Mohon tunggu...
Suci Sekar Ayu
Suci Sekar Ayu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Si Parasit Lajang

13 Mei 2018   18:56 Diperbarui: 13 Mei 2018   19:00 1397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayu Utami adalah seorang penulis, siapa yang tidak kenal dengannya . Ayu Utami pernah mendapat penghargaan sastra dari dalam & luar negeri . Buku pertamanya yang berjudul  Saman . telah diterbitkan dalam delapan bahasa asing. Ia juga menerbitkan seri novel teka teki bilangan FU . Ayu utami lahir 21 November  1968 Bogor . Ia dikenal sebagai Novelis sejak karya pertama nya yang menerbitkan buku Saman memenangkan sayembara penulisan roman  Dewan kesenian Jakarta Ayu terkenal menulis dengan gaya pemikirannya yang sangat feminisme  .

Beberapa karya novel yang telah ia luncurkan salah satunya yakni Novel Saman , Larung , kumpulan Esai Si Parasit Lajang , Bilangan FU , Manjali Cakrabirawa , Cerita Cinta Enrico, Novel  lalita dan beberapa penghargaan yang ia raih ada Roman Terbaik Kesenian Jakarta, Khatulistiwa Literaty Awards .                                                                                             

Si Parasit Lajang

Buku ini menceritakan cercahan pikiran seorang muda urban. Di akhir usia duapuluhan ia memutuskan untuk tidak menikah dan menyebut diri si parasit lajang , satu istilah yang awalnya dilontarkan feminis Jepang  . Sepintas  lalu ia terkesan sangat cuek tentang nilai-nilai di sekitarnya, tak peduli komentar orang sama sekali. Di pihak lain, ia sangat mengamati dan memperhatikan keadaan di sekelilingnya.

Si Parasit Lajang mencatat hal -- hal aneh yang terjadi di kota : kutubuku yang kejeblos celah di trotoar, trend minum kencing sendiri, papan iklan, seragam sekolah dan lain lain. Si Parasit Lajang adalah cewek kelas menengah kota. 

Kelas konon paling terdikte oleh kapitalisme. Tapi, kumpulan kolom ini, yang ditulis dalam rentang 10 tahun, menunjukkan bahwa orang juga bisa bersikap kritis bahkan sambil tetap berada dalam lingkup kapitalistis. Orang tetap bisa bilang bahwa semua itu bisa menerkam manusia dan kita harus cerdik-cerdik bergumul dengannya, seperti seorang pawing bermain dengan harimau sirkus.

            10+1 Alasan untuk tidak kawin. Ayu utami menjelaskan 11 alasan kenapa tidak menikah adalah sikap politikn nya.

  • Memangnya harus menikah?
  • Tidak merasa perlu.
  • Tidak peduli
  • Amat peduli
  • Jika di satu sisi Ayu Utami dianggap tak peduli pada nilai yang dipercaya ibu nya, di sisi lain Ayu sesungguhnya amat peduli. Awalnya sederhana saja, sejak kecil Ayu melihat masyarakat mengagungkan pernikahan. Ironisnya, dongeng Cinderella, Putri Salju, Putri Tidur, Pretty Women tamat pada upacara, dentang lonceng, tukar cincin, tau ciuman pada balkon. Artinya, tak ada dongeng tentang perkawinan itu sendiri.
  •             Sesungguhnya pada titik dongeng berhenti, seorang anak diperkenalkan pada yang realistis. Yang tidak di ceritakan itu. Yaitu, bahwa pernikahan tidak ideal. Selain kasih saying, juga ada kebosanan, penyelewenganm bahkan pemukulan. Tapi itu tabu dibicarakan, sebaiknya masyarakat mereproduksi terus nilai yang mengagungkan pernikahan. Mereka menempatkan jodoh sebagai titik takdir, sejajar dengan kelahiran & kematian. Seolah -- olah alamiah, bahkan kodratiah. Barang kali percintaan memang amat romantis sehingga orang misalnya Ayu dan pacarnya jika sedang jatuh cinta suka berkhayal dipersatukan oleh malaikat (hm tentu khayalan ini berakhir bersama selesainnya hubungan). Perasaan melambung itu mungkin membuat kita ogah mengakui bahwa lahir dan mati adalahb proses biologis, sementara menikah adalah konstruksi social. Lahir dan mati adalah peristiwa alam, menikah adalah peristiwa budaya.
  •            
  •             Persoalannya selalu ada yang tidak beres dengan kontruksi sosial. Pada umumnya pernikahan masih melanggengkan dominasi pria atas wanita. Kecuali di beberapa Negara eropa, hukum tidak terlalu berpihak pada istri. Di Indonesia, ini terlihat pada setidaknya undang-undang perkawinan, perburuhan, maupun imigrasi. Begitu banyak pula pengaduan kasus kekerasan domestic terhadap perempuan.
  •             Tapi, puncak pengesahan supremasi pria atas wanita ada dalam poligami. Tema ini hamper -- hampir tak pernah dikembangkan dalam dongeng cinta, bahkan dongeng 1001 Malam. Yaitu, bahwa seorang lelaki boleh memiliki banyak bini, tapi seorang istri tidak di benarkan mempunyai banyak lelaki. Padahal, secara biologis perempuanlah yang bisa betul -- betul yakin bahwa anak yang dikandungnya adalah anaknya sendiri. Seorang  anak yang terutama adalah anak ibunya.
  •             Ayu mengatakan bahwa ia anti poligami. Tapi bukannya tidak bisa melihat rasionalisasi di balik kawin ganda ini. Poligami adalah masuk akal di dalam masyarakat yang amat patriakal, yang berasumsi bahwa pria superior, bahwa pria menyantuni perempuan dan tak mungkin sebaliknya, sehingga tanpa lelaki seseorang perempuan tak memiliki pelindung. ( Yang kerap terjadi : masyarakat patriarkal membikin agar perempuan terus menerus bergantung pada lelaki)
  •             Para pendukung poligami umunya gagal untuk mengakui bahwa poligami hanya adil untuk sementara, yaitu dalam konteks patriakal ke dalam masyarakat yang lebih adil, poligami adalah absurd untuk dipertahankan.
  •             Tapi, lantas apa hubungannya adalah bahwa saya peduli, yaitu jengkel, dengan idealisasi perkawinan yang menjebak perempuan dalam ketergantungan pada lelaki . mungkin ketika Ayu mengatakan bahwa ada persoalan di balik pengangungan atas pernikahan. Pernikahan tidak dengan sendirinya membuat hidup anda sempurna atau bahagia. Ia mengingatkan ada jalan alternative. Perempuan tidak perlu menjadi istri yang kesekian atau kawin dengan lelaki ringan tangan hanya demi jadi Nyonya Fulan.
  •             Catatan : Jika perkawinan ibarat pasar, orang --orang yang memutuskan tidak menikah sesungguhnya mengurangi pasokan istri seperti organisasi pengekspor minyak mengatur suplai minyak. Juga, mengingatkan para suami bahwa istri tidak bisa bergantung pada dia. Dengan demikian, mestinya harga istri jadi lebih mahal sehingga harus diperlakukan dengan sebaik baiknya
  • Trauma
  • Ya seorang Ayu Utami memiliki trauma. Bukan pada lelaki, sebagian yang dikira banyak orang, melainkan, melainkan pada sesame perempuan yang tidak sadar bahwa mereka tunduk dan melanggengkan nilai -- nilai patriarki. Ayu mengatakan ia mempunyai dua bibi pemuja perkawinan. Salah satunya begitu mengagungkan persuntingan, sehingga jika dirinya menikah. Bibinya takkan menyapanya dalam suratnya dengan nama Ayu, melainkan sebagai Nyonya Suami. Tapi mereka sendiri tidak menikah bukan karena tidak mau  melainkan karena tak dapat. Mereka juga pencemburu pada perempuan lain yag tak sedarah. Mereka cenderung menganggap bahwa anak laki-laki lebih berharga ketimbang anak perempuan. Syukurlah bahwa Ayah ibu Ayu Utami tersebut memperlakukan sama putera puterinya. Semabari Ayu tak dendam melihat ketidakadilan.
  • Ayu juga mempunyai guru-guru SD dan SMPyang memenuhi segala stereotip tentang "perawan tua" : perempuan tidak  "Laku" yang dengki. Mereka mengidealkan perkawinan, tapi mereka sendiri tidak mendapatkan suami. Mereka adalah guru killer di sekolah. Mereka menghukum dengan berlebihan. Mereka membenci murid -- murid yag cantik. Syukurlah Ayu utami cendurung tomboy waku sekolah, sehingga mereka baik pada nya. Dengan demikian ayu punya simpati baik pada si guru maupun pada korbannya. Sembari, tetap merasakan ketidakadilan.
  • Inilah trauma seorang Ayu Utami : bahwa ia melihat sindrom perawan tua. Sejak remaja ia merasa tertanggu olehnya. Bertahun lalu ketika masih remaja Ayu pernah menulis dalam buku harianya Barangkali ia tidak menikah kelak, tetapi ia tidak akan menjadi pencemburu. Mungkin inilah jalan yang ia pilih masuk ke dalam trauma itu dan membalikannya. Masuk ke dalam prasangka masyarakat dan membuktikan kesalahannya.
  • Ayu mengatakan " bibi saya guru-guru saya, mereka adalah orang yang terluka. Mereka dilukai oleh masyarakat yang hanya menganggap sempurna wanita berkeluarga dan menganggap  tak laku perempuan lajang tua. Dan luka itu adalah milik setiap perempuan. Saya ingin mengorek luka konstruksi sosial, sehingga kita tak perlu menjadi sakit karena nya. Konstruksi sosial itu patriakal pula, yaitu yang membikin perempuan bergantung pada lelaki. Itu tidak adil . jadi jangan diteruskan.
  • Tidak Berbakat.
  • Ayu mengatakan, rasanya dirinya tak berbakat untuk segala yang formal dan institusional. Contohnya  sejak SMP ia tak pernah jadi murid yang baik.
  • Kepadatan penduduk.
  • Dirinya tak ingin menambah pertumbuhan penduduk dengan membelah diri.
  • Seks tidak identik dengan perkawinan                                                                                                                                                                                                                              Wah, pertama ini konsekuensi alas an ke-5 tadi : dirinya harus membuktikan bawa perawan tua dan tak menikah tidak berhubungan seks dengan bukan pasangannya?
  • Sudah terlanjur asyik melajang                                                                                                                       
  • Tidak mudah percaya.                                                                                                                                                                                                                                                                 Ibu nya selalu mengatakan bahwa menikah membuat kita tidak kesepian di hari tua. Tapi siapa yang bisa jamin bahwa pasangan tak akan bosan dan anak-anak tidak akan pergi? Tak ada yang abadi di dunia ini jadi sama saja.

+1. Dan kenapa saya menceritakan semua itu? Sebab selalu ditanya. Inilah anehnya kesadaran. Ketika menjalani hidup sebetulnya semua mengalir begitu saja. Tapi ketika ditanya, kita seperti dipaksa kita menyadari dan merumuskan. Lantas sesuatu yang semula terasa wajar menjelma sikap politik.

Dalam buku ini Ayu juga menuturkan bahwa putih per definisi adalah cantik. Batasan mereka tentang wanita cantik adalah wanita yang begitu putih sehingga jika minum kopi, hitam kopi itu akan terlihat ketika mengaliri lehernya. Parody mensyarat nilai yang serius. Kadar putih dan lembut sebagai ideal kecantikan memang berlaku sungguhan.

Perempuan cantik barangkali yang creamy seperti kue tart/puteri salju. Ia  ingat sekali ketika ada pemoles yang sangat terkenal, saking sedikitnya merk yang ada waktu itu, bernama Hazeline Snow. Krim seputih kapas dalam gambar gunung yang puncaknya berlumur salju. Ayu mengatakan terdapat nasihat moral di banyak wawancara dalam majalah wanita :" terimalah dirimu apa ada adanya. Kalau diberi kulit hitam ya hitam."

Namun rupannya produk pemutih lebih banyak ditemukan di pasar Asia. Termasuk Jepang, meski dengan cara yang ganjil.  Sebaliknya merk --merk yang sama menjual produk berlawanan dipertokoan Eropa  dan Amerika Utara.

Terutama menjelang musim semi yang menuju panas itu, begitu banyak krim pencoklat, tanning cream, ditawarkan juga banyak salon yang menyediakan mesin penyinar yang membikin kulit berwarna matang seperti roti panggang. Ideal  tentang kecantikan kulit coklat diiklankan lewat model dengan latar pantai tropis, laut biru kehijauan dan kembang warna warni serta pohon kelapa sesuatu yang eksotis bagi negeri yang tak punya banyak sinar matahari.

Kapitalisme memang hidup dari ketidakpuasaan diri konsumen sehingga mereka terus -- menerus mengkonsumsi. Maka dibikinnya orang Indonesia kepingin jadi putih dan orang kulit putih menjadi ingin sawo matang. Dibikinnya manusia ingin mengubah dirinya dan perusahaan mendapat keuntungan  dari usaha perubahan tersebut.

(Halaman 54)

Begitulah Ayu Utami seorang penulis feminisme yang menyoroti sisi ketidakadilan khususnya dalam hal perkawinan . Buku ini termasuk dalam Trilogi Si Parasit Lajang -- Cerita Cinta Enrico -- pengakuan Eks Parasit Lajang.

Judul  : Si Parasit Lajang   

Penulis : Ayu Utami                                                                                                                                                                         

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia                                                                                                                                                                                      

Tahun Terbit : Febuari 2013                                                                                                                                                   

Sampul : Pat Adele (dari  sketsa Ayu Utami)                                                                                                                                                         

 Gambar isi : Sketsa dan Catatan harian Ayu Utami                                                                                                                                 

Tata letak : Wendie Artswenda.                                                                                                                                                                                                  

Jumlah Halaman :  201                                                                                                                                                                        

Nomor Edisi : ISBN 978 -- 602 -- 424 -124- 7

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun