Mohon tunggu...
Suci Mila Ramadhani
Suci Mila Ramadhani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Business Owner

Business Owner | Spread Love and Positivity

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pribadi Sederhana dan Berintegritas, Siapakah Sosoknya?

9 Maret 2022   15:13 Diperbarui: 9 Maret 2022   15:59 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sistem pendidikan kolonial tempo dahulu, hanya segolongan masyarakat kecil yang diuntungkan oleh sistem itu. Dengan menikmati berbagai fasilitas dan sarana yang baik. Sementara masyarakat Islam yang mayoritas itu dibiarkan dalam kebodohan”. Selain itu, dalam masa jabatannya sebagai Menteri Agama, menurut Muhaimin Abdul Gofur, dulu Departemen Agama tidak kesulitan menunaikan ibadah haji. Saat itu, sistem kuota diberikan ke kabupaten/kota berdasarkan rasio jumlah orang yang mendaftar. Ongkos Naik Haji (ONH) juga diperjuangkan agar terjangkau rakyat meskipun inflasi sedang mengalami kenaikan.

KH. Saifuddin Zuhri, semasa Orde Lama, mengaku  tidak menuruti keinginan Soekarno. Ketika Soekarno ingin membubarkan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi mahasiswa yang didirikan Masyumi, Saifuddin malah berusaha meyakinkan HMI agar  tidak dibubarkan. Selama tahun-tahun terakhirnya sebagai presiden, Soekarno menjadi sangat alergi terhadap unsur-unsur Masyumi, yang dikaitkan dengan pemberontakan PRRI/Permesta dan dibubarkan pada tahun 1960. “Mereka adalah anak-anak Masyumi. Tentu saja, seperti ayahnya, dia tetap  reaksioner,” kata Soekarno seperti dicatat dalam Keberangkatan dari Pesantren. Saifuddin juga berpendapat, “Pak, ketika Masyumi masih di puncak, mereka masih pelajar SMP dan SMA. Mereka tidak tahu persis apa itu Masyumi. Kita tidak boleh mengikuti filosofi bahwa karena ayah salah, anak-anak semuanya berdosa. "Soekarno tidak bisa berkata-kata." Tidak juga. Tapi saya mengikuti keinginan saya, perasaan hati saya. Saifuddin pun mengancam, "Kalau masih mau bubar, berarti penilaian saya bertentangan dengan keinginan kalian. Jadi tugas saya sebagai ajudan presiden hanya bergantung pada ini."

Kiprah politik lainnya, KH. Saifuddin Zuhri pernah menjabat sebagai Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan, Anggota DPR/MPR. Dalam bidang pendidikan, beliau pernah menjadi salah satu Guru Besar di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Riwayat hidup dan sejarah perjuangannya yang panjang sebagai ulama-pejuang, politisi dan pejabat negara, disadari oleh KH Saifuddin Zuhri, terlalu sayang kalau sampai terlupakan dalam sejarah. Oleh karena itu beliau mengabadikannya dalam sebuah buku berjudul Berangkat dari Pesantren yang ia selesaikan penulisannya pada 10 September 1985, kurang lebih enam bulan sebelum wafatnya, 25 Februari 1986. Buku ini akan menjadi saksi sejarah yang berharga tentang makna perjuangan, pengabdian dan pengorbanan anak bangsa untuk lahirnya sebuah Negara yang merdeka, berdaulat, maju dan sejahtera. Buku yang terbit pada tahun 1987 yang ternyata menjadi karya terakhirnya itu, pada 3 Oktober 1989, mendapat penghargaan Buku Utama kategori Bacaan Dewasa bidang Humaniora dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Proses kehidupan membuat KH. Saifuddin memiliki karakter yang kuat sebagai pemimpin pelayan rakyat. Beliau adalah sosok panutan. Ketika menjabat sebagai Menteri Agama ke-9 (1962-1967) pada Kabinet Pemerintahan Presiden Soekarno, beliau dikenal tidak ingin memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadinya. Saifuddin pernah menolak memberangkatkan haji adik iparnya, Mohammad Zainuddin Dahlan dengan memakai biaya dinas dari Departemen Agama. Karakter pribadi yang sederhana dan berintegritas tinggi ini telah beliau pupuk sejak kecil oleh kedua orangtuanya. KH. Saifuddin Zuhri tetap memilih hidup secara sederhana yang bahkan dikisahkan bahwa beliau tetap memilih berdagang beras di Pasar Glodok selepas shalat Dhuha walaupun pernah menjabat sebagai Menteri Agama. Hal ini beliau lakukan karena ingin keluarganya makan dari uang hasil jerih payahnya sendiri bukan dari uang pensiun yang bersumber dari kas negara. KH. Saifudin juga tidak pernah menyentuh uang pensiunnya tetapi dikumpulkannya hingga kemudian dibelikan rumah di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang beliau jadikan sebagai Rumah Bersalin Muslimat NU. 

Pengabdian KH. Saifuddin Zuhri sebagai Menteri Agama berakhir pada tahun 1967. Setelahnya, ia kerap menulis buku dan aktif di berbagai kegiatan sosial dan bahkan masuk ke partai politik, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan sempat menjabat sebagai ketua DPP dan pernah duduk sebagai anggota DPR. KH. Saifuddin Zuhri wafat pada 25 Februari di usia 66 tahun, meninggalkan 10 anak hasil pernikahannya dengan Solichah. Sampai akhir hayat hidupnya, beliau sangat bersahaja dan sederhana. Keteguhannya dalam berjuang, kesederhanaannya dan integritasnya dalam mengemban amanat, menjadi contoh panutan bagi setiap pemimpin bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun