Kebetulan saya beberapa kali lewat di PN dan di hari-hari tertentu terutama Jumat sangat ramai dan padat pengunjung. Kebetulan jadwal sidang anak saya hari Jumat (14/10/2016) lalu, dijadwalkan jam 09.00. Karena tertulis, sidang boleh di wakilkan , maka Hari jumat itu, saya sendiri yang berangkat sidang . Jam 08.30 saya sudah sampai di PN yang sudah sangat ramai.
Saya sebenarnya belum pernaha masuk ke PN apalagi ke ruang sidang, sehingga di awal-awal sempat deg-degan. Belum ada gambaran menghadapi hakim. Tetapi saya nyakinkan untuk menghadapi sidang tilang, itung-itung buat pengalaman pribadi.
Jika ada yang menawarkan diri untuk mengurus sidang tilang , jangan sekali-kali diiyakan. Tetapi terus berjalan saja meskipun terus di rayu untuk dibantu sidang.
Saya sendiri menolak ‘bantuan’ calo sidang dengan mengatakan ingin tahu proses sidangnya seperti apa setelah berkali-kali di bujuk . Saat tahu ingin mengetahui proses sidang sebagai bahan tulisan, calo yang menawarkan bantuan terlihat segan dan tidak lagi berucap sepatah katapun.
Saat saya menuju ke depan ruang sidang, sudah ada seratus limapuluhan orang yang mengantri. Dengan ramah seorang petugas PN memberitahukan agar saya mengumpulkan surat tilang kepada seorang petugas. Saya serahkan surat tilang kemudian di ganti dengan nomor antrian. Kemudian saya di minta untuk menunggu di depan ruang sidang untuk dipanggil bersidang.
Hakim memastikan nama anak saya, “ bla..bla..bla.. (nama anak saya yang tertulis di surat tilag) ? “
Saya jawab, “ Iya,”
“Anda melanggar pasal 281 (tidak punya SIM) , sehingga terkena dendan Rp 60.000 dan biaya perkara Rp 1.000. Silahkan membayar adminstrasi di loket sebelah.”
Tok ! hakim mengetuk palu .