Mohon tunggu...
chips_1
chips_1 Mohon Tunggu... profesional -

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sufisme Jawa

28 Februari 2012   13:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:47 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di masyarakat Jawa, ajaran tarekat dan tasawuf datang sebagai pola mistisisme yang akulturatif dan asimilatif dengan mistisisme Jawa. Ini tercermin salah satunya dari pola bahasa yang diungkapkan, seperti kata-kata do’a dan penyebutan untuk “Tuhan dan Nabi” menjadi “ter-Jawa-kan” yaitu menjadi  “Gusti dan “Kanjeng Nabi”. Tasawuf Islam ini boleh dibilang merestorasi Hinduisme. Sistem teologi trimurti sedikit demi sedikit bergeser ke sistem monoteis (tauhid). Pergeseran ajaran teologi ini kemudian menghasilkan pola pemaknaan sosial baru dari struktur masyarakat hierarkis pada masa hindu bergeser menjadi struktur masyarakat yang egaliter.

Sementara dalam bidang sastra, berkembangnya ajaran Islam equivalent dengan berkembangnya sistem kebahasaan masyarakat Jawa, baik dalam segi seni tulisan (literasi) atau sastra lisan (orality). Hal ini menjadikan kosa kata Jawa semakin kaya dengan adanya penambahan dan penyerapan kata dari teks-teks ajaran Islam yang berbahasa Arab. Tentu saja, hal ini tidak serta merta merubah total sistem kebahasaan masyarakat jawa karena kebudayaan Jawa merupakan kebudayaan yang kuat, ia tak bisa dilampaui begitu saja oleh bahasa Arab. Sebab, Jawa selalu memiliki kekuatan menafsirkan yang tinggi dalam segala sesuatu sambil aktif melakukan kontekstualisasi ke-dalam.

Mistisisme Islam di Jawa telah memberikan pengaruh baru bagi proses kreatif kesusasteraan saat itu. Banyak bermunculan serat-serat, puisi, atau prosa bercorak estetika baru dari tangan para empu Islam (pujangga), kebanyakan saat itu adalah estetika sastra sufistik. Di sini ada satu hal yang menarik mengenai persoalan estetika ini, meskipun lahir dari ajaran monoteisme yang kelihatannya lebih sederhana dari ajaran politeisme Hindu, estetika sastra Islam ternyata memiliki kadar kerumitan dan kompleksitas bahasa yang cukup tinggi dibanding dengan estetika kesusasteraan Jawa-Hindu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun