Dalam beberapa tahun terakhir, isu energi hijau menjadi sorotan utama di berbagai forum internasional, termasuk Konferensi Perubahan Iklim COP. Indonesia, sebagai salah satu negara yang memiliki potensi energi terbarukan besar, kerap menegaskan komitmennya terhadap transisi energi. Namun, bagaimana wacana ini diterjemahkan di tingkat lokal? Apakah narasi yang dibangun pemerintah dan media mencerminkan realitas masyarakat?
   Analisis menggunakan pendekatan Norman Fairclough, yang memadukan dimensi teks, praktik diskursif, dan praktik sosial. Data diambil dari berita media daring, pidato resmi pemerintah, dan komentar publik di media sosial selama tiga bulan terakhir.
1. Narasi Global vs Lokal
Wacana energi hijau di level global cenderung berfokus pada komitmen karbon netral, investasi besar, dan teknologi canggih. Namun, di tingkat lokal, narasi ini sering tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat, terutama di daerah terpencil yang belum sepenuhnya mendapatkan akses listrik.
2.Peran Media
Media arus utama seringkali mereproduksi narasi pemerintah tanpa memberikan ruang bagi suara masyarakat terdampak. Hal ini menyebabkan diskursus energi hijau menjadi elitis dan kurang inklusif.
3.Kritik Publik
Di media sosial, banyak masyarakat mengkritik bahwa transisi energi hijau terkesan lamban dan tidak berpihak pada rakyat kecil. Misalnya, mahalnya biaya instalasi energi terbarukan menjadi salah satu keluhan utama.
   Wacana energi hijau di Indonesia masih menghadapi kesenjangan antara narasi global dan kebutuhan lokal. Pemerintah dan media perlu lebih inklusif dalam membangun diskursus, agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya responsif terhadap tuntutan global tetapi juga relevan bagi masyarakat.
Rekomendasi:
1.Pemerintah harus melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan dan implementasi proyek energi hijau.
2.Media perlu memberikan ruang bagi narasi alternatif yang merepresentasikan suara masyarakat terdampak.
3. Perlu ada regulasi yang memastikan harga teknologi energi hijau lebih terjangkau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H