Suatu ketika Saya berpikir, "Mungkin tidak Saya punya hati untuk menerka-nerka segala angkuhnya dunia?"
"Berani benar makhluk hina seperti saya mencoba menyimpulkan segala yang telah hilang dari diri"
Lain hari lagi Saya berkata, "Saya bisa memperbaiki semua borok dunia." Lancang sekali Saya berkata macam itu,
Tapi apa peduli Saya? Saya juga korban dari dunia.
Lantas esok paginya Saya meminta pada diri, " Lepaskan Saya dari derita dunia" Bodoh benar Saya meminta demikian, dunia saja dicengkram derita sejak lama.
Bertahun lagi Saya merengek pada dunia untuk melepaskan Saya dari semua luka. Kali ini Saya tidak bodoh, sudah bertahun lamanya, pasti dunia telah berubah lebih kuat.
Nyatanya, sia-sia.
Saya putus asa, nampaknya tak mungkin Saya lolos dalam semua duka akibat luka yang telah lama Saya derita. Lantas apa juga yang bisa Saya dan dunia buat?Â
Toh, kami hanya bisa menunggu semua dunia hancur digulng-Nya,Â
mungkin saat itulah, kami ada kesempatan melarikan diri dari hidup hina karena duka yang telah lama menggrogoti hidup Saya, bercokol dalam hati Saya dan terus meracuni pikiran Saya.
Mungkin ketika telah tiba waktunya, Saya akan lepas dari semua luka yang tanpa segan membunuh dan menggilai Saya.Â
Jika memang demikian, lebih baik Saya menunggu waktunya tiba.
Dibawah langit biru dan coklatnya tanah ini,Saya rasa itu tempat yang cocok untuk Saya menunggu semua hingga Tuhan menggulung dunia, hingga lepas luka lama Saya yang bercokol dalam derita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H