Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Plat Nomor Kendaraan Baru Langka, Saya Diminta Melanggar Undang-Undang

26 Agustus 2016   14:52 Diperbarui: 4 April 2017   18:02 8486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribun Jogja/ Siti Ariyanti

Saat ini sudah ada kenyamanan bagi masyarakat yang mempunyai kendaran baru. Jika beberapa tahun yang lalu, setelah membeli kendaraan baru (misalnya motor baru), belum ada Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan plat nomornya. Sehingga, biasanya pembeli tidak berani mengendarai motor baru tersebut. Paling-paling hanya digunakan menempuh jarak yang dekat saja. Keliling komplek perumahan, ke jalan kecil, gang kecil atau kalau terpaksa ke jalan raya, ya nggak berani yang jauh. Ya, karena motor belum ada ada STNK juga plat nomornya. Alias masih kosongan.

Mau tidak mau cukup menyulitkan terutama bagi pemilik kendaraan baru. Maunya membeli kendaraan bisa langsung digunakan untuk menunjang kegiatan sehari-hari, seperti bekerja atau melakukan kegiatan lainnya. Tetapi terpaksa belum bisa karena kelengkapan berkendara belum ada. Setidaknya itu berdasarkan pengalaman saya tiga tahun yang lalu.

Tetapi, saat ini Kepolisian Negara  Republik Indonesia telah mempermudah masyarakat penguna kendaraan bermotor. Saya tidak tahu persis kapan tepatnya, tetapi yang saya tahu, bulan Juli kemarin saat saya kebetulan membeli motor baru, sudah ada kelengkapan berkendara meskipun bersifat sementara. Kepolisian mengeluarkan Surat Tanda  Coba Kendaraan Bermotor (STCK) yang dilengkapi dengan plat no sementara.

STCK legal karena di atur dalam UU no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sebagaimana tercantum dalam pasal  69 UU No. 22 Tahun 2009.

(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang belum diregistrasi dapat  dioperasikan di Jalan untuk kepentingan tertentu dengan  dilengkapi Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan  Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor.

(2) Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada badan usaha di bidang penjualan, pembuatan, perakitan, atau impor Kendaraan Bermotor.

Dalam STCK, tertulis nomor registrasi atau nama pemilik kendaraan sesuai dengan nama yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), nama penanggungjawab yaitu nama dealer yang menjual kendaraan, nama badan usaha, juga alamat badan usaha tersebut. Di dalam STCK juga menerangkan tahun pembuatan motor, no rangka dan no mesin.

STCK tersebut memang cukup membantu para pemilik kendaraan baru, karena di hari yang sama saat membeli, sudah bisa mengendarai kendaraan bermotor kemana saja, karena sudah ada surat kelengkapan beserta plat nomor motor sementara. Dengan STCK tersebut, pemilik tidak lagi was-was dan nyaman berkendara tanpa takut kena tilang.

STCK Hanya Berlaku Sebulan

Hanya sayangnya, STCK berlaku hanya untuk satu bulan. Otomatis, jika setelah lewat satu bulan, belum ada STNK asli beserta plat nomor asli, pemilik kendaraan dihampiri rasa was-was juga.

Seperti pengalaman saya, saat membeli motor bulan Juli yang lalu, saya mendapatkan informasi jika STNK asli maksimal sudah di tangan dalam 3 minggu, demikian juga dengan plat nomornya. Memang, STNK asli sudah keluar tidak sampai dua minggu dari tanggal pembelian, tetapi plat nomor belum ada. Bahkan hingga satu bulan persis plat nomor sementara sudah habis masa berlakunya, plat nomor asli belum kunjung jadi. Berkali-kali saya menanyakan kepada marketing yang bekerja di dealer tempat membeli motor saya (dealer Yamaha di kota Solo), tetapi jawabnya belum jadi. Ketika saya tanyakan kenapa lama, sementara STCK saya sudah habis masa berlakunya, hanya di jawab, “memang lama, Bu.” Ketika saya desak penyebabnya, ia tetap bilang yang sama, ”memang lama, Bu”.

Bahkan dengan entengnya, marketing tersebut menyarankan saya untuk melanggar UU Lalu lintas dengan mengatakan untuk membuat plat nomor sendiri berdasarkan STNK asli. Saya heran sekaligus penasaran karena dulu saat membeli motor baru, dalam tiga minggu STNK asli dan plat nomor sudah keluar. Kenapa yang ini lama sekali?

Tidak puas mendapatkan jawaban pihak dealer tersebut, saya telpon ke Samsat Sukoharjo dan Solo. Petugas di kedua Samsat mengatakan tidak bisa memastikan plat nomor itu jadi dalam waktu berapa minggu karena tergantung stok material/bahannya (bahan pembuat plat) yang ada di kantor. Dan kebetulan bahan tersebut sudah habis dan belum mendapatkan kiriman dari Mabes Polri. Ketika saya tanyakan solusinya karena STCK saya besok sudah habis masa berlakunya, petugas Samsat mengatakan kalau saya bisa membuat plat nomor dari luar saja disesuaikan dengan STNK yang sudah saya terima.

Saya sempat terkejut dengan jawaban tersebut. Pikir saya, apa gunanya memberikan STCK yang berlaku selama sebulan, sementara setelah sebulan kelengkapan berkendara (plat Nomor) yang asli belum turun? Logikanya, ketika STCK diberikan untuk kurun waktu satu bulan, sebelum sebulan sudah ada kelengkapan berkendara seperti STNK dan plat nomor. Lha, lantas untuk apa ada masa berlaku STCK jika setelah lewat sebulan tidak ada kelengkapan asli dari Polri?

Saya di Minta Melanggar Undang-Undang. Saya mencoba menyakan kepada dealer dan Samsat apakah STCK bisa diperpanjang mengingat belum keluarnya plat nomor asli dari kepolisian. Keduanya mengatakan hal yang sama, bahwa STCK hanya berlaku dalam kurun waktu satu bulan. Kemudian keduanya juga menyarankan kalau lebih baik saya memesan plat nomor di luar agar lebih nyaman berkendara.

What?!

Sebenarnya bukan masalah tidak mau pesan plat nomer di luar. Toh banyak sekali penjual jasa bikin plat nomor yang ada di Kota Solo, pun harganya juga terjangkau. Tetapi yang saya pikirkan adalah kenapa justru petugas menyarankan saya melanggar Undang-Undang?

Saya coba browsing dan menemukan pasal ini, sesuai dengan  Pasal 280 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UULLAJ”) disebutkan bahwa:

“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Jikalau saya memesan plat nomor dan memasangnya, bisa dikatakan saya telah melanggar pasal 280, karena berkendara tidak dilengkapi dengan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Apakah memang dalam kondisi terjadi kelangkaan material/bahan pembuat plat nomor, terus masyarakat boleh melanggar Undang-Undang? Apakah dibenarkan peraturan yang dibuat untuk dilanggar?

Apakah saya dijamin tidak kena tilang manakala kedapatan mengunakan plat nomor bukan keluaran resmi dari Kepolisian? Apakah tidak lebih baik jika mengunakan plat nomor sementara sesuai dengan STCK yang dikeluarkan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan tetap memegang STNK asli. Daripada membuat plat nomor bodong/palsu yang bukan keluaran resmi dari pihak berwenang?

Ah entahlah...

_Solo, 26 Agustus 2016_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun