Gotong royong diperlukan agar pelayanan kesehatan bisa menjangkau seluruh warga Negara di seluruh Indonesia. Sehingga konsekwensi dari gotong royong tersebut adanya kenaikan iuran JKN sejak 1 April 2016. Kenaikan iuran tersebut mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Fokus gotong royong , adalah sebagai berikut:
Pertama, BPJS Kesehatan bergotong royong dalam hal subsidi silang untuk pembiayaan . Digunakan untuk pelayanan kesehatan peserta JKN-KIS yang sakit. Semua peserta membayar iuran setiap bulan, tidak hanya peserta yang sakit tetapi juga peserta yang sehat. Prinsipnya sehat atau sakit semua peserta harus membayar iuran rutin. Seperti sistim subsidi silang pada umumnya, di sini subsidi silang juga digunakan untuk membantu membiayai peserta yang sakit dalam kategori berat misalnya operasi/bedah. Kalau di hitung , iuran peserta yang sedang mengalami operasi/bedah tidak akan mencukupi untuk membayar biaya operasi dan pengobatan. Tetapi dengan subsidi dari peserta lainnya yang sehat, biaya pengobatan operasi tersebut bisa dicukupi.
“Dengan prinsip gotong royong yang diusung BPJS Kesehatan, pembiayaan pengobatan untuk membantu mereka yang sakit berasal dari peserta lainnya yang sehat,” papar Irfan Humaidi, Kepala Departemen Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan (Femina.co.id)
Iuran rutin menjadi kunci keberhasilan prinsip gotong royong dalam JKN ini. Karena dengan iuran dari peserta jelas ada anggaran yang bisa digunakan untuk membiayai peserta JKN-KIS yang sakit. Ilustrasinya sederhana, apabila dalam satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan tiga anak mengambil premi terendah/kelas III, sebulan membayar Rp 25.500 x 5 = Rp 127.500. Jika satu keluarga saja Rp 127.500 maka jika dikalikan satu juta jiwa jumlahnya sudah luar biasa. Itu belum jika keluarga mengambil premi kelas II @ Rp 51.000 atau kelas I @ Rp 80.000. Hitung-hitungan sederhana BPJS Kesehatan, satu pasien Demam Berdarah Degau (DBD) bisa dibiayai oleh 80 peserta BPJS Kesehatan. Sementara satu pasien persalinan cesar bisa ditanggung dari iuaran 135 peserta BPJS Kesehatan. Maka tak berlebihan jika iuran rutin sebagai kunci keberhasilan gotong royong tersebut.
Kedua, BPJS Kesehatan bergotong royong dalam hal peran dan partisipasi aktif seluruh pihak dalam mendukung program JKN-KIS. Peran aktif dari multi stakeholder seperti masyarakat, rumah sakit, tenaga media, pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, badan usaha , pengelola klinik swasta, dll. Diharapkan seluruh pihak peduli dan ikut berperan serta dalam mendukung program JKN-KIS sehingga tujuan pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia bisa tercapai.
Kelebihan Sistim Gotong Royong
Adapun kelebihan dengan prinsip gotong- royong ini adalah
Pertama, rakyat Indonesia sudah terbiasa dengan pola gotong royong, saling bahu membahu, membantu warga lain yang kurang dengan ikhlas. Masyarakat telah membuktikan manfaat dari gotong royong yang memudahkan dan sangat membantu warga yang kurang mampu. Kebiasaan gotong royong yang telah mendarah daging tersebut akan mempermudah penerapan sistim gotong royong dalam penyelenggaraan JKN-KIS. Masyarakat tidak akan terbebani karena bukan pola yang baru, sehingga pola gotong royong dalam JKN-KIS mudah diterima .
Kedua, budaya gotong royong sebagai perwujudan nyata dari semangat persatuan masyarakat Indonesia. Besarnya jumlah penduduk Indonesia adalah modal besar yang bisa dimanfaatkan untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan. Peserta JKN-KIS yang besar membantu menjadi cerminan persatuan yang kokoh demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat.
Ketiga, gotong royong mampu mendorong kehidupan manusia Indonesia lebih berdaya dan sejahtera. Salah satu keberhasilan pola gotong royong adalah mampu menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan bersama secara mudah dan murah. Masalah yang berat menjadi ringan, masalah yang sulit menjadi mudah. Demikian juga dengan gotong royong dalam JKN-KIS .