Pernahkah anda mempunyai pengalaman di tilang?
Saya rasa ada yang mempunyai pengalaman kena tilang atau paling tidak berurusan dengan tilang atau terkena razia mobil atau motor.
Bagi yang berkendara sudah membawa kelengkapan berkendara seperti kelengkapan fisik kendaraan : lampu berfungsi normal, spion lengkap, plat nomor ada dll ataupun membawa surat-surat seperti Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Surat Ijin Mengemudi (SIM), tentu tenang saja. Ibaratnya mau ada razia sehari tiga kali tidak mengapa. Toh semua kelengkapan yang dibutuhkan sudah ada
Tetapi bagi yang tidak mempunyai kelengkapan seperti STNK dan SIM tentu saja merasa khawatir dan tidak pernah merasa tenang dan nyaman saat berkendara. Khawatir kena razia di jalan.
Saya sendiri juga pernah kena tilang, tapi itu sudah bertahun-tahun yang lalu , saat masih berstatus mahasiswa dan belum mempunyai SIM . Tetapi saat itu saya tidak mengurus sendiri pengambilan STNK karena sudah di uruskan teman, dengan mengambil jalan belakang, menemui petugas polisi dan mengambil STNK tersebut. Jadi sama sekali tidak melalui jalur formal dengan sidang di Pengadilan Negeri (PN). Maaf , pengalaman saya tersebut JANGAN DI TIRU! Sekali lagi JANGAN DI TIRU ! terutama bagi adik-adik, anak-anak remaja. Bener ya, JANGAN DI TIRU! Sungguh itu bukan sikap yang benar.
Jangan Minta Damai, Mintalah Surat Tilang
Saya dan suami sebenarnya tidak mendukung jika anak di bawah umur (belum mempunyai SIM) sudah berkendara di jalan umum. Salah satu alasan kami karena tidak akan tenang saat berkendara karena khawatir jika sewaktu-waktu ada razia. Kalau soal ketrampilan mengendari kendaraan bermotor sih sudah lumayan dipercaya. Tetapi karena sebuah alasan, sekolah anak-anak jauh sekitar 15 km, tidak ada transportasi umum yang memudahakan menuju ke sekolah mereka (ada tetapi harus berganti minimal 2x dan kalau pagi bis yang lewat lama), terpaksa kami mengijinkan anak-anak sekolah mengunakan motor. Itupun setelah anak-anak kelas 2 SMA, meskipun baru 16 tahun dan tentu saja belum mempunyai SIM.
Meskipun membawa motor sendiri (berboncengan dengan adiknya yang kelas 1 SMA), tetapi anak-anak sudah kami kenalkan route yang jarang bahkan tidak ada razia. Dan anak-anak harus berangkat dari rumah maximal jam 6 pagi karena jalan masih sepi. Pesan yang tak kalah penting, jika terpaksa ada razia motor, kami menekankan untuk tidak menghindari dengan mengebut atau nekad mencari jalan lain dengan tergesa-gesa. Kalau memang terkena razia, ya berikan saja STNK-nya, dan mintalah surat tilang.
Singkat cerita, suatu hari saat anak mau berangkat eskul renang, tanpa segaja terkena razia motor. Seperti yang kami pesankan, anak saya menyerahkan STNK motor dan mendapatkan surat tilang. Di saat yang bersamaan, teman anak saya juga terkena razia tetapi karena tidak pernah dipesan orangtuanya, ia justru minta damai dan deal dengan polisi , ia membayar Rp 100 ribu.
Sidang Tilang Tak Lebih dari 2 Menit
Di Solo, Pengadilan Negeri (PN) Solo beralamat di Jalan Slamet Riyadi Solo, tepatnya di Sriwedari. Sangat mudah mencari PN Solo, karena terletak di jalan utama kota Solo.
Kebetulan saya beberapa kali lewat di PN dan di hari-hari tertentu terutama Jumat sangat ramai dan padat pengunjung. Kebetulan jadwal sidang anak saya hari Jumat (14/10/2016) lalu, dijadwalkan jam 09.00. Karena tertulis, sidang boleh di wakilkan , maka Hari jumat itu, saya sendiri yang berangkat sidang . Jam 08.30 saya sudah sampai di PN yang sudah sangat ramai.
Saya sebenarnya belum pernaha masuk ke PN apalagi ke ruang sidang, sehingga di awal-awal sempat deg-degan. Belum ada gambaran menghadapi hakim. Tetapi saya nyakinkan untuk menghadapi sidang tilang, itung-itung buat pengalaman pribadi.
Jika ada yang menawarkan diri untuk mengurus sidang tilang , jangan sekali-kali diiyakan. Tetapi terus berjalan saja meskipun terus di rayu untuk dibantu sidang.
Saya sendiri menolak ‘bantuan’ calo sidang dengan mengatakan ingin tahu proses sidangnya seperti apa setelah berkali-kali di bujuk . Saat tahu ingin mengetahui proses sidang sebagai bahan tulisan, calo yang menawarkan bantuan terlihat segan dan tidak lagi berucap sepatah katapun.
Saat saya menuju ke depan ruang sidang, sudah ada seratus limapuluhan orang yang mengantri. Dengan ramah seorang petugas PN memberitahukan agar saya mengumpulkan surat tilang kepada seorang petugas. Saya serahkan surat tilang kemudian di ganti dengan nomor antrian. Kemudian saya di minta untuk menunggu di depan ruang sidang untuk dipanggil bersidang.
Hakim memastikan nama anak saya, “ bla..bla..bla.. (nama anak saya yang tertulis di surat tilag) ? “
Saya jawab, “ Iya,”
“Anda melanggar pasal 281 (tidak punya SIM) , sehingga terkena dendan Rp 60.000 dan biaya perkara Rp 1.000. Silahkan membayar adminstrasi di loket sebelah.”
Tok ! hakim mengetuk palu .
“Ya,” jawab saya.
Sidang berlangsung tak lebih dari 2 menit dan saya sudah mendapatkan keputusan pelanggaran yang diharuskan membayar Rp 61.000.
Pengalaman proses sidang tilang yang super cepat ini, tentu saja melegakan masyarakat awam seperti saya yang belum pernah menginjakkan kaki di ruang sidang PN. Saya menjadi tidak takut lagi masuk ke PN dan merasakan kenyamanan karena ruang sidang dan hakim ternyata tidak menakutkan. Yang jelas, jika terpaksa kena tilang, jangan pernah mengajak damai dengan memberikan uang damai di tempat. Tetaplah minta surat tilang dan jalankan sidang tilang karena prosesnya mudah, cepat dan lebih murah serta uang tilang dipastikan masuk ke kas Negara.
_Solo, 18 Oktober 2016_
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI