisasi. Hal ini membuktikan ketidakgentaran RRN  untuk menerima tantangan AF bahwa bayi Nio adalah darah dagingnya. 

Juga sanggahan jawaban RRN saat diwawancara oleh ME tentang dirinya yang open BO sangatlah kritis, bahwa adakah yang mau melakukan kegiatan seksual dengan perempuan hamil? Selang beberapa hari Nikita Mirzani (NM) mendatangi RRN memberikan tawaran untuk membantu RRN menempuh jalur hukum atas tindakan KDRT yang dilakukan AF. 

Dengan gegap gempita netizen memberikan komentar pujian untuk NM karena telah memberikan bantuan nyata pada RRN. Hal ini menguatkan tentang kekuasaan solidaritas perempuan sehingga meneguhkan hati RRN untuk mengambil jalur hukum guna menegakkan kebenaran bahwa dirinya mengalami KDRT.

Tidaklah mudah bagi RRN untuk melalui penindasan fisik, mental, verbal, dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh AF semasa menjadi suami dan mantan suami. Dengan mengunggah segala penderitaan yang diterima di instagram pribadinya, dukungan, doa, perhatian, nasehat, perhatian dari komentar-komentar netizen mengalir begitu derasnya berpihak pada RRN. Ini menjadi motor penyemangat dirinya untuk bangkit dari keterpurukan. 

RRN terus bergerak maju dan kembali menyuarakan kebenaran dari fitnah yang ditiup oleh AF dengan solidaritas yang diberikan oleh ME dan NM dengan melakukan wawancara dengan RRN. Hal ini menggambarkan apa yang diusulkan oleh bell hooks (1984) tentang merubah persepsi kekuasaan (power). Kekuasaan akan lebih bermakna ketika persepsi kekuasaan tidak melulu diarahkan pada kemampuan mengontrol dan mendominasi yang lain. 

Namun kekuasaan diarahkan pada kekuatan, kemampuan, keberdayaan untuk mengehentikan penindasan seksisme, termasuk di dalamnya adalah kekuasan diri menghadapi penindasan seksisme hingga kekuasaan diri mengubah diri dari keterpurukan menuju keberdayaan. 

Dengan demikian kekuasaan perempuan (woman power) menggantikan women's powerlessness saat berhadapan dengan dominasi laki-laki. Sekaligus merupakan terjemahan konkrit tentang perjuangan perempuan dari kaum terpinggirkan menuju kaum yang diakui eksistensinya dan berpengaruh dalam masyarakat.

 

*Suci Suryani: dosen UTM, mahasiswa pasca UNES, peneliti kajian gender

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun