Ketika duduk di bangku SMK Didin selalu mendapatkan nilai tertinggi untuk pelajaran mengetik 10 jari (blind system). Siapa sangka, gadis yang kini telah menjadi mahasiswa ini bahkan tidak mampu menghafal abjad dari a sampai z dikarenakan dia mengidap diseleksia.
Gejala paling umum pada penyandang disleksia adalah kesulitan membaca dan mengeja. Berbeda dengan gangguan belajar biasa kesulitan mengeja pada penyandang di seleksi ya bukan disebabkan oleh kekurangannya kecerdasan.
Gangguan ini merupakan kelainan genetik yang dialami individu dengan intelegency qoutient (IQ) normal atau bahkan di atas rata-rata.
Didin Komalasari, seorang penyandang di seleksi yang kini berusia 21 tahun mulai bermasalah dalam belajar sejak duduk di bangku SD. ketika itu, Iya mengalami kesulitan untuk mengerjakan beberapa hal berikut:
1. Sulit membedakan huruf b dengan d dan sering terbalik menggunakannya
2. Sering salah mengutip dari papan tulis meskipun dia duduk paling depan
3. Tidak pernah menghasilkan gambar kubus, selalu menjadi trapesium
Kondisi ini membuatnya selalu malu kepada guru dan teman sebayanya titik ditambah lagi dengan kelasnya yang berisi dengan banyak siswa, Didin meskipun sulit untuk mengakrabkan diri dengan kesulitan yang dia alami.
Beruntung orang tua Didi cukup peka dengan kesulitan yang dihadapi anaknya. Setelah mencari tahu dari berbagai sumber,akhirnya ketahuan bahwa Didin menyandang diseleksia dan membutuhkan penanganan khusus.
Begitu naik di kelas 3 SD, Didin dipindahkan ke sekolah khusus SD pantaran Jakarta dengan dengan kelas kecil yang hanya terdiri dari 8 siswa. Pendekatan yang berbeda serta situasi yang lebih kondusif Di sekolah baru membuat biji lebih lancar dalam belajar.
Namun kesulitan kembali dihadapi Didi saat melanjutkan ke sebuah SMP negeri di Cimahi, Jawa barat. Lagi-lagi pendekatan di sekolah umum yang dirasakannya kurang personal membuat prestasi belajar didin ambruk dan harus puas menduduki rangking 43 dari 44 siswa.