Mohon tunggu...
suci sayako
suci sayako Mohon Tunggu... -

hitam.putih.abuabu.warnawarni.itulah hidup.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perempuan

21 Februari 2011   05:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:25 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya rasa tidak ada yang salah dengan ketersinggungan saya mengenai adanya Menteri Departemen Pemberdaaan Perempaun. dan wacana mengenai Ilusi Kemajuan Perempuan hanyalah omong kosong belaka yang dilontarkan oleh perempuan pesimis.Saya kira, masalah yang dihadapi kebanyak perempuan saat ini, seperti meningkatnya kematian ibu dan kekerasan rumah tangga, lebih disebabkan karena pola piker dan persepsi masyarakat kita yang masih patriakal. Perempuan hanya mesin produksi anak dan pelayan kasur, kamar dan dapur. Nah, saat ini lah dibutuhkan kesungguhan dan tekad yang kuat dari diri perempuan sendiri untuk memberdayakan dirinya. Tidak perlu adanya Menteri Pemberdayaan Perempuan yang menurut saya adalah produk budaya patriarki. Tidakkah, anda-anda sebagai perempuan menyadari dengan adanya Menteri Pemberdayaan Perempuan akan mengokohkan tiang patriarki yang sudah lama tertancap di Negara kita. Menteri Pemberdayaan Perempuan bagi saya adalah mengumuman atau suatu deklarasi bahwa perempuan di Indonesia masih lemah dan ‘perlu diberdayakan’. Saya sebagai perempuan Indonesia belum sekalipun mendengar atau melihat adanya upaya konkrit yang dilakukan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan yang sudah ada semenjak zaman pemerintahan Presiden Soeharto.

Bagi saya, pemberdayaan bagi perempuan berarti menciptakan ‘tempat’ bagi perempuan. Yang dengan kata lain, kita (baca:perempuan) tidak punya tempat sehingga sebaiknya diberikan tempat. Well, perempuan, seperti halnya ‘le-laki’ sudah mempunyai tempat dengan kesempatan yang sama porsinya. Sama hak. Kalau anda (baca: lelaki) boleh memenjat pohon, maka kami (baca: perempuan) ‘boleh’ juga memanjat pohon. ‘boleh’ bukan berarti harus. Kalau kebanyakan dari anda(baca:lelaki) banyak menjadi chef (istilah keren dari tukang masak), maka apa salah nya jika kami (baca:perempuan) menjadi DJ (di klub-klub malam). Lalu apa salahnya anda (baca:lelaki) mencuci, menggosolk (atau apalah yang dikerjakan pekerjaan perempuan) jika istri anda sedang bekerja.

Anggapan kodrat ‘perempuan’ yang harus dirumah, mengurus anak, mengurus rumah tangga harus siluruskan. Kodrat adalah sesuatu yang kita eroleh dari Tuhan. Maka dari itu, kodrat perempuan adalah melahirkan, menyusui. Bukan hanya menikah, mengurusi rumah tangga dan melayani suami. Tapi, protes terhadap ‘kewajiban perempuan’ ini bukanlah merupakan penyangkalan tugas seorang ibu rumah tangga. Kebebasan harus disertai dengan tanggung jawab dan kompromi. Nah kompromi ini lah yang belum didapat oleh perempuan. Kompromi dan kebebasan adalah 2 hal yang perlu ditanamkan dalam wacana social bukanlah MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN!!

Suatu ketika ibu saya protes,”Mama gak mau kamu pulang malam karena kamu perempuan.’ What???

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun